Menuntut keterbukaan informasi antar stakeholder guna mencegah wabah PMK pada babi supaya tidak lagi terjadi kecolongan seperti wabah ASF
Peternak berharap wabah PMK (penyakit mulut dan kuku) yang sedang terjadi saat ini tidak menyerang ternak babi mengingat wabah ASF (African Swine Fever) yang berlangsung sejak 2019 telah banyak menimbulkan kerugian. Peternak menginginkan akan ada sinergitas pemerintah bahkan masyarakat adat guna bersungguh-sungguh mengantisipasi wabah PMK.
Peternak Babi di Bali, Ketut Hari Suyasa berpendapat, pemerintah sebaiknya bekerjasama dengan desa adat supaya informasi dan edukasi mengenai wabah PMK dapat tersampaikan dan dilaksanakan dengan baik meskipun sampai saat ini PMK belum masuk ke Bali. Kendati demikian, kesadaran masyarakat terhadap wabah ini perlu ditingkatkan. “Apalagi, akhir tahun ini akan ada G20 di Bali. Sehingga Bali akan menjadi sorotan dunia jika PMK masuk ke Bali,” ucap Ketua GUPBI (Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia) Bali ini pada webinar nasional yang digagas oleh AMI (Asosiasi Monogastrik Indonesia) melalui aplikasi zoom dan kanal Youtube pada Jumat (27/5).
Pada webinar yang disiapkan TComm (TROBOS Communication), disiarkan secara langsung di kanal Youtube Agristream TV, dan Majalah TROBOS Livestock sebagai media partner ini, Parsaoran Silalahi, menyampaikan perlunya sosialisasi dan edukasi terkait wabah PMK supaya lebih masif lagi. Utamanya, kepada peternak yang berada di Sumut yang berlokasi di pedalaman agar informasi yang didapatkan bisa diakses dan dikerjakan sesuai dengan informasi tersebut. “Sebaiknya pemerintah mengajak pihak kampus guna berkolaborasi menyampaikan informasi seputar wabah PMK baik itu gejalanya, pencegahan, maupun pengobatnya,” sebutnya.
Pada acara yang disponsori oleh PT Ganeeta Formula Nusantara; PT Sinta Prima Feedmill; PT Medion Farma Jaya; dan PT Gold Coin Indonesia ini, Parsaoran menginformasikan, saat ini di Sumut tengah menunggu hasil sampel dari laboratorium akibat terdapat babi yang diduga terjangkit PMK. Tentunya, ini menjadi perhatian bersama apabila hasilnya positif terindikasi PMK. “Kami berdoa, supaya hasilnya negatif karena apabila positif, peternak babi di Sumut akan mengalami gulung tikar berkali-kali,” ucapnya.
Sementara itu, peternak babi di Solo Jawa Tengah Rudi Wijaya mengutarakan kepada pemerintah apabila terjadi lockdown, jangan dilakukan secara mendadak. Karena akan menimbulkan kerugian bahkan ternak yang telah memiliki Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) akan mengalami stres apabila dikembalikan ke kandang lagi. Sehingga perlu sosialisasi jauh-jauh hari agar peternak dapat mengatur perputaran uang (cash flow) juga bagi horeka (hotel, restoran, dan katering) bisa menghitung jumlah stok daging yang tersedia,” tutur Ketua AMI Jawa Tengah (Jateng) ini.
Pria yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal AMI ini menegaskan agar pemerintah terus memperketat lalu lintas ternak yang masuk dari luar Jateng. “Seperti di salah satu kabupaten di Jateng yakni truk pengangkut babi, bongkar muatannya di pos hewan. Artinya babi yang dari kandang dikirim ke pos hewan, adapun babi dari luar Jateng juga melalui pos hewan terlebih dahulu. Bahkan, sistem jual belinya tidak datang ke tempat secara langsung namun dalam bentuk video dan foto untuk dikirim ke pembeli. Kalau sudah terjadi kesepakatan baru ditimbang,” urainya.
Bagi Gilbert Wantalangi, peternak babi di Sulawesi Utara (Sulut) mengutarakan agar mempercepat proses vaksinasi supaya wabah ini cepat selesai meskipun sampai saat ini PMK belum ditemukan di Sulawesi, dikarenakan ternak babi merupakan salah satu sumber protein hewani juga termasuk ke dalam ekonomi kerakyatan. “Jika vaksin akan diproduksi sendiri di dalam negeri maka biaya yang dikeluarkan akan lebih murah,” ucap Gilbert yang juga didapuk sebagi Ketua AMI Sulut.
Perketat Biosekuriti dan Lalu Lintas
Meskipun kasus PMK belum ditemukan pada ternak babi di Tanah Air, namun peternak dihimbau untuk tetap waspada sekaligus meningkatkan biosekuriti 3 zona. “Semisal babi terkena PMK maka mortalitas anak babi yang sedang menyusui (sucling) bisa mencapai 30 – 100 %, walaupun pada babi dewasa hanya 1 – 5 %,” terang Ketua Umum AMI, Sauland Sinaga.
Babi yang terinfeksi PMK diketahui paling banyak melalui rute oral, namun tidak menjadi carrier. Kendati demikian, belajar dari kasus outbreak PMK di Inggris pada 2001 yang hanya kurun waktu 14 hari. Kasus ini telah memberikan dampak terhadap pendapatan usaha yang terlibat dengan usaha ternak, hote,l dan restoran, pertanian, perdagangan, industri manufaktur, transportasi, jasa dan pelayan, bisnis finansial, serta konstruksi. “Upaya yang dilakukan pemerintah Inggris yakni dengan memusnahkan 4,2 juta ekor sehingga kerugian di sektor pertanian kala itu sebesar Rp 47 triliun, adapun Rp 37,9 triliun diberikan kepada peternak sebagai kompensasi terhadap biaya pemusnahan ternak,” jabarnya.
Sementara meskipun belum ada laporan kasus PMK di Tanah Air, potensi kerugian bila terjadi wabah PMK di Indonesia bisa diperkirakan mencapai Rp 6,3 triliun. “Pemerintah sebaiknya memperketat lalu lintas ternak antar wilayah dan zona. Sambil secepatnya menemukan vaksin yang tepat sesuai dengan serotipe virus PMK di Indonesia,” saran Sauland.
Akibat yang bisa ditimbulkan dari PMK di ternak babi yakni dilarangnya ekspor ke luar negeri sehingga ini memberikan dampak kerugian ekonomi yang luar biasa besar. Saat ini pun ekspor babi juga masih terkendala akibat wabah ASF. “Sehingga jangan sampai wabah PMK merasuki babi di tanah air,” ungkap Yohanes Simarmata, Anggota Dewan Pakar Bidang Kesehatan Hewan AMI.
Menurutnya, guna mengantisipasi wabah PMK saat ini ialah dengan penerapan biosekuiriti yang ketat. Di sisi lain, keterbukaan informasi antar stakeholder terkait bahkan peternak itu sendiri juga bagian yang tak terpisahkan guna mengantisipasi wabah PMK pada babi. “Jika ditemukan ada kematian massal pada babi, mohon untuk segera berkoordinasi dengan petugas setempat. Sehingga tidak terjadi kecolongan lagi seperti wabah ASF akibat kurangnya berbagi informasi antar peternak,” ungkapnya.
Selengkapnya baca di majalah TROBOS Livestock Edisi 273/Juni 2022