Antisipasi El Nino Bagi Perunggasan

Antisipasi El Nino Bagi Perunggasan

Foto: 


Jagung merupakan salah satu bahan pakan ternak utama yang digunakan dalam formulasi pakan sehingga harus terjaga kontinuitasnya. Sementara dampak jelas El Nino diperkirakan akan terjadi pada puncak kemarau di September sampai November 2023
 
Kurang lebih sebanyak 3 hektar lahan peternakan layer (ayam petelur) miliknya dijadikan untuk tanam jagung. Fery, peternak layer self mixing di Sukabumi ini melakukan hal tersebut untuk mensiasati ketersediaan jagung lokal yang dalam kondisi tertentu harganya tinggi dan susah didapatkan. “Sejak pelarangan impor jagung pada 2017, mulai menanam jagung sendiri untuk kebutuhan self mixing (mencampur pakan sendiri) bagi ayam di farm,” cetusnya kepada TROBOS Livestock.
 
Ia mengutarakan, selain menanam sendiri juga melakukan kemitraan dengan petani jagung lokal di sekitar wilayah Sukabumi. Kalau di kandang hanya lahan riset, sedangkan di kemitraan dengan sewa lahan hampir mencapai 100 hektar. Sekarang pun, masih mengembangkan lagi di kecamatan – kecamatan yang baru di wilayah Sukabumi selatan. “Untuk produksi per hektarnya bervariasi di kisaran 12 – 15 ton per ha dalam bentuk bonggolan. Sedangkan, dalam bentuk pipil kering untuk kadar air sebanyak 15 % jumlahnya kisaran 5 – 7  ton tergantung lahan, cuaca, serta benihnya,” sebutnya.
 
Ia menyebut jagung merupakan salah satu bahan pakan ternak yang biasa pakai di dalam formulasi pakan, terutama pakan unggas. Jumlahnya pun bisa mencapai 50 – 60 persen, sehingga ketersediaan jagung sangat berpengaruh terhadap biaya pakan yang menyumbang 70 persen dalam biaya produksi.
 
Dengan prediksi adanya El Nino pada tahun ini, tentunya menurut Fery, akan cukup mengkhawatirkan bagi para peternak layer, terutama self mixing. Sementara saat ini, setelah 3 tahun pasca pandemi Covid-19, industri perunggasan masih belum baik – baik saja. Harga jual telur masih sering dibawah Harga Pokok Produksi (HPP). Kondisi tersebut tidak pernah terjadi sebelumnya, sehingga cukup menguras populasi di farm. “Populasi sudah berkurang hampir separonya. Waktu itu, HPP di harga Rp 23.000 per kg sedangkan harga jual hanya Rp 18.000 per kg. Biasanya harga jual di bawah HPP, pada masa – masa tertentu saja dan mengalami perbaikan harga di momen – momen tertentu juga,” ujarnya.
 
Ditambahkan Roby Cahya Dharma Gandawijaya, peternak layer self mixing di Sukabumi, saat ini produksi telur secara nasional mungkin sudah berkurang sebanyak 20 – 30 persen. Bahkan untuk HPP sekarang sudah di angka Rp 26.000 per kilogramnya. Dengan harga pakan sudah mencapai Rp 7.500 per kilogram sebelumnya Rp 5.800 – 6.000 per kilogramnya. 
 
Timbul Sihombing, Ketua Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) mengatakan El Nino akan cukup banyak mempengaruhi supply bahan baku pakan ternak dan rantainya serta lanjut ke industri pakan kemudian kenaikan harga bahan baku pakan sehingga berpengaruh terhadap kenaikan harga pakan ternak. Maka biaya produksi di peternak, akan menjadi tinggi sementara harga di hilir atau end product untuk unggas ini tidak bisa dikontrol karena faktor supply dan demand. “Kondisi anomali ini tentunya menjadi suatu masalah tambahan bagi industri perunggasan,” ujarnya.
 
El Nino dan Dampaknya
Amsari M Setiawan, Subkoordinator Analisis dan Informasi Iklim BMKG menjelaskan definisi El Nino bahwa anomali Iklim di wilayah Samudra Pasifik yang umumnya akan ditandai dengan menghangatnya suhu permukaan laut di wilayah Samudra Pasifik. Misal El Nino terjadi, wilayah Indonesia akan mengalami curah hujan yang lebih rendah dibandingkan dengan biasanya.
 
El Nino memberikan dampak yang bervariasi dari waktu ke waktu. Hanya lebih jelas dampaknya periode Juni sampai November atau periode musim kemarau kalau di wilayah Indonesia secara umum. Di awal Juni, pada beberapa daerah yang mengalami musim kemarau merupakan sesuatu yang normal karena memang sudah memasuki musim kemarau. 
 
Seperti di wilayah Jawa kemudian Bali, NTB, NTT dan Sumatera Bagian Selatan, Sumatera Bagian Utara dan Kalimantan bagian Selatan atau hampir sekitar 51 % wilayah Indonesia sudah mengalami atau baru masuk musim kemarau. “Kalau kita membahas dampak El Nino, sebetulnya belum terasa tetapi identifikasi awannya baru di sekitar Juni – Agustus. Sementara diperkirakan puncak kemarau sebagai dampak dari El Nino terjadi pada September, Oktober dan November 2023,” ujarnya dalam suatu webinar baru – baru ini.
 
Historis kejadian El Nino di masa lalu, diutarakan Amsari menunjukkan bahwa El Nino yang mulai berkembang pada semester II umumnya berintensitas lemah – moderate, misalnya pada 2018, 2009, 2006 dan 2004. Lalu curah hujan pada Agustus-September-Oktober 2023 diprediksi akan berada pada kategori bawah normal, terutama wilayah Sumatera, Jawa-Bali-NTB-NTT, sebagian Kalimantan dan sebagian Sulawesi. Sebagian daerah bahkan mengalami hujan kategori sangat rendah (< 20 mm/bulan).
 
Ditambahkan Timbul, bahwa dampak Langsung El Nino terhadap industri peternakan diantaranya musim kemarau panjang tentunya menyebabkan suhu tinggi pada siang hari, terkadang suhu naik sangat ekstrem. Sehingga menyebabkan cekaman panas pada ternak sehingga dapat menyebabkan ternak stres dan penurunan performa.
 
Lalu misal pada unggas, cekaman panas mengakibatkan pertumbuhan ternak menjadi lambat dan produksi menjadi rendah, diakibatkan dari konsumsi pakan yang menjadi menurun. Tingginya suhu lingkungan dapat juga menyebabkan terjadinya cekaman oksidatif dalam tubuh, sehingga menimbulkan munculnya radikal bebas yang berlebihan.
 
Sementara dampak tidak langsung El Nino diantaranya, pertama, kekeringan. Tanaman membutuhkan air yang cukup untuk tumbuh dengan baik, dan kekurangan air dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan mengurangi hasil panen salahsatunya jagung sebagai sumber utama bahan pakan unggas serta bahan pakan tumbuhan impor. 
 
Kedua, penyakit dan hama. Menyebabkan penyebaran yang lebih cepat dan lebih luas dari serangan penyakit dan hama, yang dapat merusak tanaman dan mengurangi hasil panen. Ketiga, ketidakstabilan pasar. Jika panen berkurang atau gagal, pasokan dapat berkurang, yang dapat menyebabkan kenaikan harga dan ketidakseimbangan pasokan serta permintaan. 
 
