Rochadi Tawaf: Potret Buram Persusuan Nasional

Hari Susu Dunia secara resmi dicanangkan oleh FAO setiap 1 Juni  dan mulai dirayakan sejak 2001 di seluruh dunia. Di negeri ini, baru pada 2009 melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor. 2182/KPTS/PD.420/5/2009, Indonesia turut merayakan peringatan Hari Susu dengan tajuk “Hari Susu Nusantara (HSN)”. Peringatan HSN masih di dominasi oleh hingar bingarnya industri pengolahan susu (IPS), sementara peternakan sapi perah rakyat terabaikan.

 


Perkembangan sapi perah
Sejak diintroduksikannya sapi perah di negeri ini, peternak sapi perah dikuasai lebih dari 90 % oleh peternakan rakyat. Perkembangan persusuan nasional dalam lima dasawarsa terahir ini dapat diidentifikasi kedalam 4 era pengembangan yaitu, pertama, era  keemasan, yaitu pengembangan sapi perah yang terjadi secara spektakuler pada 1979 – 1990-an. Di era ini populasi sapi perah meningkat tajam dari 94.000 ekor menjadi 325.000 ekor. Peningkatan populasi terutama disebabkan oleh impor sapi dara Friesian Holstein (FH) sebanyak 125.000 ekor dari Australia dan New Zealand.  Produksi susu meningkat dari 25.000 ton menjadi 382.000 ton per tahun,  rasio impor susu dibanding produksi SSDN (Susu Segar Dalam Negeri) menurun dari 20 : 1 menjadi 2:1.

 


Jumlah koperasi susu, meningkat dari 11 koperasi/KUD susu menjadi 201 koperasi. Hal ini terjadi,  karena komitmen pemerintah yang sungguh-sungguh untuk mengembangkan sapi perah, yang ditunjukkan oleh adanya kebijakan Surat Keputusan Bersama antara Departemen Pertanian, Departemen Koperasi dan Departemen Perindustrian pada 1983, yang dikenal dengan kebijakan BUSEP (bukti serap) yaitu wajibnya IPS menyerap SSDN.

 


Kedua, era pasar bebas pada 1990 – 2000-an;  populasi  sapi perah hanya berkisar 300 ribuan ekor. Di era ini terjadi krisisis ekonomi global (1997), dimana SSDN yang diproduksi peternakan rakyat  menurun kontribusinya menjadi 25 % dan 75 % Impor. Penyebab utama turunnya Kontribusi SSDN karena Pemerintah telah menandatangani LOI dengan IMF (International Monetary Fund) dan kemudian menerbitkan Inpres 4/1998, yang mencabut BUSEP sebagai kewajiban IPS untuk menyerap produksi susu peternakan rakyat. Hal tersebut, sebagai akibat masuknya Indonesia kedalam  perdagangan bebas dunia (meratifikasi WTO). Sejak saat itu tidak ada lagi kebijakan proteksi terhadap peternakan sapi perah rakyat.

 


Ketiga, era  swasembada daging sapi, pada 2000 – 2010.  Di era ini terjadi kenaikan harga susu dunia yang relatif tinggi, namun tidak dinikmati oleh peternak rakyat karena tidak adanya proteksi sebagai dampak globalisasi persusuan nasional. Di era ini peternak sapi perah membentuk DPN (Dewan Persusuan Nasional) sebagai respon atas kondisi yang merugikan peternak sapi perah.  di era ini, disebut pula sebagai era “program swasembada daging sapi”.

 


Dimana program swa sembada daging sapi, telah berdampak negatif terhadap perkembangan peternakan sapi perah rakyat. Pasalnya, di era ini terjadi depopulasi sapi perah yang sangat signifikan sekitar 20 – 30 %. Penyebab utamanya adalah harga daging yang mahal dan anjloknya harga susu yang rendah, telah menyebabkan peternak sapi perah menjual sapinya sebagai sumber daging sapi, untuk menyambung hidup karena usahanya tidak kondusif.

 


Keempat, era cetak biru persusuan pada 2010 – 2025 Pemerintah melalui Kemenko Perekonomian telah mengeluarkan Cetak Biru Persusuan Nasional 2012-2025 yang di revisi pada 2013. Ternyata cetak biru persusuan pun dibuat oleh Kementerian Pertanian yang di sebut Blue Print Persusuan Nasional (2010-2014). Semua Kebijakan ini pada dasarnya diarahkan kepada: a) Peningkatkan produksi SSDN, b) Peningkatan konsumsi SSDN, c) Pengembangan industri pengelolaan susu, dan d) Pengembangan pemasaran.

 


Selain hal tersebut, Kementerian Koperasi dan UKM pada 2016 menyusun Rancangan Peraturan Presiden tentang Pengembangan Persusuan nasional, yang mandeg pembuatannya. Cetak Biru persusuan nasional maupun rancangan Peraturan Presiden sebenarnya diharapkan akan mampu membangunkan kembali industri peternakan sapi perah rakyat berbasis SSDN yang terpuruk. Fakta dilapangannya, peternakan sapi perah seperti dibiarkan oleh pemerintah, tanpa kendali dan perlindungan sama sekali.

 

 

Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 285/ Juni 2023
 

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain