Implementasi Terkini Vaksinasi di Hatchery

Implementasi Terkini Vaksinasi di Hatchery

Foto: Dok. Istimewa


Vaksinasi di hatchery lebih dari sekedar memasukkan vaksin ke dalam telur maupun ke tubuh DOC (day old chicks, anak ayam umur sehari) yang baru menetas. 
 
Vaksinasi di hatchery, didefinisikan sebagai pemberian vaksin yang dilakukan di penetasan, saat masih berbentuk embrio berumur 18 hari (in ovo) maupun sesaat setelah DOC menetas. Vaksinasi in ovo dilakukan dengan menyuntikkan vaksin menembus kantong amnion (intra amniotic sac) hingga chorioallantoic membrane. Sedangkan pada DOC yag baru menetas, vaksinasi dilakukan dengan injeksi subkutan (SC) ataupun spray (penyemprotan). 
 
“Faktor yang mendorong dilakukannya vaksinasi di hatchery ini adalah pemeliharaan ayam pedaging (broiler) yang semakin singkat atau panen semakin cepat sehari setiap beberapa tahun. Vaksinasi perlu dilakukan sedini mungkin untuk memberikan stimulasi imun protektif lebih awal. Agar anak ayam lebih tahan terhadap tantangan patogen dan tumbuh sehat untuk mencapai performa optimal,” ungkap Prof Charles Rangga Tabbu, Guru Besar Emeritus Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada - Yogyakarta pada Mimbar 35 TROBOS Livestock “Update Teknologi Vaksinasi di Hatchery” pada 17 Mei 2023. 
 
Seminar online yang digelar oleh TComm melalui Zoom dan kanal youtube AgristreamTV ini juga menghadirkan Fauzi Iskandar - Veterinary Service Manager PT Ceva Animal Health Indonesia dan Eko Prasetyo - Millenial Commercial Broiler Farm Consutant.
Charles menjelaskan skala usaha broiler semakin besar sehingga vaksinasi di hatchery  akan menghasilkan efisiensi yang tinggi. “Terlebih, teknologi peralatan vaksinasi di hatchery telah berkembang pesat, diimbangi dengan vaksin jenis baru yang efektif untuk vaksinasi di hatchery,” ujar penyandang gelar PhD dari Michigan State University ini. 
 
Dia pun menyebutkan tingkat keberhasilannya ditentukan oleh beberapa faktor. Pertama peralatan yang akurat dan efektif. Kedua, operator yang terlatih dan disiplin. Ketiga, proses yang teratur dan biosekuriti yang ketat. Keempat, ruangan yang terisolasi dan bebas dari pencemaran mikroorganisme. Kelima, sistem monitoring komprehensif secara periodik. 
 
Charles membandingkan antara vaksinasi di hatchery dengan di kandang. Vaksinasi di hatchery dilakukan sebelum DOC kontak dengan patogen. Saat vaksinasi di kandang kemungkinan besar DOC telah kontak dengan patogen. Dia menyatakan perlindungan yang dimediasi oleh vaksinasi di hatchery hasilnya lebih baik daripada vaksinasi di kandang. 
 
“Vaksinasi in hatchery pada broiler bisa menggunakan metode in ovo, spray maupun injeksi subkutan. Sedangkan pada ayam petelur (layer), vaksinasi di hatchery hanya menggunakan metode spray dan suntik subkutan. Sebab harus diseleksi, hanya DOC betina saja yang divaksin. Vaksinasi in ovo dilakukan pada semua telur, tidak dapat memilah jantan atau betina,” urai Charles. 
 
Vaksinasi in ovo menghasilkan ketepatan di atas 95 %. Dengan kata lain ada peluang penyimpangan sampai dengan 5 %. Vaksin yang disuntikkan akan diserap ke dalam embrio melalui rute mulut, kloaka dan saluran respirasi. Vaksin akan memyebar pada permukaan gastrointestinal dan saluran respirasi. 
 
“Vaksinasi in ovo ini sudah dipakai di negara-negara maju. Mungkin beberapa perusahaan Indonesia pernah mencoba, dengan teknologi saat itu dan menghentikannya. Sekarang teknologi vaksinasi in ovo itu itu sudah sangat baik. Dan tidak ada alasan lagi untuk menunda. Kita lihat negara lain saja sudah berjalan baik,” tandas Charles. 
 
Dia menerangkan vaksinasi in ovo dapat meningkatkan jumlah sel limfosit T pada saat DOC menetas. Selain itu juga meningkatkan porsi sel CD4, CD8 dan antigen presenting cells (APC). Bahkan produksi imunoglobulin A (IgA) dalam mukosa juga lebih tinggi. “Limfosit T berperanan dalam pembentukan kekebalan seluler. Sedangkan sel CD4 berhubungan dengan limfosit B, dan CD8 dengan limfosit T,” terang dia. 
 
Kombinasi respons imun alami dan kekebalan perolehan akan memberikan perlindungan yang optimal pada anak ayam. Vaksinasi in ovo berpotensi mendukung terbentuknya kekebalan alami (terkait dengan CD8 dan sel T) di dalam sistem respirasi dan gastro intestinal. Sekaligus mendukung respons imun seluler (CD8 dan sel T) dan humoral (antibodi).
 
Pelarut vaksin juga harus tidak membahayakan embrio. Waktu pemberian vaksin in ovo yang optimal juga dipetakan sehubungan dengan masa inkubasi telur berembrio. Perkembangan embrio yang homogen diperlukan untuk memudahkan penempatan vaksin yang seragam dalam embrio. “Maka telur yang akan diinjeksi vaksin in ovo, ukurannya harus seragam, dan berasal dari induk yang seumur, tidak multiage,” dia mengungkapkan. 
 
Injeksi in ovo harus dilakukan secara cepat dan tepat. Maka harus dirancang sistem injeksi multiple head injector system yang dapat menyuntik secara simultan inokulum vaksin ke dalam telur dalam wadah eggtray. Kecepatan injeksi idealnya mencapai 30 - 50 ribu telur perjam. Untuk mengoperasikannya, cukup ditangani 2 orang saja. Sehingga meskipun berkinerja tinggi, MIS harus mudah dioperasikan dan memberikan dosis yang sangat tepat.
 
Jenis vaksin yang dapat digunakan untuk vaksinasi in ovo adalah HVT live untuk menumbuhkan kekebalan terhadap penyakit marek’s (herpervirus of turkey), MDV serotipe 2 dan 3, vaksin rekombinan seperti rekombinan antara HVT dengan gumboro (IBD), vaksin immun kompleks (seperti IBD immun kompleks). Dapat juga diberikan vaksin fowl pox, fowl pox vektor vaksin, vaksin reovirus, dll. Charles menyebutkan sedang diujicobakan vaksin koksidiosis dalam bentuk live oocyst untuk vaksinasi in ovo. Selain itu beberapa jenis vaksin DNA juga sedang dalam tahap riset untuk diberikan secara in ovo. 
 
Menurut Charles vaksin HVT yang mengandung F protein ND, maka akan menuruni sifat HVT virus marek’s yang viremianya terjadi sepanjang hidup. Karena mengandung potongan protein ND maka kekebalan terhadap ND itu juga terbentuk terus. 
 
Vaksin IBD imun kompleks, dia memaparkan, biasanya dibuat dari dari jenis intermediate plus, yang “dilindungi” antibodi immunoglobulin Y (IgY). IgY diambil dari ayam yang mendapat hiperimunisasi gumboro atau dari telur. Di dalam tubuh ayam, setelah maternal antibodi menurun, virus vaksin akan bereplikasi dan kemudian menuju bursal. Di sini virus vaksin IBD akan berkompetisi eksklusi dengan virus lapangan untuk menguasai bursa. 
 
Menurut Charles, vaksinasi pada DOC umur sehari di hatchery memiliki keunggulan, diantaranya vaksinasi diberikan kepada DOC yang belum mengalami stres selama transportasi dan perlakuan di farm. DOC juga belum kontak dengan patogen lapangan, sehingga diharapkan respons vaksinasi akan lebih optimal. 
 
Dikatakannya, vaksinasi subkutan di hatchery mutlak dilakukan oleh vaksinator terlatih. Pelaksanaannya sangat akurat sehingga kejadian DOC tidak mendapatkan vaksinasi peluangnya sangat rendah. Sebagai contoh, vaksinasi marek’s secara subkutan akan menghasilkan level imunitas lebih seragam, tanpa reaksi pasca vaksinasi berupa gangguan pernapasan, dan mampu menjangkau 1.600 - 2.000 DOC perjam. Sedangkan metode spray dilakukan secara otomatis dan sangat cepat. Keunggulannya, imunitas pada jaringan mukosa juga berkembang sangat baik. Biaya vaksinasi spray ini pun murah. 
 
Building Block to Performance
Charles menguraikan, vaksinasi pada DOC di hatchery ini akan mendukung pembentukan pondasi kekebalan (immune foundation) yang merupakan dasar dari building block to performance (BBP), yaitu melindungi bursa, melindungi sistem respirasi, dan melindungi gastrointestinal. Immune foundation ini akan membentuk barrier sepanjang rute infeksi mikroorganisme yang paling umum, yaitu sistem respirasi dan gastrointestinal. Sehingga didapatkan flock yang sangat sehat sehingga dapat meraih performa maksimal. 
 
Dijelaskannya, untuk mendapatkan pondasi imunitas yang kuat dimulai dengan melakukan vaksinasi pada induk / breeder secara tepat, agar mampu mewariskan maternal antibodi (MAb) yang tinggi dan homogen untuk melindungi anak ayam pada fase awal pemeliharaan. Kedua, melindungi ayam yang sedang tumbuh terhadap penyakit imunosupresif dan dampak sekundernya. Ketiga, memberikan vaksinasi awal di hatchery. 
 
Menurut dia, vaksinasi in hatchery juga harus didukung dengan manajemen pakan. Pemberian early feeding dapat mendukung keberhasilan hatchery vaccination. “Ada yang pakai gel bernutrisi (hydrated nutritious gel), yang harganya relatif mahal. Kalau mau murah, diberi menir (beras patah) yang direndam multivitamin. Hasilnya juga bagus,” ujar Charles. 
 
Dengan cara itu, dia menerangkan, organ limfoid, perkembangan epitel, enzim pencernaan, akan distimulasi lebih awal. Sistem imun itu kebanyakan ada di saluran pencernaan. Ada limfoid juga, juga ada yolk sac, jadi bukan hanya tonsil dan limfoid pencernaan atas yang selama ini diketahui. “Sel-sel yang imunokompeten itu akan berkembang sesuai umur ayam. Seperti bursa dll itu setelah 2 minggu 3 minggu baru berkembang lebih lanjut,” kata dia. 
 
Charles menegaskan tidak ada kontradiksi antara vaksinasi di hatchery dengan MAb. Bahkan, menurut dia, sejauh ini MAb dan vaksinasi di hatchery itu sinergi. “MAb dalam bentuk imunoglobulin ada di yolk, dan IgA ada di albuminnya. Maka saat disuntikkan vaksin virus vektor ini akan dibagi ke mana-mana, seperti mulut, gastrointestinal dan seluruh tubuh. Akan dikenali oleh sistem kekebalan alami, non spesifik. Kekebalan MAb itu ada di sisi kekebalan humoral,” dia menjelaskan. 
 
Vaksinasi di hatchery, diakui Charles, tidak menjamin ayam tidak akan kena penyakit. Sebab, bagaimanapun kondisi DOC tetap dipengaruhi kondisi PS/induk. Ditambah dengan seleksi  dan handling telur tetasnya. 
 
 
Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 285/ Juni 2023
Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 284/ Mei 2023

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain