Kamis, 1 Juni 2023

Denny Widaya Lukman: Penerapan Kebersihan & Penanganan Daging Kurban

Memperingati Hari Raya Idul Adha, kehadiran dokter hewan menjadi penting guna menjamin keamanan dalam penyelenggaraan pemotongan hewan kurban. Juga memastikan kaidah veteriner dapat dilaksanakan bersamaan dengan kaidah agama pada prosesinya agar daging kurban yang diterima masyarakat benar-benar dalam keadaan aman, halal, toyyib dan terbebas dari penyakit.

 


Khususnya pada kondisi saat ini dengan mewabahnya penyakit eksotis yang menyerang ruminansia mulai dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dan Lumpy Skin Disease (LSD). Ditambah lagi munculnya penyakit Peste des Petits Ruminant (PPR) yang menyerang ruminansia kecil, menjadi sebuah tantangan tersendiri dalam pelaksanaan kurban tahun ini.

 


Menjelang pelaksanaan kurban, maka sebaik-baiknya pemotongan hewan kurban dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH). Namun kurangnya fasilitas pemotongan di RPH menyebabkan masih adanya hewan kurban yang dipotong di luar RPH. Pada intinya, dimana pun hewan kurban itu dipotong, maka harus terbebas dari segala penyakit yang ada.

 


Bicara tentang kebersihan di tempat penanganan daging, sanitasi dan hygene wajib diterapkan pada orang-orang yang berkaitan secara langsung. Juga peralatan yang akan digunakan dan kontak dengan daging. Sanitasi dan hygene ini juga harus dilakukan pada setiap proses pemotongannya, terlebih setelah pengeluaran darah hingga daging dikemas, hingga tempat pemotongan dan penanganan daging.

 


 Hal yang perlu diperhatikan pada tempat pemotongan hewan kurban terkait kesehatan dan kebersihan terutama di luar RPH adalah ketersediaan air bersih, adanya alat gantung untuk penanganan karkas sehingga daging tidak terkena tanah atau menyentuh lantai dan bahan-bahan kotor lainnya. Diperlukan pula adanya tempat pencucian jeroan yang terpisah dengan penanganan daging dan juga dilengkapi dengan fasilitas pembuangan limbah.   

 


Jeroan disini terbagi menjadi 2 yaitu jeroan merah dan jeroan hijau. Jeroan merah terdiri atas paru, jantung, hati, limpa, dan ginjal. Sedangkan jeroan hijau itu kita kenal dengan perutan dan usus. Jeroan hijau ini harus dicuci bersih, tetapi air buangannya jangan disalurkan langsung ke selokan umum atau sungai, buanglah ke septic tank atau lubang pembuangan limbah.

 


Hindari daging dari terkenanya isi jeroan, kotoran, tanah, dan benda-benda kotor. Jangan sampai daging ditangani di atas lantai bahkan tanah. Dan sebaiknya tangan orang-orang yang menangani daging selalu dijaga bersih.

 


Penanganan Daging di Luar RPH
Harapannya bahwa proses pemotongan mulai dari sembelih sampai pemisahan daging tidak terlalu lama. Jangan tumpuk hewan yang telah disembelih tetapi belum dipisahkan kulit dan dikeluarkannya jeroan pada tepat yang panas karena akan menyebabkan hewan potongan tadi cepat membusuk. Hal ini sering terjadi dan ditemukan pada saat melakukan pengawasan di Jabodetabek.

 


 Untuk mengurangi kontak antara hewan yang dipotong dengan lantai, sediakan penyanggah hewan yang biasa dikenal sebagai cradle. Hewan semestinya digantung sehingga tidak akan tersentuh antara daging dan lantai. Hal ini rupanya sudah mulai diterapkan dari tahun ke tahun, semoga saja himbauan dan edukasi ini tetap bisa dijalankan kepada Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) maupun para panitia kurban.

 


Contoh yang paling ideal ialah, disediakannya tempat menggantung dimana daging digantung. Daging yang sudah dilepaskan dari tulang disimpan di dalam boks. Kemudian, orang yang bekerja disana pun juga sangat memperhatikan kebersihannya dimana kakinya dibungkus oleh plastik.

 


Setelah dipotong, daging dipisahkan dengan jeroan. Dan daging yang sudah dipisahkan sebaiknya segera di dipindahkan ke tempat pencacahan dan pemotongan yang bersih. Baik alat, orang, tempat, maupun talenan untuk pencacahan daging dan jeroan sebaiknya terpisah karena bagaimana pun jeroan mengandung mikroorganisme yang relatif lebih banyak jumlahnya.

 


Kalaupun daging terpaksa diletakkan pada lantai, alasi dengan plastik. Namun sebaik-baiknya diwadahi dengan boks atau baskom plastik. Kalaupun dialasi plastik, daging akan mudah tersentuh oleh kaki orang yang membagi atau mengedarkan daging.

 


Alas pemotong daging baik talenan atau meja harus selalu dalam terjaga kebersihannya. Pisau yang digunakan juga sebaiknya harus dalam keadaan bersih dan tajam. Kalau bisa pisau ini disuci-hamakan dengan menggunakan air panas minimal 82 °C jika tersedia, kalau tidak tersedia minimal dicuci bersih dengan sabun.

 


Talenan atau alas pemotong yang dianjurkan terbuah dari bahan plastik polietilen (PE) atau high-density polyethylene (HDPE). Sementara itu, tidak dianjurkan menggunakan talenan terbuat dari bahan kayu karena kayu merupakan bahan yang sulit untuk disuci-hamakan.       

 


Untuk pembagian daging yang menggunakan plastik, plastik yang diharapkan adalah plastik yang mudah terurai di alam dengan panjang sekitar 32 cm dan tinggi 45 cm. Sehingga hal ini turut membantu kelestarian lingkungan.

 


Para panitia diharapkan tahun ini bisa membuat 3 plastik untuk setiap mustahik (penerima kurban) untuk membedakan pengemasan daging dan jeroannya. Plastik-plastik tersebut antara lain terdiri dari daging, jeroan merah, dan jeroan hijau. Kalaupun hanya dipisah dengan 2 plastik, maka dianjurkan 1 plastik untuk daging, dan plastik lainnya untuk jeroan merah dan jeroan hijau. Tetapi jauh lebih baik kalau menyediakan 3 plastik atau wadah karena mustahik berhak mendapatkan daging yang halalan toyyiban.

 


Berdasarkan penelitian, sebaiknya daging sudah diedarkan dan diterima oleh mustahik kurang dari 5 jam sejak hewan dipotong. Contohnya, jika hewan disembelih jam 11.00, maka daging sudah harus diterima mustahik paling lambat jam 16.00. Mengingat tempat pemotongan hewan di luar RPH tidak menyediakan fasilitas pendingin kecuali memang disediakan fasilitas pendingin.

 

 

 
Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 285/ Juni 2023

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain