Milking Parlour System di Indonesia

Milking Parlour System di Indonesia

Foto: Istimewa


Milking parlour atau tempat pemerahan merupakan hal yang lazim disediakan pada suatu peternakan sapi perah. Beberapa tipe milking parlour yang biasa digunakan di Indonesia seperti tipe side opening (tandem) parlour, herringbone parlour, paralel parlour, rotary milking parlour, ataupun parabone parlour dengan karakteristik yang berbeda-beda.

 


Pernyataan berikut disampaikan oleh Denny Wisono, Milking Team, Global Dairi Alami Subang (Djarum Group) dalam kesempatannya mengisi seminar berbasis online pada Sabtu (27/5). Ia mengutarakan, tipe side opening parlour belum pernah ia temukan di peternakan sapi perah di Indonesia. Pada tipe ini, sapi-sapi perah diletakkan berdampingan di 2 sisi berhadapan dengan arah yang sama, kemudian keluar dengan cara menyamping.

 


Tipe herringbone parlour adalah salah satu tipe pemerahan yang paling umum dan paling tua di dunia. “Terdapat 2 sisi jalur sapi yang saling berhadapan dengan ditambahkan kemiringan hingga 40°. Biasanya digunakan untuk peternakan skala menengah ke atas. Selain paling tua, tipe pemerahan ini bisa dikatakan yang paling sederhana,” ungkap Denny.

 


Selanjutnya, ia menyebutkan tipe paralel parlour memiliki kemiripan dengan herringbone parlour. Namun, posisi sapi disini saling bertolak belakang. Paralel parlour merupakan tipe milking parlour yang paling bayak digunakan di Indonesia.

 


Pada tipe ini, setiap sapi memiliki alat perah sendiri. Berbeda dengan herringbone parlour yang hanya memiliki 1 alat perah dan dipakai secara bergantian. Sehingga penggunaan paralel parlour lebih efektif karena sapi bisa keluar dengan mudah secara bersamaan setelah dilakukan pemerahan, dibadingkan dengan herringbone yang harus bergantian.

 


“Kemudian, tipe lainnya yang digunakan pada perusahaan saya yaitu rotary milking parlour atau sistem putar. Sebenarnya tipe ini sudah umum digunakan di negara-negara maju, tapi di Indonesia baru ada 2 perusahaan yang menggunakan tipe ini,” bebernya.

 


Denny menjelaskan, tipe ini menggunakan metode yang berbeda, dimana tipe lainnya pemerah harus kesana-kemari sedangkan pada tipe rotary sapinya yang diputar dan pemerah hanya tetap diam di tempat. Dilihat dari sisi efisensi, tipe rotary memang lebih efisien karena dapat memutar dan memerah sapi dalam jumlah yang besar dengan waktu yang singkat. Namun di samping itu, banyak bagian-bagian pada mesin perah yang harus bergerak dan harus selalu diawasi.

 


Salah satu tipe milking parlour yang belum umum didengar yaitu parabone parlour. Tipe ini juga sejenis dengan herringbone, tapi biasanya digunakan pada peternaka dengan tempat pemerahan yang tidak terlalu besar dan cenderung sempit. Jadi tidak bisa menampung sapi dengan jumlah yang besar setiap sisinya, hanya sekitar 10-20 sapi di setiap sisi.

 


Di negara-negara maju seperti Australia, Selandia Baru, Amerika, bahkan Eropa sudah banyak yang menggunakan mesin atau robotik. Memang biaya yang dikeluarkan lebih tinggi, tapi bisa dikatakan untuk tingkat modernisasinya, mungkin hal ini menjadi top of the line-nya untuk saat ini di dunia sapi perah.

 


Hanya negatifnya, pemerahan tidak bisa dilakukan dalam jumlah yang sangat banyak dan memerlukan perawatan yang lebih besar. “Tapi kemungkinan beberapa waktu ke depan akan banyak peternakan yang menganut sistem robotik ini. Untuk saat ini pada farm-farm besar, tipe rotary dan paralel parlour merupakan pilihan yang sudah banyak digunakan,” ujar Denny.

 


Sementara itu, di Indonesia sudah banyak sekali pabrik-pabrik mesin perah seperti GEA, Total Dairy Management (TDM), Dairy Master, Boumatic, Delaval, ataupun Waikato yang sudah umum digunakan. Perbedaan alat pemerah inilah yang menyebabkan meskipun sistem pemerahannya sama, tipe milking parlour yang sama, tetapi setiap kandang mempunyai karakteristik pemerahan yang berbeda-beda. shara


 

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain