Selasa, 1 Nopember 2022

Agregator Peternakan di Bisnis Perunggasan

Agregator Peternakan di Bisnis Perunggasan

Foto: 


Pada  2030 dengan jumlah penduduk 294 juta jiwa dan tingkat konsumsi 22 kg/kapita/tahun diperkirakan akan dibutuhkan 6,5 juta ton karkas setara 4,7 miliar ekor ayam dengan 4,9 miliar DOC
 
Kebutuhan protein hewani dari unggas akan tetap mendominasi dibandingkan yang lainnya karena selain harganya yang lebih murah juga stoknya berlimpah. Namun dalam proses industrinya mengalami banyak perubahan (evolusi) mengikuti kemajuan teknologi.
 
Masalah tersebut mengemuka pada sosialisasi digital startup Ayo Beternak.id yang digelar Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Lampung bersamaan pelantikan Pengurus Pinsar Lampung di GSG Polinela, Bandarlampung, baru-baru ini.
 
Adapun susunan Pengurus Pinsar Lampung yang dilantik Ketua Harian Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Indonesia, Eddy Wahyudin terdiri dari Dewan Pembina Agus Wahyudi dengan anggota Ardiansyah, Untung Suyono, Riko Noviandi, dan Hendra.
 
Kemudian, Ketua Agus Widiyatno, Sekretaris Satrio Budi Saputro, dan Bendahara Yulia. Kepengurusan dilengkapi Ketua Bidang Pemasaran Firda Mardhatilla Putri, Wakil Ketua Bidang Ghifari Raditya Wahyudi. Ketua Bidang Produksi Omo Kusnadi dan Wakil Ketua Bidang Chandra.
 
Bertindak sebagai narasumber Agus Wahyudi, Wakil Sekjen/Koordinator Sumatera Pinsar Indonesia dengan materi “Trend Bisnis Perunggasan” dan Abbi AP Darmaputra, founder Ayo ternak.ID. dengan materi “Digitalisasi Peternakan Ayo ternak.ID.
 
Prospek Industri Perunggasan
Agus Wahyudi memaparkan, produk hasil perunggasan merupakan sumber protein hewani yang murah dan terjangkau. Menurut data Dirjen PKH pada 2019, sebanyak 64 persen konsumsi daging penduduk dipenuhi dari daging ayam dan 19 persen dari daging sapi dan sisanya dari babi/kerbau/kambing dan lain-lain. 
“Dengan harga daging ayam rata-rata Rp 37.133/kg dan kandungan protein 18,2 gram/100 gram maka harga per gram protein hanya Rp 204, jauh lebih murah dibandingkan dengan daging sapi yang harganya rata-rata Rp 124.032 dengan kandungan protein 18,8 gram/100 gram daging yang berarti harga/gram proteinnya mencapai Rp 660,” ucap Agus.
 
Selanjutnya Agus menerangkan, pandemi mempercepat perubahan di industri perunggasan nasional. Terdapat sejumlah faktor yang membuat industri unggas menggeliat. Di antaranya, permintaan daging ayam tinggi, oversupply produksi anak ayam sehari (DOC) dapat diatasi, harga pakan (jagung, gandum, kedelai) stabil, ada modernisasi industri perunggasan, harga acuan ayam hidup lebih tinggi dari HPP dan adanya proteksi ayam Indonesia dari ancaman ayam impor.
 
Disebutkannya, kebutuhan terhadap unggas terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk. Pada 2022 dengan jumlah penduduk 272,9 juta jiwa dan tingkat konsumsi 11,62 kg/kapita/tahun maka kebutuhan karkas mencapai 3,19 juta ton setara dengan 2,65 miliar ekor ayam (dengan BW (bobot badan): 1,9 kg, yield: 72 % dan depl (deplesi) 4 %) dan membutuhkan 2,79 miliar ekor DOC.
 
Lalu pada 2030 mendatang dengan jumlah penduduk 294 juta jiwa dan tingkat konsumsi 22 kg/kapita/tahun diperkirakan akan dibutuhkan 6,5 juta ton karkas setara 4,7 miliar ekor ayam dengan 4,9 miliar DOC.
 
Trend Industri Broiler
Pada industri broiler (ayam pedaging) sendiri, Agus menerangkan, terjadi trend yang meliputi perbaikan kebijakan tata kelola industri unggas; efisiensi produksi/digital; dominasi unggas sebagai sumber protein hewani utama paling ramah lingkungan; pergeseran menuju rantai pasok dingin; inovasi produk olahan ayam dan peningkatan permintaan/kapasitas daging ayam.
 
 
Selengkapnya Baca Di Majalah TROBOS Livestock Edisi 279/November 2022
Selengkapnya Baca Di Majalah TROBOS Livestock Edisi 279/November 2022

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain