Dengan model bisnis yang mempunyai keuntungan masing-masing sektor akan lebih aman dan lebih fokus kepada bagiannya masing-masing
Saat ini dunia tengah dilanda krisis pangan pasca pandemi Covid-19 (coronavirus disease 2019) yang ditandai dengan meningkatnya harga pangan dan bahan-bahan pokok lainnya, sehingga langkah peternak khususnya broiler (ayam pedaging) dinilai sudah di jalan yang benar. “Saat ini dunia menghadapi krisis pangan dan pakan, di mana beberapa negara telah menghentikan kegiatan ekspor mereka. Sebaliknya, Indonesia malah mengembangkan itu sehingga tidak perlu khawatir karena peternak telah berada di jalur bisnis yang benar,” kata Bagus Pekik Head of Poultry De Heus Indonesia dalam sebuah seminar hybrid di IPB Convention Centre (ICC) Bogor, Jawa Barat dan secara online melalui aplikasi zoom pada (29/9).
Ia menjelaskan umumnya bisnis model yang ada di Indonesia yakni integrasi vertikal dan horizontal yang dikerjakan oleh perusahaan perunggasan. Dalam hal ini, seluruh aspek mulai dari bibit, pakan, farm (kandang), hatchery (penetasan) dan lain-lain itu terintegrasi oleh satu perusahaan.
“De Heus membawa sebuah bisnis model yang berbeda dengan yang telah ada saat ini atau yang biasa dikembangkan di Indonesia. Kita menyebutnya De Heus Broiler Bussiness Model, di mana nanti kita tidak hitung dari hulunya tetapi dari hilirnya dengan menyiapkan dari kontrak karkasnya. Seperti diketahui bahwa tren harga karkas sepanjang tahun tidak pernah turun bahkan naik terus, sehingga kita akan membentuk sebuah komunitas atau ekosistem kecil sebab di broiler ini tidak ada pemenang, yang ada hanyalah siapa yang tereliminasi tiap tahun,” papar Bagus.
Adapun keuntungan dari bisnis model ini yaitu masing-masing sektor akan lebih aman dan lebih fokus kepada bagiannya masing-masing. Menurutnya, yang terpenting dari bisnis hari ini ialah bagaimana membangun value (nilai) bukannya aset, sebab value bisa menjadi daya tarik bagi para investor sehingga peternak dapat mencari pendanaan dari bisnis broiler-nya. Bisnis broiler sendiri erat kaitannya dengan bagaimana pengelolaan cash flow serta keuntungannya.
Bagus berharap kerja sama (partnership) antara De Heus dengan peternak broiler dapat berjalan langgeng dan bisa bersama-sama melewati masa-masa sulit ini. “Semangat atau kerja sama tanpa berkompetisi ini bisa kita kembangkan ke depannya, sehingga bisa bekerja sama tanpa saling berkompetisi. Dalam komunitas atau ekosistem bersama ini, kita bisa menjadi satu keluarga, satu tujuan, maju dan berkembang bersama-sama,” harap dia.
Perkembangan Genetik Broiler
Pada kesempatan yang sama Regional Technical Manager Cobb Ventress Asia Pasifik, Amin Suyono menerangkan seleksi genetik adalah keseimbangan antara welfare (kesejahteraan) dengan ekonomi. Berkaitan dengan performa broiler (ekonomi), umumnya peternak menginginkan konversi pakannya makin bagus, yield atau daging dadanya lebih banyak dan body weight (bobot badan) yang lebih tinggi. Ditambah terkait dengan welfare, yaitu kesehatan kaki, daya hidup, produksi di parent stock (PS) atau grand parent stock (GPS), dan juga daya tetas (hatchability).
“Kemudian terkait dengan keseimbangan, kita bisa membuat ayam yang sangat bagus sekali seperti FCR (feed convertion ratio) baik, tetapi performa di PS rendah. Itu yang tidak kita kehendaki, sehingga kita seleksi pelan-pelan dengan mengangkat dari sisi welafre dan ekonomi secara bersamaan. Kemudian ini efisiensi pakan yang kita capai selama sekian tahun, sehingga untuk ayam dengan bobot badan 2,27 kilogram (kg) pada 1957 silam, itu membutuhkan 60 gram pakan, sementara pada 2019 ini turun jadi 3,4 kg dan 2021 menjadi 3,22 kg,” sebut dia.
Berdasarkan penjelasan yang disampaikan oleh Amin di atas, menunjukkan bahwa industri broiler ini genetiknya sudah sangat berkembang pesat dan dengan perkembangan tersebut dapat membantu menghemat bahan baku pakan. Kendati demikian, hal ini tentu tidak serta-merta karena faktor genetik saja, tetapi di situ juga ada faktor teknologi perkandangan. Pun dari sisi nutrisi, sehingga segitiga yang merujuk pada genetik, perkandangan atau manajemen, dan nutrisi akan menghasilkan performa broiler yang makin lama makin baik.
Kilas balik pada 1957 silam, Amin melanjutkan, dari sisi yield pada broiler ukurannya kecil, kemudian organ visceralnya lebih besar poroporsinya, sehingga karkasnya sedikt yaitu sebesar 61 %. “Proporsi daging dadanya 11,5 %, sedangkan pada 2021 karena seleksi dan perkembangan genetik itu karkasnya menjadi makin tinggi yaitu menjadi 77 % serta breast meat (daging dada) menjadi 27 % di mana ini semua ialah tuntutan dari market (pasar),” ungkapnya.
Selengkapnya Baca Di Majalah TROBOS Livestock Edisi 279/Desember 2022