Agar peternak mandiri dan UMKM lokal berkembang serta mampu bersaing dengan perusahaan besar yang terintegrasi, pemerintah diharapkan dapat menciptakan iklim dan ekosistem peternakan yang sehat dan kondusif
Mendengar nama Purwanti disebut, konotasi warga Kabupaten Pringsewu khususnya dan Lampung umumnya sudah memastikan adalah peternak senior dari Desa Tegalsari, Kecamatan Gadingrejo, Pringsewu.
Betapa tidak? Purwanti sudah bergelut dengan ayam sejak masih bocah, saat itu ibunya sudah melakoni beternak ayam potong dan petelur dan ia menjadi sarjana pendidikan jurusan Bahasa Indonesia dari hasil penjualan ayam dan telur.
Meski sudah menjadi guru Pegawai Negeri Sipil di sebuah Sekolah Menengah Kejuruan tak jauh dari rumahnya, pada 1993 Purwanti yang saat itu baru saja menikah dengan Mulawarman, karyawan swasta di Jakarta, membangun peternakan ayam pedaging (broiler) sendiri. Berawal dari kandang panggung konstruksi bambu berkapasitas seribu ekor di belakang rumahnya.
Kepada TROBOS Livestock yang menyambanginya di rumahnya di Desa Tegalsari, pekan lalu, Bu Mulawarman—panggilannya sesama peternak, bercerita bahwa kandang ini lah cikal bakal FA Farm Gadingrejo. Saat ini FA Farm sudah berkembang menjadi tiga kandang ayam petelur (layer) dengan populasi 90-an ribu ekor dengan produksi telur 2 ton per hari.
Purwanti beralih ke layer sejak 1997 dengan pertimbangan modal dan risiko penyakitnya lebih kecil, harga lebih stabil dan panennya pun tiap hari. Kalau dibandingkan, maka modal yang dibutuhkan untuk memelihara broiler 10 kali lebih besar ketimbang layer. Sementara saat itu belum ada perusahaan kemitraan untuk broiler seperti sekarang.
“Kalau di broiler, tiga siklus kita untung dan sekali rugi karena penyakit atau harga turun maka keuntungan dari tiga siklus sebelumnya ludes. Sebab jika ayam terserang penyakit ND atau flu burung maka rata-rata 30 hingga 40 persen populasi mati. Dan broiler umumnya juga lebih rentan terserang penyakit ND atau flu burung,” ungkap Purwanti.
Selain itu di layer, Puwanti melanjutkan, ia bisa menekan biaya pakan dengan meracik pakan sendiri dari bahan baku jagung, dedak dan konsentrat. Untuk konsentrat berupa tepung ikan yang merupakan sumber protein, ia beli ikan asin ke pasar--pasar yang saat itu harganya murah. Kebetulan pula pada 1997 Purwanti ditawari perbankan satu paket kredit program KKPA untuk beternak yang dijadikan modal untuk mengembangkan layer. Pasca krisis moneter (krismon) di mana harga telur melonjak sehingga ia mampu melunasi kredit dan terus membesarkan peternakan layer-nya.
Bantu Peternak
Karena banyak rekannya sesama peternak yang kesulitan keuangan pasca “krismon” maka Purwanti membantu mereka dengan menyuplai bibit dan pakan agar tetap bisa bertahan. Saat itu terdapat sekitar 120-an peternak dengan populasi 350 ribu ekor yang dibantu Purwanti. Dari sebanyak itu peternak yang dibantunya, hanya sebagian kecil yang mampu bertahan dan melunasi utang. Sementara sebagian besar lainnya bangkrut dan meninggalkan utang yang cukup besar kepada Purwanti. Namun ibu dari tiga anak ini tidak terlalu mempersoalkan. “Bagaimana mau menagihnya, jika memang keadaan ekonomi mereka tidak memungkinkan untuk membayar. Bagi saya yang penting tidak memiliki utang,” aku Purwanti.
Kegigihan dan keuletan Purwanti bersama suami dalam mengembangkan peternakan menjadi perhatian sejumlah BUMN dengan ditawari kredit berbunga ringan, seperti PT Indosat, PT Pos Indonesia dan PT Sucofindo. Bahkan kisah Purwanti merintis dan mengembangkan peternakan ditulis Sucofindo dalam sebuah buku berjudul “21 Mitra Bisnis Sukses.
Ketika terjadi petaka nasional unggas pada 2023-2024 yakni wabah flu burung, Purwanti bisa melewati dan bertahan. Ayamnya bebas dari serangan flu burung berkat ia memvaksin ayamnya yang saat itu harganya lumayan mahal. “Meski mahal tetap saya carikan dana untuk membeli vaksin yang saat itu harganya Rp 600 ribu untuk 8 ribuan ekor ayam. Lalu saya vaksin sendiri ayam satu persatu meski saat itu baru saja melahirkan dan suami lagi naik haji,” kenangnya.
Makanya untuk kedua kalinya, Purwanti sukses melewati lubang jarum dan menikmati tingginya harga telur. Ayamnya sehat dan harga telur kembali melambung tinggi hingga 200 % karena sebagian besar peternakan layer kena wabah flu burung.
Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 295/ April 2024