Pengolahan pascapanen menjadi suatu kunci pada setiap produk peternakan agar dapat lebih bermanfaat
Seperti diketahui, susu merupakan bahan makanan bergizi tinggi yang mengandung berbagai zat makanan lengkap dan seimbang. Seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin. Kandungan gizi yang tinggi, menyebabkan susu sering dijadikan sebagai salah satu asupan nutrisi penting bagi manusia.
Di samping itu, susu juga merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL) yang bersifat probiotik, dan diperlukan oleh tubuh. Namun, susu sangat mudah rusak karena susu mengandung sumber gizi bagi kelangsungan hidup mikroorganisme.
Dekan Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Prof Triana Setyawardani, mengatakan bahwa tanpa penanganan dan pengolahan susu yang cepat, maka bukan lagi manfaat yang diharapkan. Melainkan kerusakan pada susu, sehingga tidak lagi layak untuk dikonsumsi.
“Salah satu bentuk olahan susu yang saat ini sedang ramai diperbincangkan adalah kefir. Kefir adalah minuman fungsional, memberikan efek fisiologis terutama di dalam saluran pencernaan. Ketika kondisi usus sehat, maka penyerapan nutrisi akan bekerja lebih optimal, tubuh pun menjadi sehat,” katanya.
Menyerupai yoghurt, kefir merupakan produk fermentasi susu yang memiliki rasa asam dan sedikit kental. Keduanya menggunakan starter pada pengolahannya, namun starter yang digunakan pada olahan kefir biasa disebut dengan grains kefir (biji-biji kefir).
Grains kefir berbentuk seperti biji-biji yang berkumpul. Jika di dalam starter yoghurt terdapat BAL atau probiotik, maka mikroorganisme di dalam grains kefir lebih kompleks. “Pada grains kefir terdapat yeast atau khamir, dan juga BAL yang beraneka ragam. Sehingga karakteristik yoghurt dan kefir pun akan berbeda,” ungkap Triana.
Menurutnya, kefir memang merupakan hal yang baru, pada saat diminum maka akan memberikan efek hangat pada tubuh, sehingga sangat cocok untuk dikonsumsi pada tempat-tempat yang bersuhu rendah. Hal ini dikarenakan adanya yeast yang terkandung di dalamnya, maka akan menghasilkan sedikit etanol atau alkohol. Oleh sebab itu, kefir memberikan efek hangat dan sedikit bersoda. Dalam pembuatan kefir dapat diatur supaya etanol dan efek sodanya tidak terlalu banyak, yaitu dengan melakukan optimalisasi proses.
Perlakuan pada Biji Kefir
Triana menerangkan, dalam pembuatan kefir dapat dilakukan dengan sederhana menggunakan peralatan yang ada di rumah. Biji kefir instan pun saat ini sudah dapat diperoleh melalui online shop. Akan tetapi kelemahannya yaitu tidak dapat dipakai secara berulang. Berbeda jika biji kefir dikembangkan sendiri, maka nilai tambahnya akan meningkat.
Hal yang menjadi pembeda pada proses pembuatan kefir dengan yoghurt, yaitu yoghurt dibuat harus dengan kondisi temperatur tertentu. “Kita memahami bahwa yoghurt hanya terdiri dari beberapa mikroorganisme BAL. Oleh karenanya, pada saat kita tidak memberikan kondisi yang terbaik untuk yoghurt, maka yoghurt tidak akan dapat menghasilkan performa yang baik,” tegasnya.
Berbeda dengan kefir yang tidak membutuhkan suhu yang harus diatur. Biasanya untuk memproduksi kefir hanya menggunakan suhu ruang. Berdasarkan hasil penelitian, guna mendapatkan karakteristik kefir yang diinginkan, maka masa inkubasi minimal 18 jam, di mana belum terjadi pemisahan antara whey (protein susu yang tidak mengendap yang biasanya berbentuk cair) dengan curd (protein susu yang berhasil diendapkan berbentuk semi padat). Bentuknya kental dan masih menyerupai yoghurt, terkadang kondisi seperti ini adalah kondisi yang diinginkan untuk produk-produk kefir tertentu seperti masker kefir.
“Bila masa inkubasi dilanjutkan hingga 24 atau bahkan 36 jam, maka antara whey dengan curd akan terpisah. Kefir yang dihasilkan pun akan terasa sangat asam. Sementara itu, jika masa inkubasi dilakukan hanya 16 jam pada suhu ruang, maka karakteristik kefir yang semestinya belum didapatkan. Pada kefir dengan masa inkubasi 18 jam di suhu ruang, dengan kandungan biji kefir 5 % misalnya, maka kita sudah bisa mendapatkan kefir seperti yang kita inginkan, di mana tidak ada kandungan etanol. Sehingga karakteristiknya mirip dengan yoghurt, tetapi lebih sedikit asam karena jumlah mikroorganismenya yang relatif lebih kompleks,” paparnya.
Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 283/ April 2023