Industri Pakan Terdampak Covid-19

Industri Pakan Terdampak Covid-19

Foto: ramdan
Bahan baku pakan jenis tertentu suplainya kurang dipasaran

Pandemi corona berimbas pada melemahnya rupiah dan terhambatnya pasokan bahan baku pakan terutama feed additive. Biaya logistik naik berdampak ke harga pakan yang mengalami penyesuaian. Perlu regulasi dan inovasi yang mendukung industri pakan tetap tumbuh dan semakin berdaya saing
 
 
Wabah virus corona (Covid-19) yang bermula dari Wuhan, China Desember tahun lalu telah mengguncang ekonomi dunia, tidak terkecuali Indonesia. Kurs rupiah, indeks saham, dan konsumsi domestik yang anjlok, serta perkembangan industri di tanah air pun melambat. 
 
 
Pelaku industri peternakan khususnya perunggasan seperti pabrikan pakan (feedmill) pun merasakan dampaknya. Beberapa macam bahan baku pakan yang masih tergantung impor utamanya dari China terkendala suplai, logistik, dan harganya pun mulai merangkak naik.
 
 
Public Relation Manager PT Wonokoyo Jaya Corporindo, Heri Setiawan berpendapat, komponen bahan baku pakan ada yang impor dan ada yang bisa dipenuhi secara domestik. Untuk suplai bahan baku dari domestik tidak terlalu terpengaruh dengan adanya wabah Covid-19 ini. “Tetapi karena bahan baku pakan sebagian besar masih impor, dikhawatirkan terkendala masalah logistik dan distribusinya sehingga harus diwaspadai dan diantisipasi,” ujarnya kepada TROBOS Livestock.
 
 
Jika dilihat dari total volumenya, ia mengakui sebagian besar bahan baku pakan dari impor. Walaupun sekarang jagung sudah tidak impor dan didapatkan dari lokal namun untuk bungkil kedelai, MBM (Meat & Bone Meal), komponen mikro seperti mineral dan vitamin masih impor. 
 
 
Diamini Ketua GPMT (Gabungan Perusahaan Makanan Ternak), Johan, suplai dari China selama ini untuk bahan baku pakan mayoritas adalah feed additive (imbuhan pakan) dan vitamin serta bahan pakan asal tumbuhan yaitu CGM (Corn Gluten Meal). Dampak terbesarnya, selama wabah Covid-19 di negara Tirai Bambu ini, operasional produsen bahan baku pakan tersebut ditutup sehingga suplai ke Indonesia pun terhambat. “Produsen bahan baku pakan di China memiliki pangsa pasar global sekitar 60 – 70 % sehingga akan mempengaruhi logistik bahan baku pakan dunia dan menimbulkan biaya tinggi. Wabah Covid-19 pun berdampak terhadap goyangnya perekonomian dunia,” terangnya. 
 
 
Industri pakan ternak termasuk rantai industri pangan yang sangat dibutuhkan manusia, sehingga masih terus berjalan ditengah wabah Covid-19 ini meskipun terdampak secara tidak secara langsung terhadap suplai bahan baku feed additive dan vitamin yang terhambat. ”Wabah corona di dunia baru mulai meningkat dan seberapa cepat meminimalisir penyebarannya seperti yang dilakukan China belum bisa diprediksi. Kami hanya berharap ke depan kondisinya tidak memburuk. Jika dilihat, periode Januari – Februari dilakukan isolasi di China dan pertengahan Maret perusahaan – perusahaan bahan baku pakan itu baru operasional kembali,” ucap Johan.
 
 
Tevi Melviana, praktisi di industri pakan ternak memberikan gambaran, akibat wabah corona ini untuk bahan baku pakan berjenis lisin akhir – akhir ini sulit untuk didapatkan oleh pabrikan pakan. Informasinya, di Februari lalu hampir semua feedmill kesulitan pasokannya, namun di China produksinya cukup banyak dan harganya murah. “Mungkin ada bahan baku lain yang mengandung lisin, tetapi dari biayanya akan lebih tinggi dibandingkan dengan lisin single. Seperti jagung yang digantikan dengan gandum yang berprotein tinggi tetap saja efektivitasnya tidak bisa menggantikan jagung,” ungkapnya.
 
 
Harga Bahan Baku Naik
Dengan kondisi seperti saat ini, secara tidak langsung menyadarkan semua pihak bahwa selama ini ketergantungan terhadap produk China sangat tinggi. Di bahan baku pakan misalnya, sekitar 75 % pasokan utamanya feed additive yang terganggu ketersediaannya di tanah air. “Walaupun akhirnya menggunakan produk lokal yang pasti harganya akan sedikit lebih tinggi dengan kenaikan di pasaran antara Rp 150 – 200 per kg. Semua pihak akan mencari produk tersebut karena sementara tidak bisa mengharapkan produk datang dari China,” urai CMO PT New Hope Indonesia, Timbul Sihombing.
 
 
Domestic Purchasing PT Charoen Pokphand Indonesia, Rudi Hartoyo mengatakan, secara suplai bahan baku pakan dengan kondisi sekarang berkurang. Dari sisi harga bahan baku impor ada perubahan yang signifikan, namun untuk bahan baku pakan lokal tidak seberapa kenaikannya.
 
 
Pembelian bahan baku pakan impor, lanjut Rudi, umumnya dari China, tetapi distribusi yang dari negara lain ke China atau ke negara manapun ongkos logistiknya naik. Kenaikan tersebut bukan berdasarkan tarif yang naik, tapi karena jumlah barang yang beredar berkurang. “Saat ini kontainer yang beredar berkurang, maka harga akan naik karena pasokan turun. Itu yang jadi permasalahan,” ungkapnya. 
 
 
Menurut Rudi, dengan situasi ini pabrikan pakan tidak bisa berbuat apa-apa, harus terima apa adanya karena tidak bisa beralih. “Bahan baku seperti itu tidak ada gantinya. HPP (Harga Pokok Produksi) pakan pun secara tidak langsung akan menyesuaikan,” kilahnya.
 
 
Penyesuaian Harga Pakan
Dampak dari wabah Covid-19 ke industri pakan pun mulai dirasakan peternak ayam di dalam negeri. Diungkapkan peternak broiler (ayam pedaging) di daerah Banten, yang tidak mau disebutkan namanya, per awal April 2020 harga pakan dan konsentrat mengalami penyesuaian harga dengan mengalami kenaikan Rp 200 per kg dan konsentrat Rp 350 per kg. Pabrikan pakan terlebih dulu memberikan informasi pada pertengahan Maret, bahwa harga pakan pada awal April akan menyesuaikan harga yang diakibatkan melemahnya kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan dampak wabah Covid-19.
 
 
“Setiap perusahaan dalam menyesuaikan harga pakan untuk waktunya berbeda-beda, dimulai dari periode 1-10 April. Kondisi ini membuat tambah sulit, sehingga banyak peternak yang akhirnya memilih tidak mengisi kandang, mengurangi populasi, atau menunda chick in. Untuk tenggang waktu pembayaran pakan pun, perusahaan pakan memberikan jangka waktu lebih sedikit dan arahnya lebih ke pembelian tunai,” paparnya.
 
 
Kondisi harga pakan yang menyesuaikan di April, ditanggapi Johan karena dampak dari tertundanya pengiriman bahan baku pakan selama dua bulan yang akan mulai masuk kembali di April dan Mei. Dengan kondisi saat ini, para produsen pakan harus membeli untuk meningkatkan stok bahan baku pakan yang terkendala selama dua bulan kemarin. Dengan suplai terbatas dan logistik yang naik, mau tidak mau HPP pakan akan meningkat.
 
 
Belum lagi kurs rupiah yang terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat yang berpengaruh cukup signifikan terhadap harga bahan baku pakan. “Produsen pakan selalu menggunakan daftar biaya dan perubahan harga rata-rata dari stok bahan baku pakan yang lama dan yang baru sehingga sangat berpengaruh pada formula setiap pabrikan pakan,” ujar Johan.
 
 
Heri menambahkan, penyesuaian harga pakan merupakan konsekuensi logis dari kondisi yang terjadi saat ini. Kalau memang HPP naik, bagaimanapun juga semua pihak ingin terus berusaha. “Penyesuaian harga dilakukan agar semua tetap berjalan usahanya dan bisa bertahan hidup,” sebutnya.
 
 
Tetap Tumbuh
Jika merujuk pada perjalanan perkembangan industri pakan di tanah air, pertumbuhan bisnis pakan dahulu selalu dua kali pertumbuhan ekonomi tanah air. Kalau ekonomi tumbuh 7 %, industri pakan bisa 2 kali lipat naiknya menjadi 14 %. “Kondisi tersebut sudah berlangsung lama, tapi sekarang kelihatannya sama dengan pertumbuhan ekonomi nasional dan itu cukup realistis. Harapannya dengan populasi DOC (ayam umur sehari) broiler yang meningkat, pertumbuhan industri pakan pun bisa berbanding lurus,” cetus Tevi.
 
 
Ia menjelaskan, pabrikan pakan sekarang sudah mencoba memfasilitasi penyediaan pakan sesuai keinginan dan kemampuan pelanggan (customize) supaya bisa menaikkan omzet. Kalau mengikuti perkembangan produk pakan yang ada di pasaran tidak akan di beli oleh peternak, sehingga perusahaan pakan terus melakukan inovasi agar peternak dapat membeli sesuai kemampuannya. Mengingat kemampuan atau daya beli peternak sangat rendah, apalagi dengan kondisi saat ini.
 
 
General Manager Marketing PT Farmsco Feed Indonesia (Farmsco), Prasetyo mengakui, industri pakan di Indonesia sekarang lebih mengedepankan customize yaitu bagaimana kebutuhan pelanggan bisa difasilitasi dan lebih fleksibel sesuai kemauannya sehingga semuanya masih bisa berkembang. Selain itu, pabrikan pakan menjadi lebih terbuka untuk menjalin kerjasama bukan sekedar sistem jual beli saja. “Ini yang menjadi kelebihan industri perunggasan di Indonesia,” katanya.
 
 
Namun, ia menilai data masih menjadi permasalahan yang harus dihadapi industri pakan tanah air. Beberapa sumber masih memberikan data yang berbeda, maka peran asosiasi untuk memfasilitasi dalam mensinkronkan data tersebut. “Data peternakan, terutama perunggasan itu penting tidak hanya untuk feedmill tetapi untuk asosiasi lain, peternak, dan pemerintah agar dapat menentukan langkah ke depan. Bagi pelaku usaha data sangat penting dalam bisnisnya dan pemerintah dalam mengeluarkan regulasi,” terang Prasetyo.
 
 
Kondisi iklim bisnis peternakan terutama perunggasan tanah air di tahun ini diutarakan Johan, masih terpengaruh kondisi di 2019. Ditambah dengan dampak Covid-19 tentunya akan cukup berfluktuasi. Namun, ia masih optimis, dengan industri pangan yang sangat dibutuhkan manusia diperkirakan dampaknya tidak akan separah bisnis pariwisata atau hotel. “Sebenarnya sejak lima tahun yang lalu, pertumbuhan industri pakan berkurang. Kalau dulu pernah mengalami pertumbuhan sebanyak 10 %, lalu turun menjadi 6 % sekarang mungkin turun lagi di angka 5 %. Artinya, bukannya tidak tumbuh, tetapi tidak bisa seperti 5 tahun yang lalu bisa dua digit,” tukasnya.
 
 
Marketing Director PT Sinta Prima Feedmill, Anang Hermanta menilai, industri pakan tetap berkembang jika melihat parameternya dari anggota GPMT. Dahulu jumlah pabrikan pakan hanya sedikit sekarang sudah berjumlah 92 pabrik. Kalaupun ada yang tutup, tetapi di akuisisi oleh pabrik pakan yang lain. “Itu artinya, industri pakan ternak tanah air masih dilirik oleh investor. Dengan mengakusisi, mereka tidak harus membangun dari awal lagi, seperti izin mendiringan bangunan, mencari lahan yang luas dan persyaratan lainnya serta dapat langsung mengoperasikan pabriknya karena infrastrukturnya sudah ada,” jelasnya.
 
 
Melek Teknologi
Menghadapi era industrialisasi 4.0 industri pakan harus melek teknologi. Pelaku di lapangan harus bisa mengadaptasi perkembangan zaman dengan tidak berlaku secara konvensional seperti dulu. “Kita harus sudah terbuka dengan perkembangan teknologi industri di era milenial seperti sekarang,” ucap Prasetyo. 
 
 
 
Selengkapnya baca di majalah TROBOS Livestock Edisi 247/April 2020
 

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain