Pertanian, kehutanan, perikanan dan peternakan merupakan sektor strategis dalam rangka penyediaan pangan untuk masyarakat Indonesia. Tak dipungkiri, industrialisasi kerap menjadi kerikil terlebih bagi pengusaha UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). Namun mimpi industrialisasi tidak boleh padam, sebab dengan begitu Indonesia memiliki kekuatan, khususnya di bidang pangan olahan.
Subsektor peternakan juga tidak luput dari sorotan. Sebab pangan asal hewani mampu menyediakan protein hewani yang sangat baik bagi masyarakat. Daging, susu dan telur merupakan sumber protein hewani yang baik untuk menjaga kesehatan dan menurunkan angka stunting serta mencegah gizi buruk bagi anak-anak. Di mana anak-anak ini adalah pemegang estafet penerus bangsa Indonesia ke depan, terlebih menyongsong Indonesia Emas 2045.
Industrialisasi di kawasan agromaritim harus betul-betul ditopang oleh situasi ketenagakerjaan yang memang menjadi pilar penting bagi tumbuhnya aktivitas ekonomi. Terutama adalah terkait dengan pangan. Ada data yang cukup menarik, di mana rata-rata persentase angkatan bekerja sebetulnya jika dilihat dari tingkat pendidikan, ada perbaikan yang cukup signifikan. Artinya, penduduk dengan pendidikan SMP ke bawah semakin menurun, sedangkan yang berpendidikan SMA ke atas ini semakin meningkat.
Kendati demkkian, jika dilihat dari persentase yang ada di pedesaan dan perkotaan, memunculkan sebuah fakta bahwa ternyata pedesaan semakin ditinggalkan oleh masyarakatnya. Artinya, jika dilihat 15 tahun yang lalu, penduduk yang bekerja di pedesaan itu 57,75 %, sementara yang di perkotaan 42,25 %. Situasi ini terbalik 15 tahun kemudian, yaitu saat ini, di mana penduduk perkotaan sudah 57 %, yang di pedesaan tinggal 42 %.
Apabila ditelisik lagi, misalnya adalah dari angkatan kerja penduduk yang bekerja, ini juga sejalan. Karena banyak sekali orang-orang yang melakukan migrasi ke perkotaan, akhirnya membuat angkatan kerja di pedesaan semakin kecil. Setelah melihat data dari sisi tingkat pengangguran, di pedesaan jumlah pengangguran jauh lebih rendah dibandingkan perkotaan. Sehingga apabila melihat angka pada Februari 2024, pengangguran di pedesaan ini adalah 3,37 %, sementara perkotaan 5,89 %. Inilah sebenarnya yang berkontribusi terhadap penurunan tingkat pengangguran secara nasional yang cukup signifikan, yakni yang sebelumnya 5,45 %, saat ini menjadi 4,82 %.
Selanjutnya, jika dilihat dari sisi kemiskinan, terutama menganggur dan miskin, ternyata cukup menarik. Masyarakat di pedesaan meskipun mereka tidak menganggur, tetapi mereka ini adalah orang yang tergolong miskin (walk but still poor). Sehingga menjadi sebuah tantangan. Tantangan termasuk bagaimana pemerintah melakukan intervensi, terutama terkait dengan dana desa.
Sebanyak Rp 600 triliun lebih dana desa mengucur ke pedesaan. Namun demikian dari sisi penduduk belum bisa menahan laju migrasi, baik migrasi mereka ke kota apalagi migrasi ke luar negeri. Kantong-kantong pekerja migran Indonesia masih tetap dan didominasi mereka yang ada di pedesaan. Ini menarik, karena jika dilihat dari sisi data lagi, mereka yang bekerja di sektor pertanian, kehutanan, perikanan dan peternakan dari sisi kelompok usia ada kelompok yang aging (menua). Ini artinya anak-anak muda tidak terlalu tertarik untuk berkecimpung di sektor pertanian, kehutanan, perikanan dan peternakan.
Upah (Masih) Rendah
Salah satu hal yang membuat seseorang untuk bisa bertahan dan bisa bekerja adalah dari sisi tingkat upah. Jika dilihat dari sisi tingkat upah, menunjukkan kondisi yang belum ada perubahan yang signifikan selama ini. Dari sisi upah ini, antara yang rata-rata upah butuh pertanian, kehutanan, perikanan, dan peternakan dengan rata-rata upah buruh seluruh sektor, meskipun saat ini tidak dikenal lagi upah minimum sektor, provinsi, ternyata tidak terlalu membuat seseorang berkarir untuk di pertanian.
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan
Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 300/ September 2024