Foto:
Saat mendengar kata “belatung” umumnya terbayang rasa jijik, geli, kotor, dan bau. Padahal tidak semua belatung itu kotor dan berbau, salah satu contohnya adalah belatung dari Black Soldier Fly (BSF). Belatung merupakan fase larva dari lalat, sedangakan istilah maggot di Indonesia umumnya digunakan untuk penyebutan fase larva dari lalat buah jenis BSF. Maggot dapat diproduksi dengan cepat dan mudah serta dapat dipanen sendiri (self-harvesting).
Daya adaptasi maggot sangat baik terhadap lingkungan iklim tropis. Keunggulan lain dari larva BSF (maggot) yakni berfungsi sebagai agen bio-remediasi dan bio konversi dalam konteks kemampuannya menguraikan limbah-limbah organik. Peningkatan produksi limbah rumah tangga saat ini dipengaruhi perilaku masyarakat, dimana laju produksi limbah dan pengolahannya tidak seimbang. Upaya menyikapi permasalahan limbah (organik) di lingkungan salah satunya dengan sistem pengolahan yang memanfaatkan organisme hidup seperti maggot. Jenis media maggot supaya tumbuh optimum pada limbah organik seperti limbah pasar, limbah rumah tangga, limbah restoran, hasil samping agroindustri, dengan nilai 1 kg maggot dapat mengonversi 3-4 kg limbah organik.
Limbah organik merupakan penyumbang tertinggi dari total produksi limbah. Indonesia menghasilkan limbah organik dengan jumlah 39,5 juta ton per tahun. Jika diasumsikan jumlah limbah organik yang dapat dimanfaatkan sebagai media tumbuh maggot sebesar 25 %, maka dapat dihasilkan maggot segar sebanyak 3,02 juta ton atau sekitar 1 juta ton kering. Produksi ini dapat mensubtitusi tepung daging dan tulang (MBM) yang 100 % diperoleh secara impor dengan kebutuhan mencapai 1 juta ton per tahun dalam pakan unggas, ikan, dan babi.
Gambar 1. Pemanfaatan limbah organik sebagai media tumbuh maggot
Manipulasi Nutrien Maggot
Komposisi nutrien tepung maggot sangat tergantung dari komposisi nutrien media tumbuhnya. Semakin tinggi nutrien media yang dipakai, maka semakin tinggi pula nutrien maggot yang dihasilkan (Gambar 2).
Salah satu kajian menunjukkan bahwa media tumbuh yang mengandung protein kasar 19,51 % dan 14,67 % menghasilkan maggot dengan kandungan protein masing-masing 42,98 % dan 26,34 %. Kajian lain mengenai manipulasi nutrien maggot dilakukan dengan membandingkan media berprotein tinggi, moderate, dan rendah. Pemberian media dengan kualitas yang baik menghasilkan maggot yang baik (Gambar 2).
Uji coba media dengan kadar protein dari tinggi ke rendah menghasilkan maggot dengan kandungan protein kasar secara berturut-turut 50,3 %, 44,93 %, dan 34,07 % untuk maggot yang diberi media berprotein tinggi, moderate, dan rendah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa terdapat korelasi positif antara kualitas nutrien media yang digunakan dengan kualitas nutrien maggot yang dihasilkan. Kondisi ini ke depan dapat digunakan untuk memanipulasi nutrien fungsional dari maggot itu sendiri seperti lemak fungsional dan peptida aktif. Dimasa yang akan datang metode manipulasi media ini juga dapat dipakai menjadi promotor produk feed additif yang dihasilkan dari budidaya maggot.
Keterangan : P0 = substrat kontrol limbah sayuran; P1 = protein tingi; P2= protein moderate; P3=protein rendah
Gambar 2. Kualitas nutrien substrat dan maggot masing-masing perlakuan
Kualitas Maggot vs MBM
Berbagai uji coba telah dilakukan untuk mengoptimalkan kualitas dan potensi maggot sebagai bahan pakan alternatif MBM (meat bone meal) dalam ransum unggas. Hasil uji proksimat menunjukkan bahwa deffated maggot memiliki kandungan protein kasar dan asam amino yang setara dengan protein kasar dan asam amino MBM (Tabel 1).
Tabel 1 Kandungan nutrien tepung maggot, defatted maggot dan MBM (%BK)
Kandungan Nutrien (%) Tepung Maggot Tepung defatted Maggot MBM
Kadar air 4,02 3.56 6,27
Abu 12.31 13.02 35,80
Protein Kasar 44.50 53.43 47,35
Lemak Kasar 32.83 3.61 5,49
Serat Kasar 6.90 8.13 1,04
Sumber : Nahrowi (2022)
Chemical score (CS) dan essensial amino acid index (EAAI) defatted maggot lebih baik dari maggot kontrol dan setara dengan CS dan EAAI MBM.
Gambar 3. Kandungan asam amino tepung maggot, defatted maggot dan MBM
Sumber : *Nahrowi (2019); **Zuprizal et al. (2001).
Dilihat dari sifat fisik, defatted maggot juga tak kalah dengan MBM. Perbedaan warna antara maggot, defatted maggot dan MBM disajikan pada Gambar 4. Warna defatted maggot lebih cerah dibandingkan dengan maggot kontrol dan MBM. Begitu pun dengan tekstur dari defatted maggot lebih halus dibandingkan maggot kontrol dan MBM.
(a) (b) ©
Gambar 4 Warna (a) Tepung maggot; (b) defatted maggot; (c) MBM
Tabel 2. Sifat fisik maggot kontrol dan defatted maggot
Perlakuan Berat jenis (kg/L) Kerapatan tumpukan (g/L) KPT (g/L) Sudut tumpukan (o) Kelarutan pH
Maggot kontrol 1.25 ± 0.09 0.36 ± 0.00 0.63 ± 0.00 24.82 ± 1.38 7.54 ± 0.66 6.69 ± 0.42
Defatted maggot 1.41 ± 0.19 0.43 ± 0.01 0.61 ± 0.02 15.64 ± 1.56 7.37 ± 0.78 6.56 ± 0.29
Sumber : Nahrowi 2022
Lebih jauh sifat fisik defatted maggot seperti berat jenis, dan kerapatan lebih tinggi dibandingkan dengan maggot kontrol, tetapi sebaliknya sudut tumpukan defatted maggot lebih rendah dibandingkan dengan sudut tumpukan maggot kontrol. Baik maggot kontrol dan defatted maggot mempunyai kelarutan dan pH yang hampir sama, yaitu mendekati pH normal (Tabel 2).
Selain pengujian kandungan kimia dan kualitas fisik, dilakukan juga pengujian penggunaan langsung pada ternak. Hal itu bertujuan untuk pemutakhiran subtitusi bahan pakan tersebut.
Tabel 3. Nilai kecernaan dan retensi nitrogen ransum mengandung maggot, defatted maggot dan MBM
Parameter Maggot kontrol 5 % Defatted maggot 5 % Meat Bone Meal 5 %
Kecernaan Protein (%) 77,29 ± 9,38 77,47 ± 7,65 77,19 ± 9,32
Retensi N (%) 87,58 ± 8,09 90,61 ± 3,89 89,67 ± 6,64
Sumber : Nahrowi 2022
Hasil uji kecernaan dan retensi nitrogen maggot kontrol, defatted maggot dan MBM menunjukkan bahwa ketiga sampel memiliki nilai kecernaan protein dan retensi nitrogen yang tergolong tinggi yaitu sekitar 77 % dan 87-90 % berturut turut untuk kecernaan protein dan retensi nitrogen. Retensi nitrogen untuk defatted maggot relatif sama dengan MBM, namun retensi nitrogen maggot kontrol sedikit lebih rendah dari MBM. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas protein defatted maggot lebih baik dibandingkan maggot kontrol dan setara dengan kualitas MBM.
Retensi nitrogen yang tinggi pada produk defatted maggot di atas didukung oleh hasil penelitian in vivo menggunakan ayam IPB D1 (persilangan ayam lokal dan ras) yang diberi ransum mengandung defatted maggot (Tabel 4). Konsumsi pakan ayam yang diberi ransum mengandung defatted maggot (P2) nyata lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi ayam yang diberi ransum mengandung maggot kontrol (P1) dan tidak nyata dengan ayam yang diberi ransum mengandung MBM (P0). Konsumsi yang lebih rendah untuk perlakuan P2 tidak membuat PBB ayam menurun, namun terlihat pada Tabel 4 bahwa semua perlakuan menghasilkan PBB ayam yang sama. Kondisi ini yang telah membuat FCR (Rasio Konversi Pakan) ayam yang mendapat perlakuan P2 lebih baik dibandingkan P0 dan P1.
Tabel 4. Performa ayam IPB D1 yang diberi ransum mengandung maggot selama 11 minggu penelitian
Parameter P0 P1 P2
Konsumsi pakan (g/ekor/77 hari) 3309.04±134.42B 3426.83±51.56A 3267.84±117.01B
BB (gr) 1032.57±40.53 1004.71±40.55 1057.77±64.99
PBB (gr) 1002.08±40.52 974.24±40.5 1027.33±64.9
FCR (konsumsi/PBB) 3.31±0.17A 3.5±0.16B 3.19±0.21A
Keterangan: P0: Ransum mengandung meat bone meal, P1: Ransum mengandung maggot kontrol, P2: Ransum mengandung defatted maggot; Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05). Sumber : Nahrowi 2022
Diversifikasi Maggot
Beberapa produk turunan dari maggot dapat dihasilkan dan dipakai sebagai bahan pakan dan feed additif untuk unggas dan ikan. Metode pemisahaan protein dan lemak secara fisik dan atau kimia akan dihasilkan lemak fungsional dan konsentrat protein. Sebanyak 280 g lemak kasar akan dihasilkan dari satu kg maggot kering. Maggot tinggi akan kandungan asam lemak laurat 40-46 % berperan sebagai agen antibakteri, oleat 15-17 % dapat menurunkan kandungan LDL dalam darah serta miristat 11-15 %.
Peningkatan kualitas maggot dengan upaya manipulasi dapat dihasilkan produk diversifikasi maggot seperti proses ekstraksi menghasilkan lemak fungsional dan tepung maggot protein tinggi, serta dalam proteinnya terdapat peptida aktif pembentuk imounoglobulin dan antibodi seperti asam glutamat, asam aspartat, dan histidin. Peptida aktif terdiri dari 4-99 asam amino yang berperan sebagai anti jamur, antivirus, antibakteri, immunomodulator, antikanker, dan antioksidan.
Peptida Antimikroba memiliki karakteristik molekul kecil (12-50 asam amino) yang mengandung muatan positif dan struktur amfipatik. Peptida Antimikroba memiliki aktivitas spektrum luas terhadap Gram-negatif dan Gram-positif, jamur, parasit eukariotik dan virus. Secara khusus, kekuatan utama peptida antimikroba adalah kemampuannya untuk membunuh bakteri yang resisten terhadap banyak obat. Kandungan peptida antimikroba lainnya dalam maggot seperti peptida kaya sistein membantu penghambatan bakteri gram-negatif dan khamir, polipeptida kaya glisin bekerja dalam penghambatan bakteri gram-negatif dan khamir, serta peptida kaya prolin bekerja dalam penghambat bakteri gram-negatif dan fungi serta probiotik. Kajian lebih jauh terkait peptida aktif dan probiotik dari maggot masih dalam penelitian.
Mekanisme peptida antimikroba dalam menghambat bakteri patogen dengan perusakan dinding sel, pengikatan nutrien dan mineral kemudian perusakan transkrip DNA dan penghambatan translasi RNA, penghambatan fungsi ribosom dalam sintesis protein, pemblokiran protein chaperone, penghambatan respirasi seluler dan induksi pembentukan ROS dan kerusakan integritas membran sel mitokondria serta kegagalan pembentukan ATP dan NADH.
Penggunaan peptida aktif dalam pakan terbukti dapat meningkatkan performa ternak. Peptida aktif dapat mengeliminasi bakteri patogen yang menutup dinding usus halus yang dapat memperluas bidang penyerapan sehingga penyerapan menjadi lebih banyak dan efisien serta meningkatkan performa pertumbuhan pada ternak.
Model Produksi Maggot
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana cara memproduksi tepung maggot sebanyak 1 juta ton per tahun, media apa yang cocok dipakai, dilakukan dalam basis seperti apa, industrialisasi atau kah masyarakat? Untuk menjawab persoalan tersebut TIM dosen divisi Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB melakukan aksi nyata kolaborasi dengan PT Biomagg Sinergi Internasional melalui program dosen pulang kampung yang mengaplikasikan model bisnis maggot dalam memenuhi kebutuhan industri pakan sebanyak 1 juta ton. Model yang dikembangkan berbasis pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan solusi lingkungan dan peningkatan ekonomi, dengan media tumbuh maggot dari limbah organik rumah tangga, limbah restoran, limbah sayur-mayur dan buah-buahan.
Masyarakat hanya melakukan pembesaran larva maggot selama 10-15 hari. Jika diasumsikan dalam sekali pembesaran masyarakat mendapatkan larva BSF sebanyak 60-100 g, diharapkan dalam sekali panen pembudidaya akan menerima pendapatan sebesar Rp 360.000 – 600.000. Apabila panen dilakukan setiap hari dalam sebulan pendapatan mencapai Rp 10.800.000 – 18.000.000. Pendapatan tersebut hasil dari penjualan maggot segar ±120-200 kg panen-1 x Rp 3.000.
Hasil panen berupa maggot segar dan residu media akan dibeli oleh offtaker yang sudah berkomitmen untuk mengolah menjadi tepung maggot dalam memenuhi kebutuhan industri pakan dan pupuk organik. Model bisnis pembesaran maggot seperti ini sama dengan model bisnis pembesaran broiler (ayam pedaging), hanya saja model ini mempunyai kelebihan di perputaran uang yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan perputaran uang pada bisnis broiler (2 minggu versus 4 minggu).
Penutup
Maggot berpotensi menjadi bahan pakan alternatif pengganti MBM dalam ransum unggas, dan turunan produk maggot seperti asam lemak fungsional, probiotik dan peptida aktif dapat dipakai sebagai alternatif AGP (antibiotic growth promoters).
Untuk menjamin ketersediaan maggot, model budidaya pembesaran maggot berbasis pemberdayaan masyarakat menggunakan media limbah organik rumah tangga, limbah restoran, limbah buah-buahan serta limbah sayur mayur pilihan merupakan model yang tepat diterapkan di Indonesia. Model bisnis maggot ini dapat menangani dua permasalahan sekaligus, yaitu masalah lingkungan dan ekonomi di suatu wilayah. Pengembangan jangka panjang terhadap kualitas dan model budidaya maggot berbasis masyarakat diyakini dapat memenuhi kebutuhan bahan pakan sumber protein hewani nasional dalam waktu yang cepat. TROBOS
Pakar Nutrisi dan Teknologi Pakan
IPB University