Broiler dan Telur Melandai

 

Oktober rupanya belum menjadi momentum bangkitnya harga komoditas daging dan telur. Teramati dari harga broiler (ayam pedaging) di kandang yang masih berfluktuatif hingga akhir Oktober sebagai mana dituturkan oleh Joko Susilo, peternak broiler Bogor, harga ayam di kandang tertahan di harga Rp 17.500 per kg untuk ukuran 1 – 1,4 kg.

 

Ia merasa kondisi ini jarang terjadi pada bulan yang sama di tahun – tahun sebelumnya. “Padahal di awal tengah bulan sudah baik. Anehnya di minggu ke 3 dan 4, harga turun perlahan,” ujarnya lagi.

 

Kondisi ini diperparah dengan harga DOC (anak ayam umur sehari) yang telah mencapai harga Rp 5.650 per ekor. Kenaikan harga DOC ini dirasakan Joko dengan harga pakan Rp 6.850 per kg, Joko mematok biaya produksi untuk kandang terbuka di Rp 18.500 per kg. Meski harga mahal, namun untuk beberapa peternak yang sudah menjadi langganan breeder (perusahaan pembibitan ayam) tidak mengalami kelangkaan pasokan DOC.

 

Sigit Prabowo, Ketua Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara (PPUN) pun memiliki pendapat yang senada. “Sudah dua bulan ini (September dan Oktober) harga ayam tidak menentu seperti roller coaster. Padahal, ayam yang dipanen saat ini (minggu ke-4 Oktober) adalah ayam dengan DOC mahal,” keluhnya. Ia menginformasikan bahwa per 25/10 harga ayam hidup Sukabumi anjlok hingga Rp 15.000 – 15.500 per kg.

 

Analisa Joko melihat penurunan harga dimulai dari Jawa Timur dan Jawa Tengah yang merembet hingga Jabodetabek. Serbuan ayam ukuran 1,8 – 2 kg per ekor yang biasa digunakan fillet (daging ayam tanpa tulang) yang selama ini hampir tidak dijumpai dipasar Jabodetabek pun, kini mulai muncul. Padahal, menurut dia ukuran yang diminati konsumen Jabodetabek adalah 1,4 – 1,6 kg per ekor.

 

Sementara di Bali, Yahya, peternak broiler Bali menyebutkan harga ayam hidup terjaga stabil di kisaran Rp 20.000 per kg. Terjaganya harga ayam hidup di sana disinyalir karena ketatnya pembagian DOC yang dilakukan oleh Dinas Peternakan setempat sehingga keseimbangan dapat terjadi. Harga DOC di Bali pun tidak lebih tinggi dengan di Jawa, per ekor DOC dipatok pada harga Rp 6.000, sehingga HPP (Harga Pokok Produksi) peternak yang awalnya berada pada Rp 18.000 per kg naik menjadi Rp 18.750 per kg.

 

Meski begitu,  ia katakan kini mulai dirasakan penurunan harga mengikuti tren harga ayam hidup di Jawa dengan harga Rp 19.000 per kg. Yahya pun memprediksi akan terjadi perbaikan harga di bulan mendatang.

 

Baik Joko dan Sigit pun optimis akan terjadi perbaikan di November 2016. Walau menurut Sigit, meski perhitungan bulan Jawa memiliki pengaruh pada permintaan namun tidak cukup signifikan terlihat di pasar Jawa Barat. Akan tetapi di Jatim dan Jateng permintaan ayam hidup terbilang turun sehingga banyak ayam dari kedua daerah tersebut masuk ke pasar Jawa Barat. Sigit memprediksi akan terjadi kestabilan harga pada triwulan kedua 2017 jika saat ini kondisi hulu dan hilir perunggasan dibenahi.

 

Harga Telur

Tidak jauh berbeda dengan penjualan ayam hidup, harga telur di berbagai daerah pun mengalami penurunan. Disampaikan Ko Atung, sapaan akrab Leopold Halim peternak layer (ayam petelur) asal Tangerang, harga telur di kandang pada 25/10 menyentuh angka Rp 16.000 – 16.300 per kg. Kondisi seperti ini diakuinya terjadi selama 2 bulan terakhir, ia memprediksi terjadinya suplai berlebih pada komoditas petelur.

 

“Kelebihan suplai ini terjadi karena perusahaan unggas terintegrasi sudah mengeluarkan telur melalui kandang layer komersial mereka. Dan kemungkinan dari peternak sendiri juga ada yang menambah populasinya. Sementara pasarnya ya itu-itu saja,” ujarnya memprediksi.

 

Hal yang sama juga dirasakan oleh peternak layer Blitar, Hidayatur Rahman peternak layer senior Blitar ini mengatakan harga telur telah anjlok ke Rp 14.300 – 14.500 per kg. Kondisi harga ini tengah memaksa peternak untuk mengatur ulang keuangan mereka dan melakukan efisiensi usaha. Meski harga pada tengah bulan sempat terjadi kenaikan namun hanya sebentar saja. Rendahnya harga saat ini tidak dapat dikaitkan dengan pasaran dalam kalender Jawa, karena penurunan harga tidak bisa terjadi secara mendadak.

 

Dayat, sapaan akrab Hidayatur Rahman, berasumsi penurunan harga dibarengi dengan penurunan permintaan. Sehingga peternak banyak yang masih memiliki stok telur untuk 2 – 3 hari yang biasanya dapat habis setiap harinya.

 

Sementara di Makassar, Ari Wibowo peternak layer Makassar, pun menyuarakan hal yang serupa. Menurutnya kondisi pasar telur di Makassar sendiri dapat dibilang telah cukup, namun pasokan justru berlebih dan biasanya dialihkan ke luar pulau seperti Papua dan Kalimantan. Ketika harga murah, telur asal Jawa pun membanjiri pasar-pasar Papua dan Kalimantan juga sehingga telur dari Makassar pun sulit terjual. Harga telur di Makassar per 25/10 berada di Rp 25.000 per egg tray yang setara dengan 30 butir telur. TROBOS/reza

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain