Jumat, 1 Mei 2015

Sulitnya Memberantas Avian Influenza

Avian Influenza (AI) atau flu burung merupakan penyakit yang sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Walaupun penyakit yang mewabah di Indonesia sejak 2003 ini angka kejadiannya sudah mulai menurun dari tahun ke tahun, tetapi AI masih saja menjadi ancaman yang menakutkan bagi pemilik unggas di Indonesia. Pasalnya, AI bukan saja menyebabkan jutaan ekor unggas mati dan menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar, penyakit ini juga dapat menular ke manusia (zoonosis).

 

Sejak awal kemunculannya di Indonesia hingga saat ini, AI sudah menyebabkan 199 kasus dengan 167 meninggal dunia pada manusia (Kementerian Pertanian, 2015) dan kerugian ekonomi yang ditaksir mencapai triliunan rupiah. Belum lagi munculnya virus AI dengan subtipe baru sebagai akibat dari kemampuannya bermutasi menyebabkan virus ini sulit sekali untuk dibasmi.

 

Karakteristik Virus Al

 

Karakteristik virus AI yang mudah bermutasi dikarenakan virus AI merupakan virus RNA yang tidak memiliki enzim yang mampu mengenali kesalahan pada saat proses replikasi sehingga akan terbentuk susunan asam amino yang berbeda (antigenic drift). Selain dapat mentolerir perubahan susunan asam amino, virus AI juga mampu melakukan pertukaran material genetik (antigenic shift) dengan virus AI subtipe lainnya.

 

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Dharmayanti (2011), sebanyak 62,58 % virus AI yang diisolasi dari unggas di Indonesia sejak 2003-2008 telah mengalami mutasi. Tak heran jika pada 2006 Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) membentuk kelompok kerja yang dinamakan OIE/FAO Network of Expertise on Animal Influenza (OFFLU) yang bertujuan untuk mempelajari karakteristik strain virus AI baru yang muncul pada populasi hewan dan membuat peta genetiknya.

 

Dari segi tingkat keganasannya AI dapat dibedakan menjadi Patogenik Rendah (Low Pathogenic Avian Influenza – LPAI) dan Patogenik Tinggi (High Pathogenic Avian Influenza – HPAI). Keganasan virus AI disebabkan karena memiliki 2 jenis glikoprotein yang  menyelubungi permukaan, yaitu Haemagglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA). Setidaknya sebanyak 16 Haemagglutinin (H 1-16) dan 9 Neuraminidase (NA) sudah ditemukan dari virus yang diisolasi dari unggas.

 

Sampai saat ini subtipe virus AI yang masih menjadi perhatian di Indonesia adalah HPAI H5N1 clade 2.1 (2.1.1; 2.1.2; dan 2.1.3). Namun sejak 2012 ditemukan virus dengan clade 2.3.2 yang menyebabkan kematian pada ratusan ribu ekor itik. Menurut beberapa penelitian, virus AI clade 2.3.2 tersebut mampu menimbulkan angka kematian yang lebih tinggi.

 

Sementara itu sejak 2013 lalu, Tiongkok melaporkan kejadian flu burung yang disebabkan oleh virus subtipe lainnya seperti H7N9, H10N8, H5N8, H5N6, dan H5N3. Kebanyakan dari subtipe itu merupakan golongan LPAI, namun keberadaannya tidak bisa disepelekan karena infeksi virus subtipe tersebut juga mampu menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar akibat penurunan kualitas dan jumlah produksi.

 

Pengendalian AI dengan Vaksin

 

Semenjak AI mewabah di Indonesia, pemerintah sudah mencanangkan langkah-langkah strategis pengendalian AI salah satunya dengan vaksinasi. OIE menentukan, vaksin AI yang dapat digunakan adalah vaksin inaktif monovalen maupun bivalen, tunggal (hanya mengandung virus AI), maupun kombinasi (digabung dengan virus lainnya). Yang terpenting, vaksin protektif terhadap virus yang beredar di lapangan.

 

Berbagai merek vaksin inaktif AI sudah beredar di Indonesia baik yang tunggal maupun kombinasi diantaranya adalah CAPRIVAC AI-K®, CAPRIVAC ND AI-K® (kombinasi AI dan ND), CAPRIVAC NBA-K® (kombinasi ND, AI, dan IB), CAPRIVAC NGA-K® (kombinasi ND, IBD, dan AI) yang diproduksi oleh PT CAPRIFARMINDO LABORATORIES (Capri) sebagai pelopor produsen vaksin hewan dengan isolat lokal. CAPRIVAC AI-K® mengandung virus AI subtipe H5N1 isolat lokal yang homolog dengan strain virus di lapangan sehingga akan memberikan perlindungan yang lebih maksimal terhadap serangan virus AI. Terbukti dari hasil uji protektivitas yang dilakukan tim Research and Development Capri menunjukkan, CAPRIVAC AI-K® mampu memberikan perlindungan yang paling optimal (> 90 %) dibandingkan dengan vaksin sejenis lainnya.

 

Selain itu, CAPRIVAC AI-K® dibuat dengan adjuvan formula khusus berbentuk emulsi water in oil, partikel halus dan homogen, mudah diserap di dalam tubuh membuat antibodi lebih cepat terbentuk dan bertahan lama di dalam tubuh serta titer yang dihasilkan lebih tinggi. Konsentrasi virus yang tinggi di dalam volume injeksi yang kecil (0,3 ml per dosis) meminimalkan risiko iritasi, stres, dan kerusakan jaringan di tempat injeksi.

 

Efektivitas vaksinasi juga dipengaruhi oleh waktu pemberian vaksin. Sesuai dengan rekomendasi dari FAO (Badan Pangan dan Pertanian Dunia) vaksinasi AI pada layer (ayam petelur) dilakukan sebanyak minimal 5 kali, yaitu 3 kali sebelum memasuki masa produksi (umur 10 hari, 8 minggu, dan 14-16 minggu) serta 2 kali setelah melewati masa puncak  produksi (5-10 minggu dan 3 bulan pasca puncak produksi).

 

Sementara pada broiler (ayam pedaging), walaupun umur pemeliharaannya relatif pendek namun tetap saja vaksinasi harus dilakukan karena risiko yang ditimbulkan infeksi virus AI pada broiler juga merugikan. Pilihlah vaksin yang mampu merangsang terbentuknyakekebalan optimal dalam waktu cepat seperti CAPRIVAC AI-K® yang dapat diberikan pada umur 4-7 hari.

 

Jika pada jadwal vaksinasi terdapat program vaksin untuk ND, IB, dan IBD, maka peternak dapat memberi vaksin kombinasi AI dengan penyakit tersebut seperti CAPRIVAC ND AI-K®, CAPRIVAC NBA-K®, dan CAPRIVAC NGA-K®. Namun vaksinasi saja tidaklah cukup, pemilik unggas di segala sektor diharapkan mampu mengaplikasikan program pencegahan berupa penerapan biosekuriti dan sanitasi yang ketat untuk meminimalisir penularan.

 

Penerapan biosekuriti dan sanitasi tidak hanya dilakukan pada peternakan tapi juga terhadap lingkungan sekitar peternakan, termasuk mencegah adanya kontak dengan unggas liar dan hama lainnya. Sistem pemeliharaan all in all out juga sangat membantu untuk mencegah masuknya penyakit ke dalam suatu peternakan. Selain itu, untuk mencegah adanya pertukaran material genetik antar subtipe virus (reassortment), masyarakat yang sedang menderita flu dilarang melakukan kontak dengan unggas. Move on dari Avian Influenze memang sulit namun menyiasati agar terhindar AI dapat dilakukan dengan vaksinasi dan biosekuriti yang ketat serta menjaga agar unggas peliharaan Anda tetap bugar. TROBOS/ Adv

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain