Rabu, 1 Nopember 2023

Prof Dr Ir Ali Agus, DAA, DEA, IPU, ASEAN-Eng: Ibarat Kisah Pewayangan, Semar Membangun Kahyangan

Prof Dr Ir Ali Agus, DAA, DEA, IPU, ASEAN-Eng: Ibarat Kisah Pewayangan, Semar Membangun Kahyangan

Foto: Dok. Pribadi


Bagi sebagian orang khususnya pelaku bisnis dan industri, kata politik bisa jadi alergi dan buruk sangka. Tidak terkecuali industri peternakan dewasa ini, sarat dengan beban politik. Bahkan banyak frase bermakna miring, menggunakan diksi dari kamus peternakan. Politik dagang sapi, politik adu domba, 'dijadikan sapi perah', kuda hitam, kambing hitam, dll. Mungkin menjadi salah satu sebab kerja politik (politisi, legislatif, dll) dihindari, padahal sejatinya sangat vital menentukan masa depan peternakan.

 

Namun sadarkah, kondisi industri peternakan termasuk perunggasan selama ini tidak sepenuhnya driven by faktor supply and demand. Ada pengaruh besar dari visi negara tentang peternakan, atau politik peternakan. Merupakan manifestasi dari kerja-kerja politik oleh politisi di partai dan parlemen, yang ujungnya adalah regulasi, program dan anggaran.

 

Artinya, lembaga politik dan politisi-lah yang sesungguhnya menentukan atmosfer dan peta jalan industri peternakan ini, sekarang dan nanti. Dan bukankah pada akhirnya, problematika di dunia peternakan dan perunggasan yang mentok ketika dibawa ke level eksekutif, pada akhirnya juga ramai-ramai diadukan ke mimbar legislatif oleh para stakeholder ?

 

Di sisi lain, muncul kabut skeptisisme. Seberapa efektif pola itu untuk masa depan politik atau setidaknya kebijakan peternakan Indonesia. Menitipkan aspirasi ibarat menitipkan pusaka.Bagaimanakah jadinya, jika pusaka itu dititipkan kepada pihak yang belum sepenuhnya memahami nilai pusaka itu.

 

Sungguh menarik, jika beberapa catatan di atas dihubungkan dengan ungkapan blak-blakan dari panggung parlemen Senayan yang viral di sosial media. Video berisi kata-kata lantang seorang legislator senior, dari partai dominan. Bahwa anggota dewan yang terhormat itu ibarat (artis) “Korea-korea”. Mereka, menurut  legislator itu, tidak memegang penuh kendali arah politiknya. Justru tunduk patuh kepada keputusan Ketua Partai politik masing-masing. Maka rakyat melihat, secara de fakto, arah keputusan politik lembaga legislatif adalah hasil lobi antar kekuatan partai politik. Pertanyaan selanjutnya, siapakah yang mampu melobi partai politik ini untuk dapat menerima aspirasi sebagian rakyat yang umumnya buta politik ini ? Dengan biaya politik dan biaya manajemen partai yang sangat besar, tentu sudah bisa ditebak. Kekuatan ekonomi-lah, yang paling potensial menyuplai semua. Melobi kepentingan ekonomi - politik dan politik - ekonomi.

 

Dalam konteks politik peternakan pada bahasan ini, tidaklah salah jika kemudian, secara kontemplatif, dibumbui aroma retoris, siapakah, stakeholder peternakan yang mampu turut mewarnai keputusan di tingkat Ketua Partai politik ? Apakah sudah ada ? Barangkali bukan untuk di jawab sekarang.

 

Membangun Kahyangan Peternakan

Mirip kuldesak, bahasan ini meloncat kepada membangun jagad peternakan Indonesia masa depan. Atmosfernya, dan peta jalannya jelas disabdakan oleh kebijakan, alias keputusan politik. Visi jangka panjang, misi jangka pendek, afirmasi, pemberian ruang gerak, alokasi, pembatasan, prosedur,  insentif dan disinsentif setidaknya pasti diatur di dalamnya. Mengambil patron / analogi kebudayaan nusantara, gambaran mimpi dan aksi mewujudkan jagad peternakan masa depan, mirip cerita pewayangan, Semar membangun kahyangan. Kahyangan, ranah untuk mengolah cipta, rasa, karsa, dan karya bagi stakeholder peternakan.

 

Kocap kacarita, Semar yang merupakan titisan Sang Hyang Ismaya mengutus Petruk, satu dari 3 anak lelakinya untuk mengundang 5 ksatria Pandawa dari Kerajaan Amarta (Yudistira, Bima,  Arjuna, Nakula, dan Sadewa) ke rumahnya di Desa Karang Kadempel. Sekaligus meminta mereka membawakan pusaka kerajaan berupa : surat Kalimasada, payung Tunggulnaga, dan tombak Karawelang. Semar ingin membangun kahyangan bagi para ksatria Amarta. Mulanya, Pandawa menolak untuk menghadiri undangan itu. Karena provokasi Kresna, Semar dituduh makar kepada kahyangan Jonggringsalaka (kerajaan Langit). Kisruh lah Amarta saat itu.

 

Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 290/ November 2023

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain