Peternak layer harus bisa melakukan konsolidasi, agar bisa bertahan. Dengan adanya integrasi horizontal diharapkan dapat membangun kekuatan peternak yang ada di seluruh Indonesia
Beternak ayam petelur (layer) telah menjadi salah satu mata pencaharian utama masyarakat Indonesia sejak lama. Melalui usaha budidaya ayam petelur tersebut, peternak dapat menyekolahkan anak-anaknya hingga sarjana, dengan harapan kelak anaknya akan meneruskan usaha kedua orang tuanya. Akhirnya, tak sedikit anak-anak dari peternak yang melanjutkan usaha dari orang tuanya, artinya usaha peternakan layer ini bisa turun dari generasi ke generasi.
Pada kesempatan Indolivestock Expo & Forum 2022, Ketua PPN (Pinsar Petelur Nasional) Lampung, Jenny Soelistiani merefleksi bagaimana perjalanan peternak petelur. “Kita tahu hari ini adalah perjalanan peternak petelur yang sudah setengah abad, yang dulu dimulai dari 1970-an. Kita pun tahu bahwa sejak awal merintis, peternak itu adalah peternak rakyat dan sampai dengan hari ini walaupun sekarang sudah berubah dengan berbagai wajah karena kemajuannya,” ungkapnya.
Menurut Jenny, keberadaan peternak petelur yang sudah puluhan tahun tersebut ternyata telah diteguhkan oleh pemerintah, bahwa untuk produksi telur ini porsi 98 % kesempatan diberikan untuk masyarakat. Ia menilai, mungkin karena keputusan tersebut maka peternak layer sampai hari ini tetap eksis walaupun mengalami berbagai macam cobaan.
“ Saat ini peternak layer makin terkonsolidasi dengan baik. Peternak layer pun kini sudah dipilah-pilah, sehingga inilah wajah peternak petelur Indonesia. Peternak layer skala mikro masih dicatat juga, artinya masih banyak sekali peternak kita yang skala mikro di bawah 1.000 ekor, yang tentu ini sangat berperan untuk masyarakat. Peternak skala kecil yaitu dengan kepemilikan ayam sebanyak 1.000 – 1.500 ekor, dan kelompok ini juga diperhatikan oleh pemerintah,” sebut dia.
Ia mengatakan saat peternak layer skala kecil mengalami keterpurukan, mereka mendapatkan bantuan jagung dari pemerintah dengan harga Rp 4.500 per kilogram (kg), sehingga daya hidupnya lebih baik. Kemudian peternak skala menengah, yakni peternakannya sudah berkembang dengan populasi sekitar 11.500 – 230.000 ekor. Ia pun menilai bahwa ini bukanlah perjalanan sehari atau dua hari saja, tetapi wajah peternak layer ini adalah sudah beralih dari generasi ke generasi.
Peternak yang tergabung dalam asosiasi dan koperasi layer bukan hanya generasi pertama, tetapi ada dari generasi kedua bahkan generasi ketiga. “Selama 50 tahun ini ternyata usaha beternak ayam petelur ini dikembangkan, diperjuangkan dan dilestarikan oleh peternak, bahkan diturunkan atau diwariskan. Pun dari dulu masyarakat tidak pernah ada yang antre membeli telur, artinya jika bicara produksi itu cukup, bahkan kemarin sempat terjadi over supply,” ungkapnya.
Berikutnya ada peternak skala besar, di mana populasinya sudah di atas 230.000 ekor yang secara undang-undang (UU) memang dimungkinkan ketika masa orde baru. Tetapi sekarang cukup memungkinkan, sebab kebutuhan pangan makin meningkat dan perusahaan makin berkembang.
“Peternak layer saat ini masih ada yang memelihara ayamnya secara tradisional. Sebagain besar dari mereka memilih tradisional, tetapi sudah berkembang menyerupai model beternak modern. Bahkan peternak layer sekarang banyak yang sudah menggunakan closed house (kandang tertutup). Ini merupakan bagian dari perkembangan yang harus disyukuri sebagai stakeholder, sebab bisa turut update dan mengikuti perkembangan teknologi,” tutur Jenny.
Dinamika Pakan di Layer
Menurut Jenny, peternakan layer ini sudah inklusif sehingga tentu akan menjadi masalah dan akan selalu bermasalah. Masalah utamanya adalah pakan. Infrastruktur layer ini tergantung oleh adanya pakan, di mana ketika harga pakan melonjak, terjadi krisis pakan dan pasti infrastruktur layer ini terganggu.
“Pendataan, pembinaan dan pengawasan ini yang sejujurnya kita butuhkan supaya pelaku-pelaku yang sedemikian banyak ini bisa dikawal. Bagaimana perkembangannya dan bagaimana dampak-dampak dari setiap perubahan-perubahan,” terang dia.
Selengkapnya baca di Majalah TROBOS Livestock Edisi 277/Oktober 2022