Foto:
Harga broiler (ayam pedaging) belum mengalami peningkatan sejak Oktober lalu. Menurut Jojok Sarjono, peternak broiler di Tenggarong, Kalimantan Timur, sejak Oktober harga broiler masih berada di posisi Rp 14.000 - 14.500 per kg. Diakuinya, harga broiler sejak Oktober naik turun, paling tinggi di awal Oktober yang mencapai Rp 16.500 – 17.000 per kg, setelahnya sampai saat ini berada di angka Rp 14.000 – 14.500 per kg.
Jojok menilai, turunnya harga broiler disebabkan karena perekonomian yang lagi lesu. Kemudian, kuantitas produksi yang stagnan sementara permintaan agak berkurang. “Gejolak ekonomi yang lesu menyebabkan banyak perusahaan di sini yang tutup, semisal tambang batu bara. Sehingga, mau tidak mau permintaan akan daging ayam berkurang. Pun dengan daya beli yang juga berkurang, yang biasanya membeli 1 - 2 kg daging ayam menjadi setengah kilogram saja,” imbuhnya.
Harga yang berlaku saat ini untuk broiler ukuran 1,7 – 2,1 kg, Jojok sebutkan sebesar Rp 14.000 – 14.500 per kg . Sementara untuk ukuran kecil 1,7 kg ke bawah harga berkisar Rp 15 – 16 ribu per kg, dan ukuran 2,1 kg ke atas harga berkisar Rp 12.500 – Rp 13.000 per kg,. “Permintaan memang banyak untuk ukuran 1,7 – 2,1 kg sekitar 60 %, sementara sisanya 40 % untuk yang ukuran besar dan kecil,” paparnya.
Keadaan seperti sekarang ini, diprediksi terjadi sampai akhir tahun, karena prediksi chick in untuk bulan ini menghadapi natal dan tahun baru yang juga diambang batas. Jojok mengatakan, Kaltim tidak pernah mengalami jatuh seperti sekarang ini pada tahun-tahun sebelumnya. “Sekarang Banjarmasin terkontrol bagus di harga Rp 17.000 per kg, tapi di Kaltim harga di Rp 17.000 per kg hanya berlaku sehari saja, besok sudah berubah lagi,” ujarnya. Memang, sambungnya, sistem pembayaran yang berbeda-beda. “Pembayaran cash dengan invoice 2 hari atau 5 hari pasti berbeda, dan tidak mungkin juga dihargai sama. Tentu, pembayaran cash mendapatkan harga yang lebih murah dibanding dengan invoice,” jelasnya.
Saat ini, peternak hanya menunggu keajaiban, karena memang tahun ini bisa dikatakan masa suram atau lebih tepatnya masa paceklik. “Teman-teman sudah banyak mengeluh, pundi-pundi sudah mulai habis, bahkan sudah ada yang minus di November ini. Kalau diteruskan sampai Desember dan tidak mendapatkan harga di level Rp 18.000 per kg, habislah sudah. Ini dialami oleh peternak kemitraan, nah bagaimana dengan peternak mandiri seperti saya, sudah jelas rasanya seperti apa,” umbarnya.
Sementara harga broiler di Medan mulai merangkak naik. Menurut Yan, peternak broiler di sana, sejak dua hari yang lalu (27/11) harga broiler berada di posisi Rp 18.000 per kg untuk ukuran 1,3 – 1,6 kg. “Awal November harga berada pada posisi Rp 17.000 – 17.500 per kg, bahkan harga mulai tertekan dua minggu lalu (14-24/11) yang berada di posisi Rp 15.500 – 16.000 per kg. Namun minggu ini sudah mulai terangkat,” ungkapnya.
Yan menerangkan, turunnya harga pada minggu-minggu lalu disebabkan karena banyaknya ayam besar yang terlambat keluar. Pada bulan Suro, dimana yang biasanya di Medan harga jatuh, ternyata malah cukup bagus. “Jadi mungkin dikarenakan itu, ada beberapa integrasi yang mencoba menahan barangnya, dan tak dinyana keluarnya pun serentak, sehingga over supply,” terangnya.
Dalam situasi demikian, teman-teman peternak yang mempunyai ayam di bawah 1,6 kg dihimbau jangan terpancing dengan penawaran dari pembeli. “Kita ingin mengeluarkan ayam-ayam yang besar dulu, makanya kenapa harga murah karena kondisi yang seperti itu,” ujar Yan. Namun, minggu ini ayam besar sudah mulai berkurang, dari hari Sabtu lalu (26/11) harga sudah mulai beranjak naik.
Dia pun berharap, harga yang mulai terangkat naik ini bisa bertahan sampai akhir tahun bahkan sampai Maret 2017, karena sampai hari ini pun stok DOC (anak ayam umur sehari) tidak banyak. Perusahaan breeding (pembbitan) tidak melakukan peremajaan sehingga produksi mereka pun berkurang.
Pada saat Natal dan Tahun Baru, diperkiraan harga juga cukup baik. Setiap tahun kalau diamati, memang Desember secara efek harga selalu lebih baik dibanding bulan-bulan lainnya. Desember dan Januari harga pasti di atas HPP. Tapi tidak tahu bagaimana tahun ini. “Berdasarkan informasi itulah, saya mempunyai pemikiran bahwa Desember dan Januari mudah-mudahan sama seperti tahun-tahun sebelumnya,” ucapnya penuh semangat.
Harga Telur
Kondisi yang dramatis juga terjadi pada komoditas telur. Untung, peternak layer di Semarang mengungkapkan, harga telur saat ini kurang bagus, dimana di kandang berkisar Rp 14.000 – 15.000 per kg padahal Harga Pokok Produksi (HPP) Rp 17.000 – 18.000 per kg. Untung pun tidak tahu persis apa yang menyebabkan harga telur begitu anjlok, namun ia menilai ada peternak yang belum siap sehingga menjual dengan harga di bawah.
Untung sangat berharap kondisi bisa membaik, terlebih diadakannya pertemuan antar peternak layer seperti saat ini (24/11). “Dengan pertemuan ini, diharapkan pemerintah bisa mengetahui penyebabnya, ibarat dokter harus tahu penyakitnya dan obatnya,” ujarnya.
Akibat situasi yang buruk ini pun membuat Untung mengurangi populasi untuk dijual. Kualitas telur pun, menurutnya, tidak mengalami perubahan terhadap pakan. Tapi kalau ada peternak yang mengurangi formulasi pakan maka sebentar saja peternak tersebut akan hancur karena ayam tidak bisa dibuat main-main.
Hidayaturrahman, peternak layer di Blitar mengatakan harga telur terjadi kenaikan walaupun masih rendah. “Tiga hari ini sudah merambat naik, awalnya Rp 13.300 per kg, sekarang mulai naik ke arah Rp 14.000 per kg, dengan HPP Rp 15.000 – 16.000,” sebutnya kepada TROBOS Livestock di Surabaya (24/11).
Dayat, begitu ia disapa, mengungkapkan bahwa saat ini peternak susah mendapatkan jagung. “Sudah mahal, ditambah lagi jagung langka. Untuk mendapatkan jagung kering susahnya setengah mati, tak ayal telurnya jelek semua,” akunya.
Jagung sudah tidak aman di Jawa Timur, mau tidak mau harus impor saat ini. Sekarang, harga jagung Rp 4.200 – 4.300 per kg dengan kadar air 17 – 18 %. “Kalau saja harga telur tiga hari ini sudah mulai naik, mudah-mudahan naik terus, sehingga peternakan layer akan tetap hidup,” harapnya. yan, iqbal.