Oleh: Don P Utoyo
Ketua FMPI (Federasi Masyarakat Perunggasan Indonesia)
Sebagaimana diketahui, Andi Amran Sulaiman dipilih pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk menakhodai Kementerian Pertanian. Jokowi pun menantang Menteri Pertanian untuk merealisasikan swasembada komoditas beras, jagung, kedelai, dan gula dalam jangka waktu 3 tahun.
Pada jangka waktu yang telah ditetapkan itu, bahan-bahan pangan tersebut harus tersedia di mana-mana, dalam jumlah yang cukup, dan harga yang terjangkau masyarakat luas. Jokowi juga meminta Menteri Pertanian menjabarkan target swasembada tersebut agar bisa tercapai.
Kita sebagai insan perunggasan harus mendukung target ketahanan, ketersediaan, keamanan, dan kemandirian pangan yang ditetapkan pemerintah. Namun, tidak boleh dilupakan bahwa produksi ayam dan telur di dalam negeri yang sudah swasembada juga harus dilindungi oleh pemerintah. Ibaratnya, pemerintah jangan mengejar burung terbang sementara burung yang sudah ada di tangan dilepaskan.
Produksi ayam telah menyumbang lebih dari 65 % dari total konsumsi daging di dalam negeri. Saat ini, konsumsi daging ayam di dalam negeri sudah mencapai 10 kg per kapita per tahun atau sebanyak 5 kali lipat dari konsumsi daging sapi yang hanya 2 kg per kapita per tahun. Sedangkan konsumsi telur ayam di dalam negeri berkisar antara 100 – 110 butir per kapita per tahun.
Kedua komoditas ini disukai semua kalangan masyarakat baik kelas atas, menengah, dan bawah karena harganya yang relatif terjangkau. Selain itu, komoditas ini mudah diolah dan bisa cepat disajikan seperti ketika membuat mie instan yang disajikan dengan telur.
Konsumsi Dobel
Konsumsi ayam dan telur di dalam negeri yang ditargetkan terpasang kearah "double consumption" untuk masa 5-7 tahun ke depan adalah suatu keniscayaan. Meskipun target ini masih jauh jika dibandingkan tingkat konsumsi dari negara lain seperti Amerika Serikat, Brazil, dan Malaysia yang sudah mengkonsumsi telur di atas 300 butir per kapita per tahun dan daging ayam di atas 40 kg per kapita per tahun.
Dengan target ini, diharapkan asupan protein hewani masyarakat Indonesia semakin baik. Dengan begitu, asupan protein juga bisa menunjang pertumbuhan fisik anak-anak dan remaja menjadi optimal.
Guna melindungi industri perunggasan di dalam negeri, pemerintah harus mengatur keseimbangan pasokan dan permintaan ayam dan telur agar harga tidak anjlok sehingga merugikan peternak dan mengganggu ketahanan pangan. Pengaturan harus dilakukan karena selama ini keseimbangan pasokan dan permintaan selalu tidak merata sepanjang tahun.
Kondisi tidak bertemunya pasokan dan permintaan seperti 'lingkaran spiral' yang semakin membesar terutama pasca lebaran (Idul Fitri dan Idul Adha). Terlebih pada bulan Suro/Muharam harga cenderung turun dan peternak mengurangi chick-in (ayam masuk ke kandang) yang membuat pasokan DOC (ayam umur sehari) lebih besar daripada permintaan. Tidak jarang kondisi ini dimanfaatkan para 'spekulan' untuk 'menekan harga' ayam hidup dan telur.
Selengkapnya baca di majalah TROBOS Livestock Edisi 185 / Februari 2015