Membaca Ulang Karakter Pengikat Mikotoksin

Membaca Ulang Karakter Pengikat Mikotoksin

Foto: 


Perlu pendekatan komprehensif menghadapi mikotoksin yang menjadi pembuka pintu bagi penyakit lainnya. Penting pula memperhatikan efisiensi binder guna mengetahui jumlah mikotoksin yang berhasil diikat dikurangi dengan ikatan yang terlepas kemudian
 
Satu jenis bahan mycotoxin binder (pengikat mikotoksin) atau lebih mudah disebut toxin binder tak bisa menjadi jurus sapu jagad untuk melumpuhkan segala jenis mikotoksin dalam pakan. Setiap jenis bahan baku adsorber memiliki karakter sendiri-sendiri, pengguna-lah yang harus memilih mycotoxin binder mana yang harus dipergunakan secara tepat. 
 
Sebelum membedah binder, seluk beluk mikotoksin harus dikenali terlebih dahulu. Feed Additive Business Manager PT Romindo Primavetcom – Agus Damar K menyatakan mikotoksin adalah adalah racun yang diproduksi oleh jamur, tidak terlihat, tidak berbau, dan tidak berasa. Jamur penghasil mikotoksin tumbuh pada saat panen (diantaranya fusarium, claviceps, dll), kemudian semakin berkembang selama proses penyimpanan (terutama aspergillus, penicillium, dll). Di dunia ditemukan tak kurang dari 500 macam mikotoksin. 
 
“Mikotoksin mengkontaminasi hampir semua tanaman pakan. Jenis dan level kontaminasinya dipengaruhi oleh kondisi geografis, iklim, cuaca, dan praktik agronominya. Di Asia – Pasifik tantangan mikotoksin terutama pada jenis aflatoksin, fumonisin (FUM), zearalenon (ZON) dan trichothecenes (T2),” kata dia pada MIMBAR TROBOS Livestock The Series ke-30 – Perunggasan yang digagas oleh Majalah TROBOS Livestock, disiapkan oleh TComm (TROBOS Communication), dan disiarkan secara langsung di kanal Youtube Agristream TV dan Facebook TROBOS Livestock dengan tema “Awas Ancaman Mikotoksin !” pada Selasa (22/11). 
 
Pada MIMBAR yang disponsori oleh PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk, PT Clariant Adsorbent Indonesia, PT Romindo Primavetcom, dan PT Medion Farma Jaya ini tampil pula sebagai pembicara Ika Sumantri – Associate Professor pada Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat; Yulia Fransiska – Technical Education and Consultation PT Medion Farma Jaya: dan Regional Manager Asia Pacific Feed Additive Clariant Adsorbent – Erika Kusuma Wardani.
 
Ika Sumantri menyatakan, mikotoksin atau racun jamur adalah metabolit sekunder yang dihasilkan oleh jamur tertentu dan pada keadaan tertentu. Di Indonesia, jamur mikotoksin dijumpai padai kedelai, jagung dan biji kapas, bahkan pada bungkil inti sawit. 
 
Fakta Mikotoksin
Yulia Fransiska menyatakan aflatoksin dalam bahan pakan dan pakan unggas dapat diketahui secara kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan Ultra Violet Box Mycotoxin Detector. “Semua jenis mikotoksin utama seperti aflatoksin, okratoksin, T2, ZON, dan fumonisin mudah ditemukan pada jagung. Padahal jagung porsinya 50 – 60 % dari pakan unggas,” dia mengatakan. (TABEL CEMARAN MIKOTOKSIN DI IND)
 
Dalam waktu 6-24 jam sejak tumbuh di pakan jamur itu sudah bisa menghasilkan mikotoksin. Dia pun membuka data lapangan bahwa pada bahan baku pakan jagung, bekatul, meat bone meal (MBM) dan bungkil kedelai (BKK) sebanyak 40 % mengandung aflatoksin di atas 20 ppb (standar internasional). Sedangkan pada sampel pakan (pakan jadi, konsentrat, dan pakan self mixing angkanya 23 %. 
 
Maka tak mengherankan jika menurut catatan Medion sepanjang 2020 – 2022 mikotoksikosis merupakan kasus penyakit non infeksius tertinggi. Prevalensinya cukup tinggi hingga 49 %, disusul heat stress (20,24 %), omphalitis (16,38 %) dan problem akibat amonia (3,77 %). Jamur yang paling banyak ditemukan adalah Aspergillus yang menghasilkan aflatoksin. Pada umumnya jamur akan mati pada suhu 70 oC, namun racunnya sangat stabil pada pemanasan hingga 200 oC, pemrosesan pakan bahkan pada perlakuan kimiawi. 
 
Dia menuturkan, level kontaminasi mikotoksin pada ayam dibagi menjadi 4 fase. Fase pertama terjadi penurunan feed intake, produksi turun, dan terjadi imunosupresi. Fase 2 ditandai dengan meningkatnya kasus infeksi sekunder karena imunosupresi. Fase ketiga mulai terjadi kerusakan organ target. Keempat, mikotoksikosis menyebabkan kematian. “Kontaminasi aflatoksin dosis rendah atau fase 1 mengakibatkan lazy leucosite syndrome atau sel-sel limfosit tidak memberikan respon kekebalan secara optimal. Akibatnya, vaksinasi gagal menghasilkan kekebalan dan penyakit mudah menyerang,” tuturnya.  
 
Mikotoksikosis atau penyakit akibat mikotoksin 50 %, sambung Yulia, disertai dengan penyakit lain. Hal ini membuktikan mikotoksin menjadi pembuka pintu bagi penyakit lainnya. Diantaranya chronic respiratory disease/CRD (22,6 %), kolibasilosis (14,38 %), korisa (10,76 %), CRD kompleks (7,61 %), dan avian influenza/AI (7,33 %). Gejala Klinis Mikotoksikosis lihat gambar slide
 (DIAGRAM  EFEK MIKOTOKSIN PADA UNGGAS - pakai yg medion saja lbh lkp)
 
Synergetic Effect
Cemaran mikotoksin dalam bentuk tunggal pada bahan pakan maupun pakan sudah berbahaya. Bagaimana jika dalam diet ayam tercemar mikotoksin lebih dari satu macam ? Menurut Agus Damar, kehadiran mikotoksin dalam bentuk keroyokan seperti itu akan jauh lebih berbahaya daripada dalam bentuk tunggal. “Ini perlu diwaspadai. Bahaya mikotoksin akan meningkat dengan kehadiran mikotoksin yang lain, disebut synergetic effect,” tegas dia. 
 
Selain itu, dia juga menggarisbawahi pentingnya mewaspadai masked mycotoxins atau mikotoksin yang seakan-akan bertopeng sehingga tidak bisa dikenali oleh analisis kimia, namun efek beracunnya tetap eksis sehingga kehadirannya sangat berbahaya. Masked mycotoxin terbentuk saat tanaman pakan/biji-bijian mengenali kehadiran racun jamur tersebut. Maka tanaman mengubah mikotoksin menjadi bentuk yang tidak beracun baginya, mengikatnya dengan glukosa sebagai mekanisme pertahanan. 
 
Pencegahan dan Penanganan
Membedah seluk beluk toxin binder adalah sangat penting dalam membahas cemaran mikotoksin. Menurut Ika, jamur dapat dicegah untuk tumbuh pada pakan maupun bahan pakan dengan memberikan anti jamur yang banyak ragamnya. Sedangkan mikotoksin yang dihasilkan jamur dan terlanjur mencemari pakan dapat diikat dengan toxin binder agar tidak mengganggu kesehatan ayam. Toxin binder di pasaran dapat digolongkan menjadi organik, anorganik, dan sintetis. 
 
Yulia menyatakan tak cukup mengandalkan toxin binder, penting pula pencegahan dan penanganan secara komprehensif. Pencegahan tumbuhnya jamur pada bahan pakan dan pakan juga harus dilakukan. 
 
Diantaranya pertama, hanya menerima bahan baku pakan yang memenuhi syarat visual/organoleptik dan berkadar air (KA) maksimal sedekat mungkin dengan standar untuk mencegah tumbuhnya jamur. Untuk jagung KA maksimal 14 %, bekatul KA maksimal 13 %, dan BKK (Bungkil Kacang Kedelai) KA maksimal 12 %. Sedapat mungkin sampel bahan baku diuji dengan UV Box Mycotoxin Detector. Kedua, sistem penyimpanan pakan/bahan baku pakan yang baik, disiplin dalam mengatur siklus masuk – keluar, bersih, kering/tidak lembap, dan disiplin dalam menggunakan palet. 
 
Ketiga, menggunakan mold inhibitor dan toxin binder berkualitas. Asam organik membuat lingkungan sekitar sel menjadi lebih asam, kemudian masuk ke dalamnya. Sel jamur pun menjadi asam sehingga pertumbuhan jamur terhambat. Toxin binder mampu mengikat mikotoksin di dalam saluran pencernaan dan mengeluarkannya melalui ekskreta. Keempat, ayam diberi suplemen berupa multivitamin, imunomodulator, dan hepatoprotektor. 
 
Strategi
Agus Damar menawarkan strategi “perang” menghadapi mikotoksin dengan pendekatan komprehensif. Pertama, manajemen bahan baku/pakan yang baik, pada saat pengadaan maupun penyimpanannya. Kedua, melakukan analisis mikotoksin secara rutin. Ketiga, mengamati gejala klinis/kerusakan organ. Keempat, memastikan aspek-aspek lain dalam biosekuriti, pencegahan dan penanganan penyakit telah teratasi. Kelima, menggunakan deaktivator mikotoksin yang tepat. 
 
“Pastikan produk yang digunakan telah melalui uji secara invitro dan invivo. Sehingga jelas kemampuannya dalam mengikat mikotoksin, tidak mengikat nutrisi pakan, efeknya terhadap performa (bobot badan, FCR, produksi telur, dll), efikasi vaksinasi, evaluasi sistem kekebalan, parameter status oksidasi, dan status kesehatan organ terutama hati, limpa, dan ginjal,” dia memaparkan. Diapun mengakui, hasil pengujian invitro tidak berhubungan sama sekali dengan efikasi adsorbsi secara invivo. Sehingga hasil uji invitro sebagai pengujian awal tidak dapat digunakan untuk mengevaluasi produk toxin binder. Kemampun clay untuk mengikat mikotoksin tergantung pada sifat alami clay, aktivasi dengan ion positif, ukuran molekul clay, dan sifat mikotoksin. Kemampuan ini tidak tergantung pula pada Cation Exchange Capacity (CEC), jumlah pori-pori dan ukurannya. 
 
 
 

Selengkapnya Baca Di Majalah TROBOS Livestock Edisi 279/Desember 2022

 

 

Selengkapnya Baca Di Majalah TROBOS Livestock Edisi 279/Desember 2022

 

 

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain