Kemarau Ujian bagi Ketahanan Pakan

Kemarau Ujian bagi Ketahanan Pakan

Foto: 
Anakan sapi di kandang koloni KPT Maju Sejahtera

Karena stok silase hijauan tidak mencukupi, sehingga terpaksa mendatangkan jerami dari daerah lain. Dengan mengonsumsi jerami cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan sapi, karena nutrisinya berbeda dengan hijauan yang ditanam

          

Peternak sapi di Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung agak bernapas lega meski dihantam kemarau panjang hingga akhir tahun lalu. Pasalnya, mereka sudah menyetok pakan dari hijauan pakan ternak (HPT) pakchong dan indigofera yang dikembangkan sejak dua tahun silam berkat pendampingan ISPI.

 

Ketua Koperasi Produksi Ternak (KPT) Maju Sejahtera, Desa Wawasan, Kecamatan Tanjungsari, Suhadi mengakui bahwa sejak adanya HPT anggota tidak lagi kesulitan pakan. “Termasuk saat kemarau panjang pada 2023 selama lima bulan, stok silase kami masih mencukupi kebutuhan sapi. Namun di sisi lain, ada peternak yang tidak menyetok silase sehingga terpaksa mendatangkan hijauan dari daerah lain,” ujarnya saat menerima kunjungan peserta Kongres Perkumpulan Insinyur dan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) XIII Tahun 2024, beberapa waktu lalu. 

 

Ia menyebutkan, saat ini koperasi memiliki 6 hektar (ha) hijauan sebagian di lahan sewa. Awalnya koperasi membeli hijauan untuk memenuhi kebutuhan sapi milik anggota koperasi. Tapi sejak adanya hijauan, kini kebutuhan hijauan anggota koperasi sudah bisa dipenuhi dari kebun sendiri.

 

Selain menyuplai HPT kepada anggota, koperasi juga melakukan pembibitan hijauan indigofera dan menjual stek pakchong. “Saat ini pembibitan indigofera sudah mencapai 120 ribu bibit. Sudah banyak peternak dari luar Tanjungsari yang membeli bibit ke koperasi kami untuk mereka tanam,” ungkap Suhadi.

 

Kini pun mulai banyak peternak yang menanam hijauan pakchong, karena selain untuk kebutuhan sendiri, hijauannya bisa dijual dan hasil dari penjualannya lumayan besar. Untuk 1 ha hijauan pakchong bisa menghasilkan Rp 6 juta per panen. Setelah tiga bulan penanaman dan panen kedua atau tiga bulan berikutnya, penadapatannya naik menjadi Rp 9 juta per panen.

 

“Selama ini penanaman hijauan dilakukan pada musim hujan, sehingga dalam menanam pakchong dibuat gunungan seperti menanam cabai dan bawang agar rumpunnya tidak tergenang air. Pada musim kemarau, pakchong masih tetap tumbuh tapi produksinya jauh berkurang,” bebernya.

 

Luasan Kurang

Ketua Kelompok Peternak (Poknak) Sidomakmur 2, Sumarjono juga mengakui adanya kebun hijauan cukup membantu selama kemarau panjang. Namun karena luasan hijauan yang dimiliki kelompoknya baru 5 ha belum mencukupi kebutuhan sapi dengan populasi 200-an ekor, maka pihaknya terpaksa menambahnya dengan jerami, dan konsenstrat dari onggok, kulit singkong dan bungkil sawit. Hijauan jerami dibeli dengan harga Rp 300 ribu per truk.

 

“Karena stok silase hijauan tidak mencukupi, sehingga terpaksa mendatangkan jerami dari daerah lain. Dengan mengonsumsi jerami cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan sapi, karena nutrisinya berbeda dengan hijauan yang ditanam,” papar dia.

 

Sumarjono menambahkan, sebetulnya pihaknya sudah mengawali menanam hijauan atas bantuan CSR (corporate social responsibility) Toyota berupa rumput Rhodes (Chloris gayana) 3,5 ha sebelum masuknya program Desa Korporasi Sapi (DKS). Namun dia mengakui, produksi pakchong lebih besar dibanding rumput Rhodes, meski jarak tanaman pakchong 1 kali 1 meter maka jumlah tananam 10 ribu rumpun per ha. Meski sebagian lahan penanaman pakchong disewa Rp 5 juta per ha per tahun, namun baru dua tahun sudah BEP (break even point).

 

Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 296/ Mei 2024

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain