Proyeksi tentang kebutuhan daging unggas pada 2050 akan terus meningkat seiring populasi jumlah penduduk yang juga terus bertambah. Akibatnya, kebutuhan sumber bahan pakan jagung dan bungkil kedelai untuk unggas juga akan semakin meningkat. Namun, kurangnya keberlanjutan produksi tanaman tersebut menjadi alasan utama para ahli nutrisi pakan ternak, untuk terus berinovasi dalam mengembangkan bahan pakan alternatif yang mampu mengoptimalkan pemanfaatan lahan dan air serta menjadi kualitas produk yang berkelanjutan.
Komposisi kimia mikroalga terdiri dari kadar abu (5-17 %), karbohidrat (18-46 %), protein kasar (18-46 %), lemak kasar (12-48 %), dan energi (19-27 MJ/kg). Komposisi asam amino terdiri dari leusin (11,9 %), lisin (8,0 %), arginin (8,6 %), dan triptofan (3,3 %). Komposisi mineral terdiri dari kalsium (0,1-3,0 %), magnesium (0,3-0,7 %), fosfor (0,7-1,5 %), kalium (0,7-2,4 %), natrium (0,8-2,7 %), dan belerang (0,4-1,4 %). Mikroalga mengandung total fenol 6-13 mg setara asam galat (gram per bahan kering).
Adapun spesies mikroalga terdiri dari Bacillariophyceae (diatom), Chlorophyceae (ganggang hijau), Chrysophyceae (ganggang emas) dan Cyanophyceae (ganggang biru). Mikroalga adalah sumber protein yang menjanjikan untuk pakan ternak, karena tidak membutuhkan lahan yang luas dan diproduksi di fotobioreaktor atau menggunakan kolam raceway air asin atau air limbah. Selain itu, salah satu keuntungan yang terkait dengan produksi mikroalga adalah kemungkinan menggunakannya sebagai bio-sequester karbon dioksida, sehingga memberikan potensi untuk pengurangan emisi gas rumah kaca.
Beberapa penelitian terkini telah dilaporkan bahwa penggunaan mikroalga dalam pakan ternak tidak hanya sebagai pengganti pakan sumber protein, tetapi juga sebagai sumber senyawa bioaktif yang dapat meningkatkan respon kekebalan ternak, ketahanan terhadap penyakit dan meningkatkan fungsi usus guna merangsang kolonisasi bakteri probiotik. Mikroalga selanjutnya merupakan sumber pigmen, vitamin, mineral dan asam lemak eicosapentaenoic (EPA) dan docosahexaenoic (DHA), yang diketahui dapat meningkatkan kualitas daging broiler (ayam pedaging).
Mikroalga dalam Pakan Broiler
Spirulina adalah salah satu mikroalga yang paling banyak diteliti, sebagai pakan aditif pada broiler. Penggunaan tepung spirulina sebanyak 12-17 % dalam ransum broiler selama 16 hari, tidak berpengaruh terhadap performa produksi. Namun kandungan karoten dan warna daging cerah kekuningan lebih tinggi bandingkan kontrol. Hal ini menjadi rekomendasi pengembangan kualitas produk daging broiler yang lebih disukai konsumen, pasalnya warna lebih terang dan tidak gelap.
Berdasarkan beberapa penelitian, dilaporkan bahwa dosis spirulina yang lebih rendah sebanyak 0,25; 0,5; 0,75 dan 1% dalam ransum selama 42 hari, berpengaruh terhadap kenaikan daya ikat air dan kandungan PUFA (polyunsaturated fatty acid) bagian daging dada dan paha. Spesies mikroalga Schizochytrium sp pada pakan broiler sebanyak 2,8 % meningkatkan kandungan PUFA dan DHA pada dagingnya. Selain kandungan PUFA, penggunaan Schizochytrium sp juga harus memperhatikan kualitas organoleptic, terutama tingkat kesukaan.
Dosis mikroalga sebanyak 5,5 % sudah menurunkan tingkat kesukaan daging broiler. Penelitian lain juga melaporkan, bahwa penggunaan mikroalga sebanyak 1 atau 2 % selama 42 hari, dapat menggantikan minyak kedelai dalam ransum, dan berpengaruh terhadap kenaikan kadar EPA serta DHA pada daging dada dan paha, dibandingkan dengan kelompok kontrol. Penambahan Schizochytrium sp sebanyak 7,4 % dalam ransum, menurunkan kualitas organoleptik broiler.
Rekomendasi para peneliti untuk spesies Schizochytrium sp, yaitu sebanyak 3,7 % dalam ransum, karena terbukti meningkatkan kandungan PUFA daging tanpa mempengaruhi kualitas sensorisnya. Jika dilihat dari beberapa hasil penelitian, penggunaan mikroalga perlu adanya pengaturan dosis rendah dalam ransum supaya tidak mempengaruhi sifat sensorisnya.
Limbah biofuel (bahan bakar alami) yang menggunakan alga sebagai bioreaktor, juga dapat digunakan sebagai pakan broiler. Limbah tersebut telah dihilangkan lemaknya dengan dosis sebanyak 2, 4, 8 atau 16 % dapat meningkatkan secara linier kandungan omega-3, EPA, DHA pada daging dada dan paha.
Penambahan 10 % spesies Chlorella vulgaris meningkatkan parameter kualitas dan komposisi asam lemak daging broiler tanpa mengurangi performa pertumbuhan. Penggunaan C. vulgaris sebagai sumber utama asam lemak omega-3 dalam pakan ayam pedaging, adalah cara yang efisien untuk meningkatkan konsentrasi DHA dan rasio EPA serta n6/n3 pada daging dada broiler.
Lebih lanjut, pakan yang mengandung C. vulgaris dapat memperbaiki warna daging broiler, meningkatkan pigmen, fenol total, dan menurunkan jumlah bakteri patogen tanpa mempengaruhi tekstur dan penerimaan sensori daging dada. Oleh karena itu, dari sudut pandang nutrisi, konsentrasi C. vulgaris 15 dan 20 % dalam pakan, berhasil digunakan sebagai pengganti sebagian bungkil kedelai sambil meningkatkan kualitas daging dada. Sedangkan inklusi C. vulgaris 10 %, direkomendasikan dalam produksi skala komersil atau industri.
Budidaya Mikroalga
Fotobioreaktor adalah teknik untuk menumbuhkan mikroalga di lingkungan tertentu yang terkontrol. Mikroalga dapat tumbuh dengan sangat cepat di tempat keadaan lingkungan yang tepat. Kebanyakan mikroalga menggunakan cahaya dan karbon dioksida (CO2) sebagai sumber energi serta sumber karbon (organisme fotoautotrofik). Pertumbuhan mikroalga yang optimal, membutuhkan air dengan suhu berkisar antara 15-30°C. Reaktor untuk budidaya mikroalga harus mengandung nutrisi dan mineral, yang berfungsi dalam pembentukan sel seperti nitrogen, fosfor, dan besi.
Mikroalga berpotensi menggantikan bungkil kedelai jika digunakan dalam ransum hingga 10 % dalam kondisi tepung, sehingga perlu adanya pengembangan bioreaktor dan teknologi pengeringan untuk kontinuitas produksinya.TROBOS
Dosen Jurusan Peternakan
Politeknik Pembangunan Pertanian Malang