Prof I Wayan Teguh Wibawan: Kekebalan Non-Spesifik yang Sering Terlupakan

Prof I Wayan Teguh Wibawan: Kekebalan Non-Spesifik yang Sering Terlupakan

Foto: Dok. TROBOS


Awam sering memahami kekebalan hanya dikaitkan dengan tingginya titer antibodi spesifik yang ada di dalam serum, padahal kekebalan yang sesungguhnya diperankan oleh banyak hal, antara lain kemulusan kulit dan selaput lendir, sel-sel kekebalan, komplemen, sitokin, dan banyak lainnya. Memahami konsep kekebalan secara partial bisa menyesatkan, apalagi kalau hanya terpaku kepada tinggi-rendahnya titer antibodi. 
 
Kekebalan tubuh dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu kekebalan yang bersifat non spesifik serta kekebalan yang bersifat spesifik. Kedua kelompok kekebalan tersebut atas sangat penting karena saling berkaitan dalam fungsinya dan masing-masing memiliki peran utama yang berbeda. Kelemahan salah satu dari padanya dapat menyebabkan tidak optimalnya kekebalan secara keseluruhan. Selayaknya kita memahami keduanya sebagai sistem yang utuh dan ini sangat membantu dalam memahami kekebalan tubuh secara lebih baik.
 
Kekebalan Tubuh Non-Spesifik
Mengapa disebut kekebalan non-spesifik? Mekanisme pertahanannya berlaku umum, semua agen yang masuk akan direspon dengan cara yang sama, tidak membedakan apakah agen itu bakteri, virus, protozoa atau agen jenis lainnya. Bahkan tidak membedakan apakah berbeda serotipe, clade atau subcladenya. Respon kekebalan non spesifik ini secara umum tidak dipengaruhi oleh adanya mutasi atau perubahan serta pergeseran karakter antigen permukaan suatu agen, semuanya direspon dengan cara yang sama dan konsisten.
 
Kekebalan non-spesifik ini diperoleh secara bawaan (as it is), berkembang secara evolutif sesuai dengan perkembangan individu yang memilikinya. Pada makhluk dengan tingkat evolusi yang lebih maju, kekebalan non spesifik ini diekspresikan dalam berbagai mekanisme, baik secara fisik (struktur dan morfologi), secara kimiawi (enzim, sitokin, dan lain-lain), melibatkan kerja sel-sel kebal (makrofag/sel dendritik, sel radang polimorf (PMN, heterofil). Secara singkat akan diterangkan peran kekebalan berikut ini.
 
Kulit dan Mukosa
Hendaknya kita tidak boleh mengabaikan peran kulit dan mukosa (selaput lendir) dalam sistem imun. Kulit dan mukosa memiliki peran yang sangat penting sebagai barrier pertama atau linie terdepan dalam penolakan penyakit. Semakin mulus (intak) kulit dan mukosa, semakin sulit agen penyakit memasuki tubuh. Kulit dan mukosa diberi struktur sedemikian agar struktur tersebut mampu menjalankan fungsi kulit dan mukosa sebagai pertahanan terdepan.
 
Kulit disusun oleh epidermis yang terterdiri dari lapisan-lapisan sel. Jumlah lapisan tersebut ada 5 (mulai dari stratum germinativum/basalum hingga ke stratum corneum/lapisan tanduk). Kulit diberi kemampuan untuk mengganti sel-sel yang rusak atau sel yang sudah tua. Hal ini diperankan oleh lapisan germinativum yang bersifat meristematik/kecambah. Demikian pula mukosa diberi struktur khusus antara lain diberi kemampuan menghasilkan lendir (baik yang cair/sereus atau yang kental/mucus). Cairan lendir ini bisa berfungsi untuk mengirigasi (membasuh/flushing) jika ada agen penyakit yang melekat di permukaannya. Namun sering kita mengabaikan peran pertama ini dan menganggap tidak terlalu penting. Tentu pendapat ini tidak tepat, maka dari itu kita perlu memberi dukungan agar kulit dan mukosa ini tetap dalam keadaan mulus (intak). Apa saja yang bertanggung-jawab dalam menjaga kemulusan kulit dan mukosa? Secara umum tentu asupan nutrisi yang seimbang, secara khusus terutama berperan vitamin A, C, E, dan Se. Apa saja yang mampu mengganggu kemulusan kulit dan mukosa? Secara umum bisa disebabkan oleh malnutrisi, khususnya defisiensi vitamin A, C, dan E, debu, amonia, peradangan karena penyakit respirasi dan penyakit saluran pencernaan (kolibasilosis, salmonellosis, enteritis nekrotikans, koksidiosis, mikotoksin, dan lainnya. 
 
Kejadian di atas mampu membuka pintu gerbang penyakit (port of entry) dan hal ini memudahkan penyakit penting lain lebih mudah menginfeksi. Hal ini sering terjadi di lapangan dan peternak merasakan sebagai peningkatan kepekaan ayam terhadap infeksi. Perlu disadari bahwa mekanisme kekebalan non spesifik yang bersifat “all round” memegang peran cukup signifikan dalam menolak infeksi apa saja. Kepedulian kita terhadap kesehatan kulit dan mukosa sangat membantu pada step awal penolakan infeksi (Gambar 1).
 
Gambar 1. Gambar skematik pertahanan pertama (kulit dan mukosa) beserta sel kebal yang berperan, jika agen penyakit bisa menembus barrier ini
 
Jika agen mampu menembus kulit dan mukosa, maka agen tersebut akan berhadapan dengan respon imun non spesifik berikutnya, yaitu makrofag dan heterofil (neutrophil, basophil dan eosinophil).  Tugas utama dari sel-sel ini adalah melakukan proses fagositosis (membunuh agen penyakit yang masuk, melalui proses fagositosis).
 
Fungsi Makrofag
Makrofag bukan saja berfungsi sebagai pembunuh agen penyakit yang masuk tetapi juga berperan sebagai “pengolah dan penyaji antigen”. Agen penyakit yang terfagositosis akan mengalami fraksinasi dan bagian-bagian agen penyakit akan ditampilkan di permukaan sel makrofag tersebut. Fungsi makrofag pada tahap ini dikenal dengan “antigen presenting cells” (APCs). Agen penyakit, demikian juga vaksin, terlebih dahulu diolah oleh makrofag (sel dendritik) agar sel Th (helper) mampu merespon potongan antigen tersebut dan mengirimkan signal (sitokin) kepada sel B agar siap memproduksi antibodi sesuai dengan epitope antigen agen penyakit tersebut. Sel B akan matang (disebut dengan sel plasma) dan memproduksi antibodi secara optimal (Gambar 2).
 
Jadi, jika makrofag tidak bugar (pada ayam yang lesu, kurang sehat) maka respon terhadap vaksin dalam membentuk antibodi tidak optimal, tinggi titer tidak merata karena kebugaran ayam dalam populasi tersebut tidak sama. Keseragaman titer antibodi dapat digunakan sebagai indikator apakah kebugaran ayam dalam satu populasi itu seragam atau tidak. Jika kesehatan ayam dalam populasi itu tidak sama maka akan terjadi variasi nilai titer (titer antibodi tidak seragam).
  
Imunosupresan
Imunosupresan adalah segala sesuatu yang melemahkan kerja sistem imun, bisa mempengaruhi kerja sel-sel makrofag/sel dendritik, sel limfosit (T dan B), misalnya mikotoksin (afla toksin), berpengaruh buruk terhadap kerja sel limfoid, yakni menurunkan vitalitas sel, juga mengganggu sintesa protein di berbagai sel tubuh terutama yang bersifat meristematik (sel hati, sel gonad, dll). Stres juga kondisi yang menekan respon imun, misalnya stres akibat pertumbuhan dan produksi yang tinggi, akibat pengangkutan, potong paruh, penimbangan, seleksi, vaksinasi, suhu panas atau dingin, kebisingan, dan lainnya. Saat stres ayam memproduksi hormone glukokortikoid yang menghambat komunikasi antar sel (mengganggu kerja sitokin) sehingga pembentukan antibodi tidak optimal 
 
Imunostimulan
Berdasarkan informasi di atas, alangkah pentingnya membuat ayam dalam kondisi nyaman agar respon imun dan proses fisiologis lainnya dapat berlangsung dengan baik. Secara khusus pemberian imunostimulan seperti vitamin C, vitamin E, dan Se (juga berfungsi sebagai antioksidan), meniran, propolis, curcumin dan senyawa antioksidan lain untuk ayam modern yang tumbuh cepat dan berproduksi tinggi sangat dibutuhkan. 
 
 
Kesimpulan
Kekebalan non spesifik sangat penting dan tidak boleh diabaikan. Berperan di tahap awal penolakan penyakit dan bersifat all round, serta memegang peran penting dalam pengolahan antigen (baik infeksi alam maupun vaksin) agar terbentuk titer antibodi spesifik yang optimal. Antisipasi terhadap stres, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik perlu mendapat perhatian dengan pemberian vitamin C, vitamin E, dan Se serta senyawa antioksidan lainnya. TROBOS
 
 
Guru Besar Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis
IPB University
 

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain