Foto:
Sejatinya, peristiwa ledakan ka-
sus penyakit infeksius pada ayam
modern di lapangan tidaklah ter-
jadi secara tiba-tiba alias ada proses
tertentu, karena komponen-komponen
tatalaksana pemeliharaan dan atau mileu
(lingkungan dan perlakuan terhadap
ayam) ternyata memegang peranan kunci
dalam kemunculan suatu kasus penyakit
di lapangan. Dalam tulisan ini akan diba-
has pemahaman secara rinci keterkaitan
efek saling melengkapi program bio-
sekuriti dan vaksinasi suatu flok ayam di
lapangan.
Sejak dipasarkannya vaksin aktif
mareks (cell-free HVT strain) dan preparat
koksidiostat monensin dari golongan ion-
ofor untuk pertama kalinya pada 1970-an,
industri perunggasan universal menggeliat
secara spektakuler. Bayangkan, dalam ku-
run waktu lima dekade saja, populasi ung-
gas secara global meningkat lebih dari se-
puluh kali lipat. Kondisi industri seperti ini
tentu saja ditopang oleh perbaikan genetik
ayam melalui “genomic selection” dan ka-
win silang (crossed breeds), pengembangan
teknologi pakan yang disesuaikan dengan
potensi genetik ayam itu sendiri (nutrige-
nomic), inovasi dalam tatalaksana peme-
liharaan dan perkandangan (closed house
system) serta pengembangan teknologi
sediaan vaksin termasuk teknologi aplikasi
vaksin.
Disisi lain, fenomena proses pemana-
san global (global warming) terus terjadi
dengan kecepatan yang seolah tak ter-
bendung (FAO Roma, 2016). Kondisi lapang-
an yang evolutif dari pemanasan global
mengakibatkan ayam semakin sulit untuk
mendapatkan “zone of thermal neutrality”
alias ayam tidak nyaman dan tentu saja
ekspresi fenotifnya jauh dari harapan dan
ayam selalu dalam kondisi stres. Dalam
kondisi ini tingkat kepekaan terhadap pato-
gen jelas akan meningkat.
Selanjutnya, akibat adanya tekanan
dari program medikasi dan program vak-
sinasi dalam industri perungggasan mo-
dern, maka terjadinya reaksi resistensi dan
atau mutasi patogen lapangan seolah tak
terelakkan. Tegasnya, dinamika tatalaksa-
na kontrol penyakit dan patogen lapangan
mempunyai saling keterkaitan dan saling
berpengaruh (vice-versa) untuk jangka
waktu tertentu. Oleh sebab itu, dibutuhkan
jurus jitu dengan pendekatan multi-faktor
dalam menghadapi situasi seperti ini.
Di lapangan, seorang praktisi perung-
gasan berhadapan dengan suatu populasi
ayam tertentu, bukanlah secara individual
ayam. Oleh sebab itu, faktor-faktor yang
digunakan dalam mendeteksi, menganali-
sa serta pengambilan keputusan tindakan
yang akan diambil tentu juga berada dalam
koridor kecenderungan (trend) dari fak-
tor-faktor yang ada dalam populasi ayam
tersebut. Terkait dengan ini, ada tiga faktor
sangat mendasar yang menentukan kondisi
ayam alias daya tahan flok (flock immuni-
ty) yang harus diperhatikan, yaitu: status
umum populasi dan status imunitas ter-
hadap patogen tertentu serta kepadatan
patogen lapangan beberapa saat sebelum
terjadi ledakan kasus. Tulisan ini hanya ter-
fokus pada status imunitas (berhubungan
dengan program vaksinasi) dan kepadatan
patogen lapangan (berhubungan dengan
biosekuriti).
Status Imunitas
Status imunitas (immunity status) flok
merupakan salah satu faktor penting dalam
terjadinya suatu kasus infeksius lapangan.
Mencermati status imunitas suatu populasi
ayam atas aplikasi program vaksinasi yang
diberikan, maka perlu mempertimbangkan atau bahkan terus menerus mengevaluasi
ketiga hal berikut, yaitu :
1. Potency (potensi): yang mengin-
dikasikan sampai seberapa tinggi
level titer antibodi protektif rata-ra-
ta dalam suatu flok ayam yang ada
dengan menggunakan program
vaksinasi tertentu. Potensi suatu
program vaksinasi yang sama se-
ringkali memberikan variasi yang
nyata dari suatu tempat dengan
tempat lain. Hal ini lebih disebab-
kan oleh kekuatan tantangan (cha-
llenge) agen penyebab penyakit
lapangan yang sangat tergantung
pada kondisi-kondisi setempat.
Dengan demikian, level antibodi
protektif pada masing-masing tem-
pat akan bervariasi sesuai dengan
program vaksinasi yang dibuat serta
kondisi tantangan lapangan yang
ada.
2. Uniformity (keseragaman titer
antibodi): yang mengindikasikan
keseragaman hasil alias respon
ayam atas program vaksinasi yang
Gambar 2: Kondisi kandang yang pengap dan kotor adalah kondisi yang sangat
ideal bagi patogen untuk bertahan hidup di sekitar ayam. Akibatnya prevalensi
kasus penyakit infeksius akan sangat tinggi karena total inokulum dan pening-
katan keganasan patogen akan terjadi dengan sangat signifikan.
Gambar 3: Penanganan pakan (feed handling) yang salah dapat mengakibat-
kan kandungan nutrisi dalam pakan turun dan terbentuknya mikotoksin. Akibat-
nya kondisi umum ayam (host) akan menurun dan mudah terserang penyakit
(kondisi imunosupresi).
DOK. TONI UNANDAR
DOK. TONI UNANDAR
diberikan pada level antibodi yang
protektif sesuai dengan kondisi tan-
tangan virus setempat. Jika kese-
ragaman titer yang diperoleh buruk
karena sesuatu dan lain hal, maka
patogen ganas lapangan mempu-
nyai “pijakan” awal untuk memper-
banyak diri dalam populasi ayam
yang ada. Dengan perkataan lain,
ayam dengan titer antibodi yang
rendah kelak dapat menjadi “seed-
er birds” atau “amplifier birds” dan
bertindak sebagai sumber kontami-
nan patogen ganas lapangan dalam
populasi ayam yang ada. Selain ter-
gantung pada respon ayam dalam
populasi (misalnya: apakah ada
faktor imunosupresi), keseragaman
titer hasil vaksinasi juga tergantung
pada kualitas aplikasi vaksin dan
atau kualitas tantangan patogen
lapangan.
3. Persistency (kesinambungan titer
antibodi): yang menggambarkan
stabilitas level titer antibodi protek-
tif dalam suatu populasi ayam dari
waktu ke waktu. Hal ini sebenarnya
sangat penting mengingat bebera-
pa patogen lapangan bersifat “air-
borne disease” (misalnya AI, IB atau
ND) yang dalam kondisi lapangan
sebenarnya kedatangannya tidak
bisa diduga. Untuk memperoleh
kondisi ini secara optimal, maka
satu-satunya cara adalah dengan
meningkatkan frekuensi pemberian
program vaksinasi dengan meng-
gunakan vaksin killed dan atau
penggunaan vectored vaccine yang
menggunakan virus mareks sebagai
virus pembawa material genetik vi-
rus donor.
Di lapangan, stabilitas status imunitas
pada flok ayam yang ada seringkali tergang-
gu oleh adanya kondisi-kondisi imunosu-
presi yang subkronis/kronis yang kadang-
kala tidak dapat dihindarkan. Untuk ini, mo-
nitoring status imunitas terhadap patogen
lapangan dalam flok ayam yang ada secara
rutin sangatlah dianjurkan, paling sedikit
setiap 4 minggu sekali sampai diperoleh baseline titer terhadap patogen tertentu
dengan program vaksinasi serta kualitas
tantangan patogen lapangan tertentu.
Kepadatan Patogen
(Total Inokulum)
Seiring dengan berkembangnya pe-
ngetahuan di bidang biologi molekuler,
maka dalam tubuh satu individu ayam
ataupun dalam suatu flok ayam asal mua-
sal keberadaan patogen di jaringan tubuh
tertentu sudah bisa ditelisik secara gam-
blang, apakah patogen tersebut berasal
dari lapangan ataupun dari vaksin aktif
yang digunakan. Perkembangan lanjut dari
penemuan inilah yang dapat menjelaskan
beberapa fenomena lapangan yang sela-
ma ini belum terjawab, misalnya mengapa
imunitas flok atas program vaksinasi yang
ada pada suatu populasi ayam dengan uji
tantang, hasil pengamatan dengan fasilitas
laboratorium bisa saja tidak selaras dengan
menggunakan fasilitas kandang komersial
lapangan. Hal ini tentu saja ada hubungan
dengan status “pathogen/viral shedding”
dari populasi ayam yang sudah mempunyai
status kekebalan yang selama ini dianggap
prima dan atau kepadatan patogen yang
ada di fasilitas komersial lapangan. Secara
ilmiah, juga sudah diketahui bahwa “patho-
gen/viral shedding” akan terjadi lebih pro-
gresif dalam kondisi lapangan dibanding-
kan dengan dalam fasilitas laboratorium;
karena dalam fasilitas komersial lapangan,
densitas ayam sangat tinggi dan ayam se-
lalu dalam terpaan stres yang bertubi-tubi (Davidson, 2006). Untuk mencegah efek in-
terferensi virus vaksin antar kandang/flok,
dimana pada setiap pemberian vaksin ak-
tif (live/live-attenuated vaccine) pasti akan
terjadi “shedding”, maka sangat disarankan
untuk meningkatkan program biosekuriti di
dalam dan di sekitar kandang dalam bentuk
sanitasi dan disinfeksi secara rutin dan ter-
jadwal.
Terkait dengan kepadatan patogen
dalam suatu populasi ayam, baik hasil “vi-
ral shedding” dari suatu vaksinasi dengan
vaksin aktif maupun patogen dari lapang-
an, maka dari kacamata seorang praktisi
lapangan sangatlah mudah juga untuk
menghubungkan hasil penelitian ilmiah
yang sudah dipublikasi tersebut di atas de-
ngan fenomena-fenomena lapangan ketika
menganalisa hasil uji serologis suatu flok
ayam. Tegasnya, titer antibodi yang dibaca
dari suatu pemeriksaan serologi labora-
toris sebenarnya merupakan suatu fungsi
aditif (penjumlahan) dari beberapa kondisi
lapangan, maka coba perhatikan rumus di
bawah ini : Pengetahuan adanya kepadatan pato-
gen (total inokulum) dalam suatu populasi
ayam di lapangan mungkin akan menjadi
jelas pada contoh kasus ND yang selalu berulang di lapangan dan kadangkala ter-
kesan samar. Kejadian-kejadian ledakan
kasus ND akhir-akhir ini sebenarnya bukan
merupakan suatu kejadian yang mengejut-
kan, karena selalu mempunyai urutan ke-
jadian ataupun fase-fase manifestasi yang
sekilas hampir sama, yaitu :
a. Diawali dengan fase invasi dini virus
ND lapangan ke dalam flok ayam
yang ada melalui beberapa ekor
ayam yang titer antibodinya ber-
ada pada level marginal (fase infek-
si awal dalam populasi) dan atau
ayam yang status umumnya buruk.
Fenomena ini sebenarnya merupa-
kan fenomena normal mekanisme
infeksi dari sudut pandang secara
epidemiologis dalam populasi ayam
tertentu.Hal inilah yang sebenarnya
dapat menerangkan mengapa titer
antibodi terhadap ND pada ayam
dalam populasi tertentu tiba-tiba
pecah tanpa ada manifestasi geja-
la klinis ND di lapangan yang jelas
dengan gangguan performa yang kadangkala juga tidak begitu jelas.
Fase ini biasanya berlangsung sa-
ngat singkat, umumnya berjalan ti-
dak lebih dari 2 minggu, tergantung pada kondisi-kondisi lapangan yang
ada, sehingga sangat sulit untuk
dideteksi, apalagi peternakan yang
bersangkutan tidak atau belum
mempunyai data base-line titre.
b. Fase selanjutnya adalah fase infek-
si subkronis/kronis pada populasi
ayam yang ada akibat meningkat-
nya konsentrasi virus ND ganas
lapangan dari hasil viral shedding manifestasi persentase produksi
telur harian (% HD) yang berfluk-
tuatif secara tidak normal dengan
kisaran turun naik tidak lebih dari
3 %. Kadangkala, pada fase ini su-
dah mulai tampak adanya beberapa
ekor ayam yang menunjukkan ge-
jala syaraf (misalnya kelumpuhan,
tremor, ataupun tortikolis) secara
sporadik dan intermittent. Dalam gejala klinis yang tampak umumnya
kematian tinggi secara tiba-tiba
yang juga kadangkala disertai den-
gan gejala-gejala syaraf. Dalam
beberapa kasus lapangan, gejala
syaraf bisa tidak muncul sama se-
kali, sehingga beberapa peternak
berspekulasi adanya kasus AI ben-
tuk baru. ayam yang terinfeksi lebih dahulu
(artinya : densitas virus ND ganas
lapangan terus meningkat yang se-
lanjutnya akan menentukan total
inokulum). Pada fase ini umumnya
terjadi subklinis tapi ditemukan
titer antibodi dari populasi ayam
yang ada bergeser menuju level
yang lebih tinggi atau bahkan sa-
ngat tinggi dengan keseragaman
titer yang tinggi pula (titer di atas 210
dan keseragaman titer di atas 80 %).
Sampai titik tertentu pada fase ini,
umumnya secara samar-samar ge-
jala klinis sudah tampak, misalnya
adanya gangguan pernapasan ri-
ngan yang tidak spesifik, gangguan
kualitas kerabang telur, gangguan
pigmentasi kerabang telur, gang-
guan pada berat telur atau bahkan
manifestasi persentase produksi
telur harian (% HD) yang berfluk-
tuatif secara tidak normal dengan
kisaran turun naik tidak lebih dari
3 %. Kadangkala, pada fase ini su-
dah mulai tampak adanya beberapa
ekor ayam yang menunjukkan ge-
jala syaraf (misalnya kelumpuhan,
tremor, ataupun tortikolis) secara
sporadik dan intermittent. Dalam
beberapa ledakan kasus ND lapang-
an, sampai dengan tahapan ini,
umumnya tidak terdeteksi dengan
baik atau bahkan dianggap sepele
oleh para praktisi lapangan sehing-
ga pada suatu saat kejadian ledakan
kasus seolah-olah sangat mengejut-
kan, suatu kejadian yang luar biasa !
c. Fase akhir biasanya ditandai de-
ngan adanya manifestasi gejala
klinis yang jelas yaitu penurunan
produksi telur yang sangat signifi-
kan dan variatif yang kadangkala
disertai dengan adanya ayam yang
menunjukkan gejala syaraf seperti
tortikolis, lumpuh ataupun tremor
(pada ayam petelur atau ayam bibit
produksi); sedangkan pada ayam
pullet (ayam petelur siap produksi)
ataupun broiler (ayam pedaging),
gejala klinis yang tampak umumnya
kematian tinggi secara tiba-tiba
yang juga kadangkala disertai den-
gan gejala-gejala syaraf. Dalam
beberapa kasus lapangan, gejala
syaraf bisa tidak muncul sama se-
kali, sehingga beberapa peternak
berspekulasi adanya kasus AI ben-
tuk baru.
Jadi sudah sangat jelas, kontrol penya-
kit viral seperti ND atau IB tidak dapat hanya
dengan mengandalkan vaksin dengan pro-
gram vaksinasi tertentu saja, tetapi juga
harus dilengkapi dengan implementasi
program-program biosekuriti yang terjad-
wal dan konsisten. Semakin banyak umur
ayam (multi-age system) dan semakin padat
populasi ayam dalam kandang atau farm,
maka efek kombinasi biosekuriti dan vaksi-
nasi akan semakin signifikan dalam kontrol
penyakit viral yang bersifat airborne.
Selanjutnya, pada perkembangan
teknologi pembuatan vaksin dalam satu
dekade terakhir, para ahli vaksinologi su-
dah berhasil menemukan sediaan vaksin
aktif yang tidak saja mampu menggertak
respon kekebalan yang baik, tetapi juga
bisa menahan laju viral shedding di lapang-
an.lTROBOS