Foto:
Industri persusuan di Indonesia mengalami pasang surut selama beberapa dekade terakhir. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik/BPS (2024), produksi susu nasional mengalami kecenderungan yang menurun. Penurunannya pun terlihat cukup besar, yaitu di angka 12,9 % pada 2022 dibandingkan dengan 2021.
Sementara dari perspektif permintaan, tren konsumsi susu secara umum mengalami fluktuasi dan peningkatan, meskipun tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia per kapitanya masih cukup rendah. Berdasarkan data dari Pusdatin Kementerian Pertanian (2022), konsumsi susu masyarakat Indonesia rata-rata hanya 11,23 kg per kapita per tahun pada rentang 2012-2021. Nilai tersebut tergolong rendah menurut FAO (Food and Agriculture Organization) karena berada di bawah 30 kg per kapita per tahun.
Foresight Scenario
Pada akhir 2018 di Bogor, Jawa Barat, penulis bersama peneliti dari Prancis dan Vietnam berkesempatan membuat foresight scenario dengan melibatkan stakeholders sektor persusuan di Indonesia, di antaranya peternak rakyat, koperasi, pengusaha peternakan (industri), pemerintah, dan akademisi. Pada kesempatan itu, partisipan mengidentifikasi kemungkinan skenario kontras yang muncul terhadap sektor persusuan Indonesia di masa depan.
Hasil identifikasi skenario yang kami lakukan, memungkinkan tiga skenario yang relevan. Hasil ini tentunya baru awalan dan akan sangat ditentukan oleh berbagai macam pendorong (drivers), baik dari internal maupun eksternal. Pada laporan yang kami tulis (Duteurtre, 2018), skenario pertama adalah ‘industri produk susu yang terintegrasi: membayangkan munculnya rantai nilai industri dengan peternakan skala menengah dan besar yang terintegrasi dengan industri pengolahan’. Skenario ini akan memberikan keuntungan ekonomi yang tinggi, namun akan mengecualikan sebagian besar peternak rakyat, dan akan menyebabkan runtuhnya koperasi susu.
Untuk skenario kedua, kami beri nama ‘sektor persusuan berbasis masyarakat’, bergantung pada pengembangan zona peternakan sapi perah yang akan mendukung pengembangan masyarakat dan produksi susu nasional. Zona-zona peternakan sapi perah tersebut akan sangat didukung oleh perusahaan swasta dan koperasi susu yang akan bersatu untuk menciptakan satu pengolah susu besar, seperti yang terjadi di beberapa negara Eropa.
Skenario ketiga mengacu pada ‘pengembangan minuman nabati’. Berbeda dengan skenario lainnya, skenario ini menyimulasikan adanya penurunan konsumsi susu dan runtuhnya seluruh sektor persusuan nasional. Kemungkinan skenario mana yang akan menjadi kenyataan tentunya sangat ditentukan oleh berbagai macam pendorong perubahan (drivers of change).
Minum Susu Gratis
Sebelum membahas lebih jauh, ada salah satu hal yang menarik perhatian penulis ketika kontestasi pemilu presiden 2024 tempo hari, yaitu janji kampanye pasangan presiden-wakil presiden terpilih terkait program pemberian makan dan minum susu gratis (program makan bergizi). Program ini rencananya akan diimplementasikan di sekolah dan pesantren, serta pemberian bantuan gizi untuk anak balita dan ibu hamil. Berdasarkan informasi dari tim media Prabowo-Gibran, program tersebut menargetkan lebih dari 82,9 juta penerima manfaat hingga akhir 2029, di mana porsi terbesar adalah untuk anak pra SD dan SD (sekitar 65 %).
Dosen IPB;
Wakil Kepala LKPE (Lembaga Kepemimpinan dan Pendidikan Eksekutif) IPB;
Pengurus Pusat HILPI (Himpunan Ilmuwan Peternakan Indonesia)
Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 297/ Juni 2024