Jurus Menangkal Penyakit Bakterial

Jurus Menangkal Penyakit Bakterial

Foto: 


Vaksinasi penyakit viral dan perbaikan biosekuriti memperkecil risiko munculnya penyakit bakterial yang suka menumpang. Kebanyakan penyakit bakterial pada unggas disebabkan oleh bakteri gram negatif
 
Meskipun pada dasarnya penyakit bakterial dapat diobati, namun kerugian ekonomi yang telanjur terjadi jelas tidak akan mungkin kembali. Terlebih, serangan bakteri seringkali bersifat kronis, dan bahkan menjadi kompleks karena ada bakteri lain ikut menginfeksi.
 
Membahas penyakit bakterial ini, Vetnizah Juniantito, Dosen Patologi Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis, IPB University, memulainya dengan membagi bakteri menjadi 2 kelompok besar, yaitu bakteri gram positif dan gram negatif. Bakteri gram positif memiliki dinding sel dengan penyusun utama peptidoglikan di bagian struktur terluarnya. Peptidoglikan ini menjadi target aksi obat anti bakterial. Meskipun ada juga obat lain yang menarget sintesis protein atau kerja dari asam nukleat dalam sitoplasma.
 
Sedangkan bakteri gram negatif, struktur peptidoglikanya hanya tipis dan berada di bagian tengah struktur dinding sel. Bagian terluar berupa outer membrane dari dinding selnya adalah lipopolisakarida (LPS). LPS juga berfungsi sebagai endotoksin dan memicu kerusakan pada organ yang diserang oleh bakteri.
 
“Kebanyakan penyakit bakterial pada unggas disebabkan oleh bakteri gram negatif ini,” ungkap Tito pada Seminar Online Mimbar TROBOS Livestock ke-33 oleh TComm yang disiarkan melalui aplikasi Zoom dan kanal Youtube AgristreamTV. Acara yang digelar pertengahan Maret 2023 itu juga menghadirkan M Rifa’is, Technical Education and Consultation PT Medion Farma Jaya dan Heri Irawan, Chief Operating Officer (COO) PT Ilalang Hijau (Farm).
 
Tito pun membagikan tiga karakteristik pokok penyakit bakterial yang harus dipahami peternak unggas. Pertama, infeksi bakteri seringkali bercampur dengan infeksi lain seperti infeksi virus, dan terdapat faktor pemicu (predisposisi) yang memudahkan / membuka jalan bagi infeksi bakteri. Kedua, infeksi bakteri seringkali menyebar dan menyebabkan infeksi yang meluas atau septikemia. Ketiga, kehadiran faktor imunosupresi (penekan imunitas tubuh) menjadi faktor penting pada merebaknya penyakit bakterial.
 
Faktor Predisposisi
M Rifa’is menyatakan sampai dengan April diperkirakan curah hujan masih pada level menengah sampai tinggi. Demikian pula kelembaban di kandang masih sangat tinggi. Pada kelembaban tinggi feses ayam cenderung basah dan kadar amonia pun ikut tinggi. Selain itu kualitas air minum juga menurun. Risiko bertambah tinggi karena kondisi hujan ayam mudah stres sehingga daya tahan tubuh menurun.
 
“Sepanjang 2019 sampai 2022, temuan kasus penyakit bakterial tertinggi pada ayam petlur (layer) adalah coryza, CRD, CRD kompleks, kolibasilosis, fowl cholera (kolera unggas), dan nekrotik enteritis. Sedangkan pada ayam pedaging (broiler), tertinggi adalah CRD, diikuti CRD kompleks, kolibasilosis, coryza dan nekrotik enteritis,” dia memaparkan. 
 
Faktor predisposisi penyakit bakterial diantaranya adalah kualitas udara buruk akibat kepadatan tinggi, litter buruk, dan amonia tinggi sehingga menyebabkan ayam kekurangan oksigen dan panting. Faktor kedua adalah manajemen brooding yang kurang cermat juga memperbesar potensi serangan bakteri pada fase selanjutnya. Sebab perkembangan sistem organ termasuk sistem kekebalan berada pada fase brooding ini. Faktor ketiga, adalah biosekuriti yang ‘bolong’. Tidak ada jalan lain, biosekuriti harus segera ditata dan diperkuat.
 
Keempat, kualitas air. Air sedapat mungkin tidak terkontaminasi bakteri E coli maupun kontaminan lainnya. Untuk itu Rifa’is menyarankan agar air minum di farm diuji kualitasnya secara rutin. Jika mengandung E coli atau koliform, maka harus dilakukan treatment. “Koliform mengganggu keseimbangan mikroflora normal saluran pencernaan,” tandas dia.
 
Menurut Tito perlu pula pencegahan atau penanganan terhadap disbakteriosis, yaitu ketidakseimbangan mikroorganisme di dalam usus. Kondisi disbakteriosis berpotensi lebih besar untuk diikuti dengan infeksi bakterial dalam saluran pencernaan. Pada infeksi rheo virus dan asco virus misalnya.  “Pencegahan disbakteriosis, dulu dengan AGP (Antibiotic Growth Promoters). Setelah dilarang, keseimbangan bakteri diperbaiki dengan probiotik. Seperti Lactobacillus yang akan mendesak patogen seperti Clostridium dll,” ujar dia. 
 
Patogenesis 
Cara bakteri menginfeksi ayam, dijabarkan Tito melalui mekanisme patogenesis. “Bakteri dapat melekat pada permukaan sel (respirasi, pencernaan, dll) dibantu dengan silia atau fimbria. Sebenarnya untuk berikatan dengan permukaan sel jaringan ini tidak mudah, karena adanya sistem pertahanan sel. Seperti sel epitel saluran pernafasan yang memiliki silia,” jelas penyandang gelar PhD dari Osaka Prefecture University, Jepang ini.
 
Namun, adanya faktor pemicu / predisposisi seringkali  merusak sistem pertahanan dari sel-sel epitel sehingga bakteri berhasil masuk ke dalam jaringan organ. Dia memberikan contoh, level amonia tinggi dalam kandang dapat mengiritasi dan merusak silia pada saluran pernapasan sehingga bakteri lebih mudah menempel pada bagian yang rusak itu. “Atau juga IBV (Infectious Bronchitis Virus), LPAI (Low Pathogenic Avian Influenza), itu juga merusak sel rambut getar saluran pernapasan,” dia menerangkan.
 
Ketika bakteri berhasil masuk ke dalam jaringan dan organ, menurut Tito, toksin yang dihasilkan oleh bakteri dapat merusak pembatas sel, dan merusak sel. Infeksi yang menyebar  menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan memicu terbentuknya trombus atau gumpalan darah. Trombus menghambat aliran darah yang mengangkut oksigen dan nutrisi lainnya. Terjadilah kematian sel-sel yang berlanjut dengan kerusakan organ - organ.
 
Kerusakan organ-organ akibat infeksi meluas yang menyebar lewat pembuluh darah disebut sepsis. Sepsis yang disebabkan oleh infeksi bakteri disebut septikemia. Masifnya serangan pada berbagai organ oleh bakteri ini, misalnya terjadi pada kolibasilosis. Radang multipel pada lapisan luar organ (poli-serositis) membentuk lapisan yg disebut fibrin (air sakulitis, perikarditis, perihepatitis, peritonitis).
 
Pada kasus kolibasilosis kroni, yang sering terjadi pada layer, terlihat bungkul-bungkul yang disebut koligranuloma. Serangan bakteri E coli juga dapat menyebabkan radang pada sendi (arthritis), cairan sendi terlihat keruh. Bakteri ini juga menyebabkan salpingitis atau radang pada saluran telur.
 
Kasus penyakit pada awal fase kehidupan ayam tidak mesti terjadi karena penularan vertikal atau infeksi di hatchery. Infeksi E coli sesaat setelah DOC (ayam umur sehari) masuk kandang juga harus di antisipasi. Sering ditemukan kasus pusar berkeropeng dan membangkak pada DOC (omfalitis). Kalau dibedah, terlihat pembuluh darah pada kantong kuning telur membesar. Kuning telur dalam perut DOC berubah warna, menjadi kehijauan dan mengental bahkan menggumpal. Kasus ini jelas mengganggu transfer maternal antibodi melalui media kuning telur kepada anak ayam, sehingga kalaupun bertahan akan memiliki imunitas yang rendah. 
 
Imunosupresi 
Tito kemukakan sebenarnya tubuh punya pertahanan lain seperti sel-sel imun. Diantaranya berupa sel makofag atau sel pemakan. “Namun seringkali kemampuannya menurun karena adanya sebab infeksius maupun non infeksius yang  imunosupresif,” urainya. Infeksi virus merusak sistem pertahanan berupa sel makrofag dan limfosit. Sedangkan imunosupresi non infeksius salahsatunya adalah cemaran mikotoksin.
 
Lebih lanjut, Tito membeberkan mekanisme imunosupresi yang terjadi karena infeksi kronis oleh bakteri. Infeksi kronis memicu pembentukan leukosit terus menerus dalam jumlah besar. Maka protein dan energi dari makanan akan dimobilisasi untuk itu,  daripada untuk pertumbuhan dan menjaga fungsi organ dalam seperti jantung, sistem peredaran darah dan paru-paru. 
 
Pembentukan leukosit dan mobilisasinya besar besaran dalam jangka yang lama akan merangsang sumsum tulang belakang memproduksi myeloid-derived suppressor cells (MDSC) yang bersifat menghambat imunitas. Serangan CRD, penyakit yang disebabkan oleh Mycoplasma gallisepticum memicu kerusakan sistem imun pada ayam dengan cara ini.
 
Memperkecil risiko infeksi bakterial pada ayam karena faktor imunosupresi, Tito menyarankan peternak agar menjaga biosekuriti dan melakukan vaksinasi. “Vaksinasi penyakit viral dan perbaikan biosekuriti memperkecil risiko munculnya penyakit bakterial yang suka menumpang,” tandas dia.
 
Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 283/ April 2023
 

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain