Selasa, 1 Agustus 2017

Memaksimalkan Nutrisi untuk Perbaikan Reproduksi

Ketergantungan pada daging sapi impor di Indonesia nyatanya masih berlang­sung hingga saat ini dengan segala dampak ekonomi sosialnya. Sebagai jalan keluar utama dari masalah ini, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan melakukan upaya khusus dalam mempercepat peningkatan populasi sapi dan kerbau bunting.

 

Salah satunya yaitu upaya memaksimalkan tingkat kebuntingan pada induk ternak yang sudah memenuhi syarat umur untuk bunting. Faktor nutrisi memegang perananan penting dalam berbagai peristiwa fisiologis yang terjadi dalam pencapaian pubertas serta proses-proses reproduksi sapi. Maka, fokus yang kita bahas kali ini ialah mengenai kasus gangguan reproduksi akibat kekurangan nutrisi.

 

 

Kekurangan Nutrisi Mengganggu Reproduksi

Nutrisi merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan ke­mampuan reproduksi sapi di tingkat usaha pembibitan. Diperkuat dengan pernyataan Thalib et al., (2001) bahwa perkembangan organ reproduksi sapi ditentukan oleh proses pemberian nutrisi dan pemeliharaan semasa muda. Kekurangan nutrisi pakan yang meliputi kandungan energi, protein, serta mikronutrisi seperti vitamin dan mineral dapat berpengaruh buruk terhadap reproduksi sapi.

 

Kaitan antara kekurangan nutrisi terhadap reproduksi, salah satunya dijelaskan melalui sekresi hormon penting di dalam tubuh sapi. Kekurangan nutrisi awalnya akan mempengaruhi fungsi hipofisis anterior sapi sehingga produksi dan sekresi hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone) rendah karena ketidakcukupan ATP/energi. Akibatnya, ovarium (indung telur) tidak berkembang (hipofungsi) karena pada dasarnya FSH dan LH berfungsi utama merangsang perkembangan folikel-folikel di dalam ovarium.

 

Jika ovarium tidak berkembang, maka dampak lain akan muncul seperti rendahnya tingkat ovulasi dan semakin panjangnya calving interval (jarak kelahiran antara kelahiran yang satu dengan kelahiran berikutnya). Calving interval yang panjang pada sapi betina pasca beranak dan menyusui akan menyebabkan produksi susu rendah dan jumlah kelahiran selama periode tertentu juga menurun.

 

Kekurangan nutrisi juga bisa menimbul­kan dampak seperti keterlambatan pubertas, berkurangnya tingkat ovulasi dan rendahnya angka konsepsi (fertilisasi/pembuahan), tingginya angka abortus (kehilangan embrio dan fetus), panjangnya lama anestrus pasca melahirkan, kurangnya air susu dan rendahnya performa pedet baru lahir.

 

 

Memaksimalkan Reproduksi

Setelah mengetahui beberapa efek merugi­kan akibat kekurangan nutrisi, maka peternak wajib memberikan perhatian khusus dengan beberapa tindakan sebagai berikut:

 

·                     Libatkan dokter hewan atau tenaga la­pangan secara rutin untuk mengecek status reproduksi sapi b e t i n a . Pada sapi betina, cek perkembangan folikel ovarium, baik menjelang dewasa (dara) maupun induk dengan cara palpasi rektal. Lakukan uji laboratorium terhadap sapi betina sehat yang akan dikawinkan atau dilakukan inseminasi, baik sapi dara maupun induk. Jika positif terinfeksi bru­cellosis, maka sapi harus disembelih karena penyakit tersebut bersifat zoonosis (dapat menular ke sapi lainnya dan ke manusia). Namun jika hasil uji lab negatif, maka sapi dapat tetap dipelihara dan lakukan terus tindakan pencegahan brucellosis (vaksinasi) serta pemeriksaan kebuntingan secara rutin.

 

·                     Perbaikan kualitas pakan

 

Untuk mendapatkan produksi susu yang tinggi dan berkualitas, peternak harus memberikan hijauan dan konsentrat secara berimbang sesuai kebutuhannya. Pastikan kualitas fisik pakan, terutama hijauan, masih bagus dan segar.

 

·                     Pemberian pakan yang seimbang

 

Secara ekonomis hijauan untuk sapi bunting memegang peranan yang sangat dominan. Pemberian pakan hijauan dan konsentrat secara bersamaan agar nutrisi dari keduanya mampu memenuhi kebutuhan nutrisi sapi indukan. Berikan pakan hijauan terlebih dahulu, kemudian konsentrat. Tujuannya agar sapi bisa memproduksi banyak air liur (enzim, red) untuk menyeimbangkan proses pencernaan konsentrat. Selain itu, sebisa mungkin kebutuhan energi dapat terpenuhi dari pemberian hijauan, sehingga mendukung penyerapan asupan konsentrat untuk produksi susu dan mendukung re­produksi (nutrisi untuk janin).

 

·                     Pemberian suplementasi

 

Suplementasi merupakan langkah efisien yang dapat dilakukan untuk mengatasi kasus kekurangan nutrisi. Contohnya dengan memberikan Mineral Feed Supplement-S yang mengandung berbagai makro dan mikro mineral, serta Vita B Plex Bolus yang mengandung vitamin B kompleks. Ternak bunting dan laktasi, serta ternak muda membutuhkan asu­pan vitamin B kompleks lebih banyak. Sebagian vitamin B yang masuk ke dalam rumen akan larut dalam cairan rumen serta diserap melalui dinding rumen, dan sebagian lagi dimanfaatkan bakteri rumen untuk pertumbuhan (C. Karin, 2007). Dengan meningkatnya proses metabolisme (pencernaan) nutrisi melalui suplementasi Vita B Plex Bolus, maka penyerapan dan pemanfaatan nutrisi di dalam tubuh ter­nak juga ikut meningkat. Efeknya, rasa lapar lebih cepat muncul dan nafsu makan bertambah. Keduanya dapat membantu mengoptimalkan performa reproduksi pada usaha pembibitan sapi potong.

 

Demikian pentingnya perbaikan nutrisi pada sistem peternakan di daerah tropis, dengan selalu memperhatikan kesehatan re­produksi dan memberikan suplementasi pakan melalui penambahan vitamin dan mineral. Salam. lTROBOS/Adv

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain