Rabu, 1 Juni 2022

Fatwa MUI tentang Kurban di Tengah PMK

Jakarta (TROBOS). Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku. Fatwa yang ditetapkan di Jakarta dan ditandatangani oleh Komisi Fatwa MUI pada 31 Mei 2022 ini dikeluarkan berdasarkan pertimbangan perlu menetapkan fatwa tentang hukum dan pedoman pelaksanaan ibadah kurban saat kondisi wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) sebagai pedoman bagi pemerintah, umat Islam, dan pihak-pihak lain yang memerlukannya.
 
Dalam fatwa ini salah satunya menjelaskan tentang hukum berkurban dengan hewan yang terkena PMK. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya hukumnya sah dijadikan hewan kurban. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang/tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban.
 
Selain itu, hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK dalam rentang  waktu yang dibolehkan kurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah), maka hewan ternak tersebut sah dijadikan hewan kurban. Juga hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK setelah lewat rentang waktu yang dibolehkan berkurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah), maka sembelihan hewan tersebut dianggap sedekah bukan hewan kurban. Adapun pelobangan pada telinga hewan dengan ear tag atau pemberian cap pada tubuhnya sebagai tanda hewan sudah divaksin atau sebagai identitasnya, tidak menghalangi keabsahan hewan kurban.
 
Guna mencegah peredaran wabah PMK, fatwa ini juga menegaskan, umat Islam yang akan berkurban  dan penjual hewan kurban wajib memastikan hewan yang akan dijadikan hewan kurban memenuhi syarat sah, khususnya dari sisi kesehatan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Umat Islam yang melaksanakan kurban tidak harus menyembelih sendiri dari/atau menyaksikan langsung proses penyembelihan.
 
Umat Islam yang menjadi panitia kurban bersama dengan tenaga kesehatan perlu mengawasi kondisi kesehatan hewan dan proses pemotongan serta penanganan daging, jeroan, dan limbah. Dalam hal terdapat pembatasan pergerakan ternak dari daerah wabah PMK ke daerah lain yang menyebabkan kurangnya stok, maka umat Islam yang hendak berkurban dapat berkurban di daerah sentra ternak baik secara langsung maupun tidak langsung dengan mewakilkan (tawkil) kepada orang lain. Atau berkurban melalui lembaga sosial keagamaan yang menyelenggarakan program pemotongan hewan kurban dari sentra ternak. yopi
 

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain