Foto:
Kebutuhan ternak domba/kambing (Doka) di dalam negeri cukup besar terkait dengan kebutuhan harian restoran seperti sate dan sop domba, dan kebutuhan pada hari perayaan tertentu. Dengan masyarakat Indonesia yang sekitar 86,9 % (236,53 juta jiwa, BPS 2021) adalah muslim, sehingga membutuhkan ternak domba pada perayaan Idul Adha dan akikah anak. Lalu, untuk jumlah rumah tangga (RT) Indonesia sebanyak 65,6 juta atau sekitar 57 juta RT merupakan muslim. Seandainya setengah dari jumlah RT muslim tersebut berkurban dan setengah dari hewan kurbannya adalah domba/kambing, maka kebutuhan domba/kambing untuk perayaan Idul Adha diperkirakan sebanyak 14,25 juta ekor.
Kemudian, kalau jumlah kelahiran bayi muslim per tahun sebanyak 3,9 juta dan berjenis kelamin 50 % perempuan serta 50 % laki laki, maka untuk kepentingan akikah diperlukan sebanyak 5,85 juta ekor domba/kambing. Gambaran di atas merupakan potensi kebutuhan domba/kambing nasional. Apabila kebutuhan ini tidak dapat diimbangi oleh peningkatan jumlah populasi, maka akan terjadi neraca populasi yang negatif, artinya jumlah ternak domba/kambing akan terus menurun, bahkan tergerus.
Untuk mencegah terjadinya kejadian neraca populasi yang negatif, maka upaya perbiakan/perbanyakan populasi dan pembibitan perlu digencarkan. Perbanyakan populasi adalah upaya untuk menghasilkan anak, memperbanyak jumlah ternak tanpa tujuan produk yang khusus, pada umumnya dilakukan oleh peternak kecil sebagai usaha sampingan atau bentuk tabungan.
Adapun perbibitan adalah upaya untuk menghasilkan ternak berkualitas dengan tujuan khusus, seperti tahan kecacingan, menghasilkan persentase karkas yang tinggi dll., kegiatan ini umumnya dilakukan oleh pusat pembibitan atau peternak skala besar. Selama ini usaha perbanyakan ternak domba dilakukan oleh peternak kecil, yang memelihara ternaknya sebagai tabungan dan tidak pernah memikirkan keuntungan usaha. Sudah diketahui bersama bahwa usaha untuk menghasilkan anak adalah bagian usaha domba yang paling sedikit keuntungannya.
Apabila perbanyakan ternak dilakukan sebagaimana biasa adanya dengan mengandalkan peternak kecil yang mempunyai berbagai keterbatasan, maka kemungkinan besar neraca populasi negatif akan terjadi. Perlu usaha bersama untuk melakukan pemberdayaan kepada para peternak kecil agar lebih bergairah dalam memelihara ternaknya.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan seperti peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengelola ternaknya, merubah pola pikirnya yang semula tujuan beternak hanya sebagai tabungan menjadi usaha yang berorientasi keuntungan dengan memperhitungkan rasio input/output usaha, memberikan bantuan untuk ketersediaan input usaha seperti pakan berkualitas.
Contoh kasus adalah sebagai berikut. karakteristik domba lokal Indonesia, seperti domba garut dan domba priangan, mempunya sifat prolifik yang bisa melahirkan anak lebih dari satu bahkan ada yang empat ekor per kelahiran.
Ini pada ujungnya adalah potensi keuntungan bagi peternak yang dapat menjual ternak dalam jumlah banyak. Namun biasanya jumlah anak yang dapat selamat sampai lepas sapi hanya satu ekor, yang lainnya mati sebelum disapih. Hal ini terutama karena jumlah air susu induk yang tidak mencukupi sehingga terjadi kompetisi diantara anak domba yang lahir.
Tentu saja yang dapat bertahan hidup adalah yang dominan. Dengan keadaan seperti ini, akibatnya peternak umumnya lebih menyukai domba yang beranak satu ekor per kelahiran. Hal tersebut di atas adalah kejadian umum di peternakan kecil yang tidak mendapat sentuhan dari stakeholder lain seperti praktisi dan pemerintah. Imbasnya ke segmen usaha hilir, khususnya pembesaran dan penggemukan adalah terbatasnya jumlah domba/kambin bakalan. Kalau saja ada sharing keuntungan dari usaha domba terintegrasi hulu-hilir atau keperdulian sosial dalam bentuk program pemberdayaan peternak kecil, selayaknya sifat prolifik domba kita dapat diambil manfaatnya dengan banyaknya anak domba yang dapat hidup pasca lepas sapih.
Perihal sistem perkembangbiakan, diakui banyak kalangan bahwa perkawinan alam, selain tingkat keberhasilannya tinggi, juga biayanya murah bila dibandingkan dengan penggunaan teknologi reproduksi seperti inseminasi buatan. Oleh karenanya perkembangbiakan atau perbanyakan ternak domba/kambing oleh peternak kecil tidak perlu menggunakan teknologi reproduksi, dengan alasan seperti telah diungkap di atas. Kelemahan penggunaan teknologi reproduksi yang lainnya adalah diperlukannya tenaga-tenaga yang terlatih, seperti tenaga inseminator yang terampil. Namun bukan berarti teknologi reproduksi tersebut tidak perlu dipakai.
Teknologi perkembangbiakan seperti inseminasi buatan dan transfer embrio dapat diterapkan di pusat-pusat perbibitan dan di peternakan-peternakan besar, khususnya untuk mengembangkan ternak-ternak unggul, yaitu ternak-ternak bibit yang harganya mahal dan diimpor khusus. Dengan teknologi inseminasi buatan, sperma pejantan-pejantan unggul dapat dikoleksi dan dipreservasi untuk dapat digunakan pada ternak betina di daerah lain dan pada masa yang akan datang.
Dengan demikian nilai manfaat dari pejantan-pejantan unggul tersebut dapat lebih lama dan lebih luas. Teknologi transfer embrio yaitu proses di mana embrio dikumpulkan dari betina donor dan kemudian dipindahkan ke betina penerima di mana embrio menyelesaikan perkembangannya.
Induk donor sebelumnya sudah disuperovulasi dan diinseminasi sehingga banyak embrio dihasilkan. Perkembangan teknologi ini di kita belum semaju di luar negeri. Di Balai Embrio Transfer Cipelang, Bogor Jawa Barat, bahkan baru ternak sapi yang dilakukan penerapan teknologi transfer embrio ini. Transfer embrio menguntungkan bagi produsen purebred yang resmi terdaftar. Melalui penggunaan transfer embrio, betina yang unggul secara genetik menghasilkan lebih banyak keturunan daripada reproduksi alami. Oleh karena itu teknologi embrio transfer perlu dikembangkan pula pada ternak domba dan kambing, khususnya untuk domba/kambing unggul yang diimpor dari luar negeri dengan harga yang sangat tinggi, contohnya pada domba dorper yang harga fullblood nya sekitar Rp 30 - 33 juta per ekor umur 10 bulan. TROBOS
Guru Besar Fakultas Peternakan IPB
Ketua Litbang HPDKI