Keempat, gangguan musim tanam. Menyebabkan penundaan dalam penanaman tanaman, penurunan luas tanam, atau bahkan kegagalan panen. Penurunan luas tanam dapat mempengaruhi produksi jagung nasional dimana kebutuhan untuk industri pakan mencapai 70 % dari total produksi jagung. Terakhir, penurunan kualitas tanaman. Kondisi cuaca ekstrem yang terkait dengan El Nino, seperti suhu yang tinggi dan kekurangan air, dapat menyebabkan penurunan kualitas tanaman. “Industri pakan menyerap 100 % produksi jagung nasional, kualitas jagung yang menurun berdampak pada kualitas pakan,” tegasnya.
 
Penyesuaian Harga Pakan
Timbul mengatakan sekalipun El Nino belum datang pada kuartal pertama (Q1) tahun ini di industri pakan ternak sudah cukup mengalami banyak tantangan terkait ketersediaan bahan baku pakan terutama supply sehingga menaikkan harga bahan baku pakan. Secara otomatis untuk menyesuaikan harga kenaikan bahan baku pakan industri pakan melakukan perubahan atau menaikkan harga pakan sehingga sangat berpengaruh sekali terhadap peternak tanah air.
 
Dari segi industri pakan yang hasil produksinya dihilir dalam hal ini ayam dan telur sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas, karena merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling murah akan tetap tumbuh sekalipun banyak challenge. “Walaupun El Nino belum datang ketersediaan bahan paku pakan di Q1, mengalami tantangan yang luar biasa sehingga perubahan harga pakan di market mau tidak mau harus kita dilakukan,” cetusnya.
 
Sedikit cerita situasi global market saat ini, dijabarkan Timbul untuk beberapa bahan pakan impor diantaranya yaitu pada 3 – 5  tahun ke depan akan ada shifting eksportir dari USA ke Brazil. USA bukan lagi menjadi top eksportir soy bean. Lalu kebalikan dari Argentina, di Brazil cuaca sedang bagus sehingga masih menjadi leading untuk jagung dan soy bean. “Saat ini China merupakan importir terbesar untuk soy bean,” jelasnya.
 
Dijelaskan secara detail, China merupakan importir nomor 1 dunia untuk soy bean karena di Mei memecahkan rekor dengan mengimpor 12,02 juta ton soy bean atau meningkat 24 % dibandingkan tahun lalu. Saat ini, China mengimpor sekitar 85 % atau mendekati 100 juta ton untuk kebutuhan soy bean domestik dari luar negeri dengan importir utama berasal dari USA dan Brazil. “Brazil muncul sebagai pemain terkemuka melampaui USA untuk soy bean dan jagung,” cetusnya.
 
Ia tuturkan impor bahan pakan berdasarkan volume sebanyak 30 – 35 % dan berdasarkan nilai yaitu 55 – 60 % dari nilai rupiahnya. Sedangkan di dalam negeri, menurut data penelitian memperkirakan akan ada proyeksi penurunan hasil panen pada tanaman jagung pada 2050 dibandingkan 2006 akibat peningkatan laju respirasi tanaman yang disebabkan oleh kenaikan suhu. Penurunan hasil panen sebanyak 10 – 20 persen dengan kenaikan suhu rata – rata 1,6 – 3 derajat celcius. 
 
Informasi ini tentunya perlu diantisipasi, selain mudahnya petani mencari atau menanam alternatif agar hasil tanah menjadi lebih baik. Namun disatu sisi, akan menjadi kendala yang harus dipersiapkan oleh pemerintah untuk menghadapi situasi ke depan terkait ketersediaan jagung ini. “Pengaruh di hasil pertanian sangat signifikan sekali dampaknya terhadap industri pakan ternak ini,” tegasnya.
 
Kemudian rantai pasok komoditas pertanian cukup panjang, sehingga harus di breakdown agar lebih baik dengan mencari solusi terbaik. “Sehingga semua pihak dapat menikmati keuntungan, terutama peternak agar dalam budidaya ayam ini dapat terus eksis,” urai Timbul.
 
Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 286/ Juli 2023
 
 

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain