Minggu, 1 Oktober 2023

Achmad Dawami: Kampanye Protein Hewani, Tingkatkan Konsumsi

Achmad Dawami: Kampanye Protein Hewani, Tingkatkan Konsumsi

Foto: Dok. Pribadi


Melakukan apa yang dicintai, dan mencintai apa yang dilakukan. Kiranya petikan kalimat tersebut benar adanya. Usai lulus dari Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (Fapet UGM) pada 1980 silam, makin meneguhkan diri untuk konsentrasi di bidang peternakan. Sempat diminta untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) oleh orang tua, namun kini malah menjadi seorang praktisi di bidang perunggasan.

 

Berbicara tentang sejarah ayam ras, mulanya pada 1960-an broiler dapat dikategorikan sebagai ayam hobi. Maka dari itu sempat ada asosiasi GAPUSI (Gabungan Penggemar Unggas Indonesia), karena ayam hobi tersebut. Adapun salah satu pionirnya CV Missouri Poultry Bandung, Jawa Barat yang mengimpor dari Australia dan lain-lain.

 

Dari yang awalnya untuk hobi saja, kemudian dapat dibisniskan. Mulailah dilakukan impor dalam bentuk Parent Stock (PS). Karena semakin berkembang, akhirnya pemerintah mulai menstop impor PS. Namun dari hal tersebut ternyata diizinkan impor GPS (Grand Parent Stock) yang kebetulanprinciplesebagai supplier GPS dari negara asal tersebut mengizinkan.

 

Kemudian semua pembibit menjadi bisnis mulai dari sistem poultry shop. Pembibit-pembibit yang sudah memproduksi FS (final stock) dijual melalui poultry shop atau toko-toko unggas. Namun demikian, lama-kelamaan peternak ayam skala pemeliharaannya makin besar dan jumlahnya banyak. Akhirnya para breeding farm atau pembibit mensuplai ke peternak secara langsung (direct) ke peternak.

 

Mau tidak mau perubahan harus dilakukan, untuk bisa lebih memberikan service (layanan) langsung kepada para peternak agar bisa menjaga hasil produksi/performance yang diharapkan. Oleh karena itu, dilakukan perubahan penjualan DOC (ayam umur sehari) dari breeding farm langsung ke peternak tanpa perantara.

 

Seiring berjalannya waktu, stakeholder sudah mulai berpikir bahwasanya tidak bisa terus-menerus menjual ayam hidup atau live bird (LB) dari hasil pembesaran broiler, karena produknya yang tergolong mudah rusak (perishable food). Alhasil pada 1980-an mulai muncul Rumah Potong Ayam (RPA) berskala industri dan terus berkembang sampai sekarang dengan tujuan lebih memperpendek jalur distribusi penjualan ayam sampai ke konsumen. Adapun dari tahun ke tahun, jumlah produksi PS maupun FS (Final Stock) meningkat, bahkan diperkirakan tahun ini bisa mencapai 4 miliar ekor DOC FS.

 

Hanya permasalahannya sekarang adalah melejitnya produksi broiler tersebut tidak diikuti dengan meningkatnya secara signifikan konsumsi ayam di masyarakat, sehingga terjadilah ketidakseimbangan antara supply dan demand. Selain itu, efisiensi produksi di tingkat peternak semakin bagus, dengan adanya teknologi closed house (kandang tertutup) dan perkembangan genetik broiler. Hal ini akhirnya diikuti dengan tumbuhnya beberapa perusahaan food processing berbahan baku ayam, seiring dengan perubahan pola konsumen yang sudah meningkat di ready to eat dan ready to cook.

 

Fungsi Umum GPPU

GPPU (Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas) sebagai asosiasi dari perusahaan-perusaahaan pembibitan, khususnya ayam ras, baik broiler maupun layer (ayam petelur), didirikan pada 24 Desember 1970. Sehingga Desember tahun ini sudah mencapai usia 53 tahun. Dinamika perkembangan industri perunggasan semakin pesat, seiring dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, bahwa pemerintah pusat dan daerah berkewajiban menyediakan dan menjamin kebutuhan pangan. Kemudian disambung dengan UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian bahwa pemerintah menjaga usaha industri dalam negeri. Maka peran GPPU semakin diharapkan agar terjadinya koordinasi dan kolaborasi, supaya ketersediaan pangan untuk masyarakat Indonesia yang asal muasalnya dari bibit ayam dapat tercukupi sekaligus bagi investor-investor yang sudah menanamkan modalnya dalam negeri dapat terlindungi. Sehingga, GPPU diperlukan untuk berkomunikasi dan memberikan informasi, terkait kemandirian pangan bangsa ini.

 

Kemudian GPPU dapat diibaratkan sebagai lokomotifnya ayam di Indonesia, di mana jika tidak ada DOC maka produk ikutannya seperti makanan ternak, obat-obatan, mapun peralatan kandang dan sebagainya juga tidak akan ada. Sehingga multiplier effect-nya banyak sekali. GPPU perlu lebih fokus dalam upaya menyeimbangkan antara ketersediaan dengan kebutuhan akan produk ayam baik daging maupun telur.

 

Selain itu, ikut serta mendukung bagaimana upaya agar peningkatan konsumsi produk perunggasan yang saat ini di Indonesia termasuk rendah di Asean, dapat meningkat dengan cara menyadarkan masyarakat akan pentingnya protein hewani dalam rangka mencerdaskan dan menyehatkan masyarakat Indonesia. Memang dari tahun ke tahun bisnis dan industri perunggasan semakin berubah mengikuti perkembangan global.

 

Menjaga Supply & Demand

Seperti yang disampaikan sebelumnya, suplai DOC khususnya broiler berdampak kepada ketersediaan daging ayam di masyarakat. Apabila terjadi kelebihan suplai atau pengurangan demand, yang berakibat tidak seimbangnya antara supplydan demandmaka harga akan menjadi korban. Apalagi akhir-akhir ini ketergantungan para peternak mulai dari pembibit, peternak komersial broilermaupun layerterhadap bahan baku pakan ternak, yang terus meningkat harganya akibat berbagai macam alasan. Antara lain adanya el nino, perang Rusia dengan Ukraina, serta tidak stabilnya kurs rupiah terhadap dolar. Tentunya semuanya akan berakibat pada meningkatnya HPP (Harga Pokok Produksi) dari usaha peternakan ayam. Hal ini pastinya akan berdampak terhadap konsumen.

 

Namun apabila perusahaan dan peternakannya merugi, akhirnya keduanya tidak bisa melanjutkan usahanya lagi. Alhasil Indonesia tidak memiliki produksi ayam dalam negeri. Dampaknya ialah Indonesia akan bergantung pada impor. Jika sudah impor pangan, ada ketergantungan terhadap negara lain, maka ketahanan pangan nasional bisa terancam. Maka itu, situasi keseimbangan supply dan demand harus dijaga dengan baik.

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain