Beternak broiler harus penuh perhitungan dan mencari kualitas melalui optimalisasi performa ayam
Wilayah Desa Girikerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta merupakan wilayah agraris yang subur sehingga hampir semua penduduknya bersawah dan berkebun. Salah satu tanaman yang menjadi komoditas utama adalah salak. Maka tidak heran, sepanjang jalan banyak terdapat kebun salak dengan luasan yang beragam. Namun, dengan kondisi harga salak yang dinilai masih belum mencukupi kebutuhan rumah tangganya, akhirnya bagi pria yang bernama lengkap Arie Widyantoro banting stir menjadi peternak broiler (ayam pedaging). “Awal mulanya pada 4 tahun yang lalu, harga jual salak sangat murah karena produksi yang berlebih. Terus beralih menjadi peternak broiler dengan membangun kandang di lahan kebun salak milik keluarga,” jelas Arie.
Ia menuturkan, saat ini sudah 1800 meter persegi lahan kebun salaknya digunakan untuk 3 kandang broiler. Semua kandang mempunyai luasan yang sama sekitar 600 meter, hanya pembuatannya dilakukan secara 3 tahap. Kandang pertama dibuat pada akhir 2018 dan mulai beroperasi di Maret 2019. Kandang kedua tahun pembuatan di 2020 dan kandang ketiga dibuat pada pertengahan 2021. Untuk jumlah populasi ayam di setiap kandang berjumlah kurang lebih 8.000 ekor, jadi totalnya sebanyak 24.000 ekor. “Setiap satu setengah tahun membuat kandang. Kedepan mungkin akan menambah populasi ayam lagi, karena masih ada lahan kebun salak yang belum terpakai sekitar 2100 – 2300 meter persegi lagi,” urainya.
Lanjutnya, di 2018 selain menjadi petani salak, ternyata Arie pun bekerja disalah satu bank BUMN sebagai petugas keamanan. Alasan berpindah untuk menjadi peternak broiler, ia kemukakan sudah lama bekerja menjadi karyawan, ingin lepas dari ikatan dinas atau jam kerja. “Saya memutuskan untuk beralih menjadi pengusaha dan jatuhnya ke broiler karena ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang akan selalu dikonsumsi masyarakat dan akan terus tumbuh permintaannya,” ungkapnya.
Belajar Otodidak
Bagi pria lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Muhammadiyah, Sleman jurusan Otomotif ini, belajar beternak ayam pedaging secara otodidak. Hanya, ia mempunyai prinsip untuk memperlakukan sesuatu yang bernyawa dengan baik. Misalnya seperti manusia, butuh makan, minum, lingkungan yang nyaman serta diberi obat jika sakit. “Semua perlakuan seperti itu, diaplikasikan kepada ayam,” cetusnya.
Hanya, memang menurutnya, dalam beternak ayam pedaging ini butuh kesabaran, keuletan dan terus belajar terutama terkait manajemen produksi. Ayam ini kadang – kadang cukup manja, sudah dikasih makan tetapi belum mau makan. Maka, tidak jarang harus diberikan perlakukan perlakuan khusus di dalam kandang. Langkah pertama belajar dulu dari periode pertama punya kandang dengan kapasitas 8.000 ekor, hanya di isi setengahnya berjumlah 4.000 ekor dulu untuk belajar dari chick in sampai panen. Tetapi ternyata hasilnya lumayan.
“Akhirnya mengisi kandang lantai atas dan bawah, mulai dari itu, saya semakin yakin usaha yang dikerjakan ini baik untuk pribadi dan khususnya untuk keluarga. Serta umumnya untuk warga sekitar yang butuh lapangan pekerjaan yang mau bekerja sama dan menaikkan taraf hidup keluarganya,” ungkap Arie.
Dalam beternak ayam ini, diutarakan bapak dari dua anak ini bahwa harus penuh perhitungan dan mencari kualiitas melalui optimalisasi performa ayam. Contohnya, sebenernya di kandang maksimalnya bisa mencapai 30.000 ekor. Tetapi tidak mencari populasi, pihaknya mencari hasil yang baik. “Kalau kita mencari populasi dan ternyata hasilnya tidak baik sama saja, keuntungannya tidak maksimal. Yang kita cari pertama ayam harus performa bagus dalam artian ayam sehat dan saat panen deplesinya minim atau di bawah standar 5 %. Tentunya, di masa akhir nanti akan menghasilkan sisa labanya itu banyak buat kita,” urainya.
Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 287/ Agustus 2023