Sejak program pembelajaran partisipatif Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) IPB University diperkenalkan pada 2013 dan para alumninya membentuk
Perkumpulan Solidaritas Alumni SPR Indonesia (SASPRI) pada 2018, di Indonesia telah lahir beberapa peternak bermental pengusaha kolektif dalam binis peternakan rakyat. Memang belum banyak jumlah alumni SPR seperti itu tetapi seiring dengan makin bertumbuh kembangnya SPR di beberapa kabupaten, akan makin banyak pula peternak bermental pengusaha kolektif tersebut. Semangat mandiri dan berdaulat dalam kebersamaan makin kuat menyelimuti pikiran dan jiwa para alumni SPR tersebut.
Keinginan pemerintah untuk berswasembada daging sapi yang dicanangkan sejak 2005 akan dapat terwujud jika diserahkan kepada komunitas peternak bermental pengusaha kolektif tersebut. Swasembada yang berarti kemampuan negara menyediakan daging sapi berasal dari dalam negeri hanya dapat dicapai dengan meningkatkan populasi ternak sapinya melalui usaha pembiakan. Dalam hal pembiakan ini, pengusaha kolektif alumni SPR-IPB telah menyadari begitu pentingnya agar tidak tergantung dalam penyediaan sapi bakalan untuk penggemukan. Mereka yakin bahwa pembiakan ternak sapi harus dilakukan dalam rangka menghindari ketergantungan memperoleh sapi bakalan untuk usaha penggemukan sapi.
Pembiakan ternak merupakan usaha kompleks dan beresiko yang memerlukan tenaga terampil dan berpengalaman. Kompleksitasnya meliputi tatalaksana perkawinan, pemeliharaan pedet, penyediaan pejantan, dan pembesaran yang tentu saja memerlukan banyak sumberdaya selain tenaga kerja dengan masa waktu minimal tiga tahun dalam satu siklus pembiakan ternak sapi. Ini berbeda dengan usaha penggemukan ternak yang hanya memerlukan waktu 3-4 bulan saja dengan satu target yaitu peningkatan bobot daging yang diproduksi melalui rekayasa pakan. Namun demikian, kompleksitas itu bukan merupakan hambatan serius bagi peternak bermental pengusaha kolektif tersebut. Kendala yang dihadapi para pengusaha tersebut adalah modal kerja untuk mengawalinya.
Pemerintah telah menyadari bahwa adanya kendala permodalan tersebut sehingga telah lama juga menyediakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan subsidi bunga dari pemerintah. Namun demikian dengan grace period selama tiga bulan yang diberikan dalam KUR hanya relevan untuk modal kerja usaha penggemukan sapi dan tentu saja tidak bisa diterapkan untuk usaha pembiakan ternak. Grace period mestinya harus disesuaikan dengan pola usaha yang digelutinya. Untuk usaha pembiakan, grace period nya minimal tiga tahun. Selama kurun waktu tiga tahun, peternak masih memerlukan banyak sumberdaya input yang dibutuhkkan ternak indukan dan pedet yang dilahirkannya.
Dengan grace period 3 tahun dan masa peminjaman selama delapan tahun, pengusaha kolektif alumni SPR sanggup memelihara 10 ekor indukan per peternak untuk sebanyak 25 peternak yang terseleksi. Untuk menjamin indukan yang dibeli peternak dapat berkembang secara terus menerus, asuransi untuk indukan perlu diberikan oleh pemerintah seperti yang telah berjalan selama ini. Jika diasumsikan tingkat keberhasilan indukan mengembangbiakkan hanya 70 %, setiap peternak dengan 10 ekor sapi indukan dapat menghasilkan 28 ekor indukan baru dan 28 ekor ternak jantan pedaging selama 11 tahun. Dengan melibatkan 25 peternak terseleksi dari alumni SPR-IPB, skema ini dapat menghasilkan 700 ekor sapi indukan dan 700 ekor jantan pedaging.
Dengan demikian, jika harga sapi indukan diasumsikan Rp. 25 juta per ekor sampai di lokasi kandang peternak maka dibutuhkan anggaran sebesar Rp. 6,25 miliar plus subsidi pemerintah untuk premi asuransi indukan yang hanya Rp 40 juta per tahun. Jumlah yang tidak banyak untuk ukuran bank dan ukuran pemerintah kabupaten sekalipun. Pakan dan tenaga kerja menjadi urusan peternak yang memang telah menjadi profesinya sebagai pengusaha ternak.
Skema yang hanya dapat melibatkan pengusaha kolektif alumni SPR itu juga harus melibatkan unsur perguruan tinggi yang bekerjasama dengan perkumpulan SASPRI, pemerintah kabupaten yang berkomitmen untuk terus melakukan pembinaan serta pebisnis sebagai offtakernya. Keterlibatan itu mutlak agar skema ini berhasil dan terus berkembang di seluruh Indonesia. Skema pendanaan usaha pembiakan tersebut disebut Sistem Usaha Pembiakan Ternak Rakyat berGotong Royong Instansi atau disingkat SUPERGRINS, yang secara diagramatik disajikan pada gambar berikut.
Kepala Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB-University.