Setiap hewan termasuk ayam, secara alami memiliki sifat agonistik (sifat menyerang) terhadap sesama spesies maupun spesies lain yang mengarah ke perilaku kanibal.
Manajer Area Jakarta PT Sehat Cerah Indonesia, Muning Edi Swasono berpendapat, kanibalisme pada ayam lebih sering ditemukan pada jenis ayam kampung dan layer(ayam petelur). Pada broiler (ayam pedaging), kasus kanibalisme masih ditemukan tetapi tidak banyak karena umurnya yang pendek.
Suparwo, peternak layer asal MakassarSulawesi Selatan menambahkan perilaku mematuk adalah sifat alamiah ayam. Dan, kasus kanibalisme pada layer biasa dijumpai saat ayam menginjak umur sekitar 3-4 minggu.
Salah Manajemen
Menurut Muning, 2 penyebab utama munculnya kasus kanibalisme pada ayam yakni jenis ayam dan tatalaksana atau manajemen dalam peternakan. Dari segi manajemen seperti kepadatan dan suhu tinggi, jumlah pakan dan minum yang kurang, serta waktu pemberian pakan yang terlambat mempengaruhi ayam menjadi kanibal.
Ia melanjutkan hal yang kurang diperhatikan dipeternakan sehingga kanibalisme dapat terjadi adalah kekurangan nutrisi dalam pakan yang dibedakan menjadi makronutrien dan mikronutrien. Makronutrien dibutuhkan dalam jumlah besar seperti karbohidrat, protein, serat, dan lemak sementara mikronutrien terdiri atas mineral dan vitamin.
Pada umumnya, komponen mikronutrien ini yang sering diabaikan. Ayam sering kali mengalami kekurangan mineral berupa kalsium dan fosfor. Karena kebutuhannya tidak tercukupimaka ayam menjadi stres dan mematuk ‘rekannya’.
Pada kondisi kurang fosfor dan kalsium, layer periode bertelur dapat mematuk telur yang dihasilkan sendiri. Hal itukarenadalam kerabang telur mengandung kedua zat tersebut.“Kerugian peternakan bisa bertambah karena banyaknya telur yang tidak layak sehingga untuk mengantisipasi rusaknya telur, proses koleksi telur perlu dilakukan lebih cepat dan monitoring paruh ayam harus terus dilakukan,” jelas Muning.
Namun, Suparwo memberikan pendapat berbeda dan berdasarkan pengalamannya tidak menemukan kasus kanibalisme saat ayam berada di periode bertelur. “Model kandang baterai tidak memungkinkan ayam untuk melakukan kontak,” katanya.
Lebih lanjut Muning mengatakan, selain nutrisinya kurang, pemberian pakan yang di bawah standar mengakibatkan asupan pakan kurang. Misalnya, ayam harus diberi pakan 110–115g/ekor/hari, tapi anak kandang hanya memberi 100 g/ekor/hari, sehingga ayam kelaparan.
Jumlah tempat minum yang minim dan kepadatan yang sangat tinggi bisa menyebabkan ayam stres dan saling serang. “Untuk kandang broiler misalnya, kepadatan kandang maksimal 10–11ekor/m2, tetapi tidak jarang ada peternak yang menerapkan kepadatan ayam mencapai 20–30ekor/m2. Tentu saja bisa membuat ayam merasa pengap dan stres,” terang dokter hewan lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.
Selengkapnya baca di majalah TROBOS Livestock Edisi 180 / Sept 2014