Foto:
Pada Musyawarah Nasional (Munas) IV GOPAN (Garda Organisasi Peternak Ayam Nasional) dan Sarasehan Perunggasan Nasional yang dilaksanakan pada Rabu dan Kamis, (21-22/9) di IPB International Convention Center (IICC), Bogor, Jawa Barat mengambil tema “Bangkit Bersama, Bangkit Lebih Kuat”. Tema ini telah membangkitkan/membangunkan kita agar kita tidak terlelap tidur dengan mimpi-mimpi indah masa lalu.
Perubahan sudah di depan mata. Perubahan jalan terus. Perubahan pasti terjadi dan kita tidak bisa dan tidak mampu melawan perubahan. Mau tidak mau, siap tidak siap, suka tidak suka, cepat atau lambat kita semua akan mengalami yang namanya perubahan. Ini fakta, karena yang abadi adalah perubahan itu sendiri.
Memang tidak mudah mengubah dan memperbaiki pola pikir padahal pola pikir harus berubah karena yang statis pasti tergerus oleh perubahan. Begitu juga di bisnis perunggasan.
Regulasi Terkait Perunggasan
Berbagai regulasi pemerintah telah membuat bisnis perunggasan nasional berkembang dinamis. Sebenarnya, peluang segmentasi pasar ada di Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH). Dalam UU tersebut pada Pasal 9 menyebutkan bentuk usaha peternakan dan definisinya yaitu peternakan diselenggarakan dalam bentuk peternakan rakyat dan perusahaan peternakan. Peternakan rakyat ialah peternakan, yang dilakukan oleh rakyat antara lain petani disamping usaha pertaniannya. Sedangkan perusahaan peternakan ialah peternakan, yang diselenggarakan dalam bentuk suatu perusahaan secara komersial.
Setelah itu, muncul Keputusan Presiden (Keppres) No. 50 Tahun 1981 tentang Pembinaan Usaha Peternakan Ayam yang salah satu isinya mengatur pembatasan budidaya dan kepemilikan di broiler (ayam pedaging) dan layer (ayam petelur). Lalu keluar Keppres No. 22 Tahun 1990 tentang Pembinaan Usaha Peternakan Ayam Ras yang salah satu isinya merumuskan budidaya dan mengatur tata niaga.
Di awal era reformasi, pada 5 Maret 1999, lahir UU Nomor 5 Tahun 1999, tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pada 7 Juni 2000 lahir KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) sebagai lembaga negara yang independen yang dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan UU No. 5/1999.
Kemudian keluar Keppres No. 85 Tahun 2000 tentang Pencabutan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1990 Tentang Pembinaan Usaha Peternakan Ayam Ras. Juga lahir UU PKH No. 18/2009 Juncto UU No. 41/2014 sebagai pengganti UU PKH No. 6/1967. Definisi peternak dan perusahaan peternakan pun berubah. Pada Pasal 1 Ayat 14, Peternak adalah perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang melakukan usaha peternakan; Ayat 15, Perusahaan peternakan adalah orang per orang atau korporasi. Artinya, UU ini telah menyamaratakan hak dan kewajiban antara usaha rakyat mandiri dan industri korporasi tanpa ada aturan yang jelas di hilirnya. Dan karakter bisnis perunggasan di Indonesia adalah struktural dualistik artinya (1) ada perusahaan besar (korporasi) yang kuat, padat modal dan modern serta (2) ada usaha kecil, lemah, padat karya, dan tradisional.
Keputusan No. 117/PUU-XIII/2015 Mahkamah Konstitusi atas Judicial Review UU PKH No. 18/2009 Juncto UU No. 41/2014 mengingatkan pemerintah akan peran dan kewajibannya yang secara tegas dirumuskan dalam UU melalui aturan/regulasi turunannya di tingkat kementerian. Maka lahirlah Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 32/2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi yang dalam implementasinya belum bisa menjawab kebutuhan peternak.
Pemerintah juga diharapkan hadir maksimal untuk mendukung/memproteksi di hilir melalui BUMN Pangan atau di bentuk BUMN Unggas. Tujuannya, agar terbentuk jaring pengaman bagi peternak UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) agar mampu bertahan dari kompetisi industri korporasi.
Di 2020, muncul UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja. Diantara isinya berbicara tentang ketersediaan, kecukupan, dan ketahanan pangan. Namun kalau berbicara kedaulatan pangan semakin jauh/suram. Adapun turunan dari UU ini adalah Peraturan Presiden (Perpres) No. 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang isinya di antaranya memuat daftar bidang usaha prioritas; daftar bidang usaha yang dialokasikan atau kemitraan dengan koperasi dan UMKM, budidaya ayam ras pedaging (FS) diarahkan ke kemitraan; dan bidang usaha dengan persyaratan tertentu.
Pada 2021 keluar Perpres No. 66/2021 tentang Badan Pangan Nasional yang berisi tentang ketersediaan, kecukupan, dan ketahanan pangan. Jika lembaga negara ini sudah efektif menjalankan Undang-Undang maka ketahanan pangan akan menjadi prioritasnya.
Dari semua regulasi yang ada alangkah baiknya jika dikeluarkan regulasi khusus terkait hilirisasi perunggasan. Melalui aturan ini bisa memberikan kesempatan bagi perusahaan terintegrasi untuk menata hilirnya agar bisa tuntas atau tidak berhenti di ayam hidup. Aturan ini juga bisa memberikan kesempatan bagi para peternak untuk memulihkan usahanya.
Selain itu, pemerintah juga bisa mengeluarkan aturan budidaya di broiler (ayam pedaging) ini sebagai DNI (Daftar Negatif Investasi) sehingga tidak ada lagi pembangunan kandang-kandang baru untuk sementara. Kebijakan ini bisa memberikan kesempatan perusahaan untuk menata integrasinya dan bisnis peternak untuk bisa bertahan dan tumbuh.
Tergantung Model Bisnis
Bisnis perunggasan akan tetap prospektif dan menguntungkan ke depan. Namun hal itu tergantung model bisnis yang dijalankan oleh pelaku usaha mengingat mata rantai bisnis ini panjang dan luas serta terintegrasi sehingga banyak pilihan. Kondisi ini yang perlu diantisipasi oleh para peternak terutama generasi muda guna mencari model bisnis yang tepat di komoditas unggas.
Budidaya adalah salah satu bagian dari mata rantai integrasi tetapi segmen ini memiliki risiko dan tantangan cukup berat ditanggung oleh peternak rakyat mandiri yang model bisnisnya hanya bergantung di segmen ini. Apalagi dengan harga sapronak (sarana produksi ternak) seperti DOC (ayam umur sehari) dan pakan yang fluktuatif bahkan meningkat yang berpengaruh signifikan terhadap HPP (Harga Pokok Produksi Peternak). Maka pertanyaannya, apakah kita mau tetap melanjutkan budidaya di broiler secara mandiri atau melalui pola kemitraan (sesuai arahan regulasi Perpres No. 10/2021) ? Masing-masing peternak bisa mengukur diri sesuai dengan kekuatannya secara finansial.
Pilihan lainnya, jika masih ingin mempertahankan usaha di segmen budidaya apakah mau ganti haluan ke budidaya layer, joper, ayam kampung, itik, puyuh, atau pejantan. Namun sebaiknya diikuti dengan menggarap RPA (Rumah Potong Ayam), pengolahan, sampai menjual ke konsumen akhir. Kondisi itu akan tergantung pilihan dari setiap pelaku usaha.
Yang tidak kalah menarik adalah bisnis kuliner berbasis bahan baku ayam yang masih sangat terbuka. Perlu dicatat bahwa, pertumbuhan gerai-gerai ayam goreng di berbagai daerah di tanah air akhir-akhir ini luar biasa. Hal itu terinspirasi oleh pelaku usaha sebelumnya yang sudah sukses. Faktanya, bisnis yang menguntungkan biasanya di hilir.
Budaya orang Indonesia khususnya di Jawa adalah 3 N (Niteni, Niru, Nambahi). Kalau ada pelaku usaha yang sukses biasanya diikuti makanya bermunculan bisnis-bisnis sejenis. Sehingga jangan lah berbisnis yang rugi terus dan memiliki tantangan yang berat. Juga jangan terlalu setia dengan berbisnis di segmen budidaya tetapi beralih lah ke model bisnis yang lain.
Jika tidak pandai menyiasati di bisnis perunggasan maka akan ketinggalan. Untuk itu, bagi generasi muda ke depan, yang ingin berbisnis di bidang perunggasan pada intinya harus terus berubah, mengikuti teknologi dan perubahan apapun serta jangan statis supaya tidak tertinggal.
Agar bisnis perunggasan di tanah air bisa tumbuh berkelanjutan harus ada harmonisasi di antara seluruh stakeholder. Idealnya, masing-masing pelaku usaha harus menata diri dan koreksi diri agar memiliki daya saing yang kuat untuk berkompetisi di pasar global. TROBOS