Jumat, 1 September 2023

Agus Sholehul Huda : Asam Garam di Usaha Peternakan

Agus Sholehul Huda : Asam Garam di Usaha Peternakan

Foto: Dok. Pribadi


Pasar di bisnis doka yang sudah tersedia yaitu akikah dan kurban, tetapi di lapangan tidak mudah juga dalam menjalaninya. Lalu silaturahmi dengan sesama peternak wajib agar bisa saling bertukar pikiran, diskusi dan mendapat informasi yang terkini
 
Hampir semua usaha komoditas ternak pernah dilakukan oleh pria yang bernama lengkap Agus Sholehul Huda ini. Mulai dari ayam pedaging (broiler), ayam petelur (layer), sapi potong dan terakhir domba kambing (Doka). “Saat ini lebih fokus di peternakan Doka, selain di kandang ada layer dan penggemukan sapi potong serta beberapa ekor sapi perah,” jelasnya kepada TROBOS Livestock di farmnya yang berlokasi di Desa Purwosari, Kecamatan Gumukmas, Kabupaten Jember, Jawa Timur beberapa waktu lalu.
 
Agus biasa disapa mengatakan memang sejak dibangku kuliah suka berwirausaha dan tidak menyukai hanya diam dan terjadwal yang baku dalam suatu kegiatan. Kala itu, pada 1996 sudah mempunyai 2 warung makan di sebuah mall di Yogyakarta. “Sejak mahasiswa, memang saya sudah mempunyai passion berwirausaha dengan segala tantangannya,” cetus lulusan Magister Agribisnis Terapan di Politeknik Negeri Jember, Jawa Timur ini.
 
Ragam Beternak
Beternak sejak 1999, lulus dari Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Ayah dari 4 orang putri ini menuturkan modal awal usaha beternak dengan menjual kendaraan motor yang dimilikinya seharga Rp 4 juta. “Jumlah tersebut dibagi untuk Rp 1 juta modal beternak broiler dan Rp 1 juta untuk membuka Poultry Shop (PS) serta sewa tempatnya. Kemudian senilai Rp 1 juta modal dagang telur ayam ras dan telur puyuh serta sisanya untuk membuat kandang,” jelasnya.
 
Waktu itu, diutarakan Agus merupakan momentum berkembangnya usaha peternakan karena setelah krisis pada 1998, banyak orang yang meninggalkan ternak karena dinilai tidak menguntungkan. “Kebetulan sekali saya masuk jadi peternak ayam potong dengan modal Rp 1 juta mendapatkan keuntungan panen pertama Rp 600 ribu. Dengan harga bibit dan pakan jauh lebih rendah dibandingkan sekarang serta harga jualnya tinggi karena tidak ada kompetitor. Kemudian berkembang sampai pada 2000 mempunyai broiler sebanyak 3.000 ekor,” tuturnya.
 
Sedangkan untuk pendapatan sehari – hari karena sudah berkeluarga dengan menjual telur ayam ras dan telur puyuh sebanyak 2 – 5 kotak per hari. Keuntungan per kilo bisa mencapai Rp 2.000. “Dari jumlah keuntungan perbulan dikurangi biaya hidup ada sisa untuk ditabung,” tegasnya.
 
Hanya pada 2000, sudah mulai banyak orang beternak broiler dan harga ayam hidup turun, sedangkan harga pakan dan bibit naik. Sehingga, keuntungan yang diperoleh berkurang dibandingkan tahun – tahun sebelumnya. Akhirnya memutuskan pada Mei 2000 mulai beternak ayam petelur sebanyak 1.100 ekor. 
 
Namun, di awal beternak menghadapi masalah terkena serangan penyakit yang mengakibatkan kematian sebanyak 600 ekor. “Kondisi tersebut merupakan ujian pertama yang cukup besar dalam usaha beternak. Disamping di beternak broiler pun, populasi turun yang hanya tinggal 1.000 ekor. Namun untungnya dagang telur masih telur berlanjut sampai sekarang,” jelasnya.
 
Sedangkan untuk bisnis PS cukup berkembang, karena menjadi distributor sebuah perusahaan pabrik pakan baru. Pakan dijual dengan membina kelompok – kelompok ternak. Omzetnya kurang lebih 30 ton per bulan pada 2001. “Mulai mendapat modal dari perbank-an sehingga semua bisnis berkembang seperti layer populasinya menjadi 5.000 ekor. PS terus meningkat sampai omzet pakan mencapai 500 ton perbulan pada 2008. Pakan yang dijual seperti pakan lele, ayam dll. Hanya pada 2009, usaha PS bangkrut karena ada masalah SDM yang tidak amanah,” lirihnya.
 
Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 288/ September 2023
 
 
 

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain