Minggu, 10 Mei 2020

Mengelola Bonus Demografi dengan Pendidikan Vokasi Pertanian

Mengelola Bonus Demografi dengan Pendidikan Vokasi Pertanian

Foto: ist/dok.Zoom


Jakarta (TROBOSLIVESTOCK.COM). Bonus demografi menyimpan peluang produktivitas ekonomi termasuk dari sektor pertanian. Peluang ini harus dikelola salahsatunya melalui pendidikan vokasi untuk membentuk profesional dan petani milenial.

 

Hal itu mengemuka pada Diskusi Online “Menyiapkan sumber daya manusia (SDM) Peternakan Unggul dalam Menyongsong Indonesia Emas 2045 pada Sabtu (9/5). webinar melalui aplikasi Zoom itu digelar oleh Indonesia Livestock Alliance, Yayasan CBC Indonesia bekerjasama dengan Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Kadin Indonesia dan Pisagro.

 

Webinar menghadirkan Dekan Sekolah Vokasi IPB Arief Daryanto, Kepala Pusat Pendidikan Polbangtan Idha Widi Arsanti, Sampoerna Entrepreneur Training Center Sri Hastuti Widowati, dan Direktur Nutricell Pacific Suaedi Sunanto. Pembahas diskusi adalah Dekan Fakultas Peternakan UGM Prof Ali Agus dan Wakil Ketua Komtap Pelatihan dan Ketenagakerjaan KADIN INDONESIA Dasril Rangkuti.

 

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Prof. Dedi Nursyamsi menjelaskan Indonesia diperkirakan akan memanen puncak bonus demografi pada kurun waktu 2028-2035. Menurut PBB, puncak bonus demografi Indonesia adalah berupa lebih dari 65 juta tenaga kerja muda produktif dalam rentang umur 15-29 tahun. Indonesia juga memiliki potensi untuk menjadi pemimpin di era pasar tunggal Asean, karene penduduknya mencapai 40% dari total penduduk Asean. Terlebih, jumlah usia produktif Indonesia akan mencapai 64% pada 2020.

 

Dia menerangkan, Kementan bertugas untuk meningkatkan produksi pertanian dengan memanfaaatkan bonus demografi pada 2028 -2035. Di sisi lain harus mengamankan distribusi. Indonesia secara luasan sama dengan eropa. Realita luas perairan Indonesia yang dua kali lipat luas daratan, ditambah tantangan iklim pada transportasi laut yang luar biasa menuntut distribusi pangan perlu diamankan.

 

Secara jujur Dedi mengungkapkan kekhawatiran, dengan komposisi 37% tamatan SD, bahkan 21% tidak tamat SD. “Beban menyediakan pangan untuk 267 juta penduduk jelas tak bisa dibebankan kepada petani dengan proporsi seperti ini. Apalagi kalau harus sampai mengekspor,” jelas dia.

 

Pendidikan Vokasi dan Profesi

Regenerasi petani, Dedi menegaskan, tak bisa ditawar lagi dan tak ada waktu berdiskusi. “Saatnya implementasi, harus sekarang. Penumbuhan petani milenial melalui pendidikan vokasi, bimtek vokasi, demplot, dan insentif dan kemudahan,” tegasnya.

 

Selain mengoptimalkan pendidikan vokasi yang dikelola Kementan, dia juga mengoptimalkan peran balai penyuuhan di kecamatan melalui Komando Strategis Pembangunan Pertanian (Kostra Tani). “Petani ada di desa dan kecamatan, demikian juga lahan. Maka pusat komando dan pelatihan untuk melahirkan petani baru harus ada di kecamatan,” dia menerangkan.

 

Prof Ali Agus, Dekan Fakultas Peternakan UGM menyatakan bonus demografi bisa berbalik menjadi katastrop demografi, jika prasyaratnya tidak terpenuhi, yaitu pembentukan SDM pertanian unggul. Generasi unggul hanya dapat terbentuk jika cukup pangan, sehat dan pendidikan yang tepat. “Hubungan antara pangan yang bergizi, cukup protein hewani dengan kesehatan dan kecerdasan sangat erat,” kata dia.

 

SDM yang berlimpah dengan kompetensi rendah justru menambah jumlah angka pengangguran, sehinga menimbulkan problem sosial tersendiri. “Kunci sustainabilitas ekonomi pada membangun manuia sebagai perangkat keras dan kompetensinya sebagai perangkat lunaknya. Selain melalui pendidikan dan pelatihan vokasi, bisa juga pendekatan melalui pembentukan profesi insinyur peternakan,” kata Ketua DPP Himpunan Kerukunan Tani Indonesia DI Yogyakarta ini.

 

Insinyur peternakan dibentuk untuk menjembatani gap kurikulum sarjana peternakan dengan realita kebutuhan industri. “Infrastruktur pendukung industri peternakan tak banyak disentuh oleh pendidikan peternakan. Karena yang dibahas pada pendidikan sarjana peternakan adalah ternaknya. Pendidikan profesi keinsinyuran penting untuk masuk ke area itu, bekerjasama dengan profesi teknik mesin industri dan teknik sipil,” ungkapnya.

 

Arief Daryanto menyatakan konsep mengenai pendidikan vokasi pertanian Kementerian Pertanian yang berbasis kompetensi sudah cukup baik, meskipun belum mengadopsi dual system. “Namun saya komentari, lebih baik average concept but excellent implementation daripada excellent concept but average implementation,” dia mengungkapkan.

 

Dengan pertumbuhan ekonomi pada periode 2016-2045 rata-rata 5,7% per tahun, diperkirakan pada 2036, Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi. Melalui pertumbuhan ekonomi yang terjaga cukup tinggi, Indonesia dapat meningkatkan jumlah penduduk kelas menengah hingga 70% pada 2045. Pada paruh periode pencapaian itu, ada puncak bonus demografi yang diperkirakan terjadi mulai tahun ini hingga 2035.

 

Namun, kata Arief ada di tengah jalan ada sandungan pandemi Covid-19. Pandemi ini mempercepat pergeseran perilaku masyarakat, yang menuntut dunia industri dan pendidikan menyesuaikan secepat kilat. “Masyarakat mulai berani beli makanan yg bernilai tinggi untuk mendapatkan keamanan, dan bermigrasi belanja di online e-commerce pada barang-barang yang dulu beli di warung dan supermarket,”

 

Kurikulum pun harus menyesuaikan diri dengan paradigmafrom farm to table, from seed to shelf, dan pola produksi dan distribusi era industri 4.0. Selain itu, harus menyesuaikan pula dengan industri yang terkonsolidasi dan semakin terintegrasi vertikal. “Pada industri peternakan, aplikasi cold chain belum ada 10%. Masih mentransportasikan ternak hidup, sehingga harga fluktuatif. Pada perunggasan jelas sekali, olahan tetap stabil tinggi tapi harga livebird berfluktuasi,” dia menguraikan.

 

Mengintip Vokasi Jerman

Di Jerman setiap tahun ada 500.000 kontrak pendidikan vokasi, 13.000 diantaranya untuk pertanian. Bekerjasama dengan 428 industri, Jerman fokus pada 14 profesi, dan 328 sub profesi yang di vokasikan.

 

Anton J Supit, Ketua Bidang Ketenagakerjaan & Hubungan Industrial Kadin Indonesia menjelaskan, pendidikan vokasi terbaik di dunia ada di Jerman. Tahun lalu 32 miliar euro digelontotkan untuk pendidikan vokasi. Kadin Jerman juga menyiapkan 25 miliar euro. Anggaran terbesar dipakai untuk uang saku, karena siswa vokasi sebagai pemagang sudah dianggap bekerja, sebab materi pelajaran mereka adalah 70% praktek di industri.

 

Menurut Anton, untuk vokasi yg benar, industri harus ikut menentukan kurikulum. “Di sana SMK tidak diajarkan pelajaran umum, khusus pendidikan industri saja. Pemagangan harus dievaluasi oleh Kadin. Kita belum mempersiapkan apa-apa, mumpung belum 2028. Kalau sampai lewat 2035, kita sudah missed the time,” ungkap dia.

 

Dijelaskannya, Jerman melakukan 2 hal sehingga ekonominya luar biasa, yaitu pendidikan vokasi dan labor reform. Vokasi pertanian juga dilakukan di sana, karena ada 35,7 juta ha lahan di negeri itu. “Di Korea, peningkatan produktivitas lahan bisa puluhan kali, dengan teknologi dan petani yang terlatih terdidik. Waktu kita sangat terbatas dan dunia tidak menunggu kita,” tandas Anton. ntr

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain