Dengan adanya program MBG, maka akan terjadi peningkatan kebutuhan protein hewani. Kemudian harapannya nanti NTP peternak dapat meningkat dan komoditas peternakan yang saat ini sudah surplus, harganya tidak selalu fluktuatif di bawah HPP
Mulai Senin (6/1) Program Makan Bergizi Gratis (MBG) resmi dilaksanakan. Program andalan Presiden Prabowo Subianto ini diharapkan dapat menyentuh tiga juta penerima manfaat selama Januari hingga Maret 2025. “Angka ini terus bertambah secara bertahap, hingga 2029 target 82,9 juta penerima manfaat dapat terpenuhi,” kata Kepala Komunikasi Kepresidenan RI Hasan Nasbi, Minggu, 5 Januari 2025, seperti dilansir dari Antara. Penerima manfaat tersebut terdiri dari balita, santri, siswa PAUD, TK, SD, SMP, SMA, dan ibu hamil serta ibu menyusui. Adapun jumlah tersebut akan terus bertambah hingga mencapai 15 juta pada akhir 2025.
Hasan lebih lanjut mengungkapkan, informasi dari Badan Gizi Nasional (BGN) tercatat ada 190 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau Dapur MBG yang siap beroperasi. Dapur-dapur itu tersebar di 26 provinsi, mulai dari Aceh, Bali, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Riau, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta, dan Gorontalo.
Stakeholder Peternakan
Program MBG terus menjadi perbincangan banyak kalangan, terlebih di sirkel stakeholder penyedia pangan. Dalam hal ini subsektor peternakan juga didorong untuk menyediakan pangan asal hewani yang kaya akan protein. Tidak diragukan lagi, bahwa protein asal hewani ini memiliki banyak keunggulan, terlebih bisa memperbaiki gizi masyarakat, khususnya pada anak.
Dalam rangka bersinergi dan berkolaborasi dengan berbagai instansi dan stakeholder peternakan nasional, TROBOS Livestock yang diselenggarakan oleh TROBOS Communication (TComm) mengadakan Nutrition Livestock Forum 2024 dengan topik ‘Pemenuhan Gizi Protein Hewani untuk Anak Bangsa’ pada Kamis (28/11/24) di Auditorium Gedung F Kementerian Pertanian (Kememtan), Jakarta. Seminar ini didukung oleh PT Japfa Comfeed Indonesia, PT Wonokoyo Jaya Corporindo, Technolife Group, PT Nutricell Pacific, PT Malindo Feedmill, PT Sinta Prima Feedmill, PT Romindo Primavetcom, dan PT Sido Agung Agro Prima.
Selaku Keynote Speaker, Kepala Badan Gizi Nasional, Prof Dadan Hindayana menerangkan, Badan Gizi Nasional telah hadir sebagai bagian dari implementasi cita-cita Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. “Badan Gizi lahir mendahului dilantiknya Presiden Prabowo Subianto, yang mana dilahirkan pada 15 Agustus 2024. Ini tepat satu tahun usai deklarasi program Makan Siang Gratis,” kisahnya.
Perlu diketahui, ia melanjutkan, bahwa Prabowo-Gibran memiliki 320 program yang lengkap. Kemudian disaring menjadi 17 program prioritas dan disaringkan lagi menjadi 8 program, dan salah satunya program Makan Siang Gratis, di mana sekarang diganti menjadi Makan Bergizi Gratis. Namanya memang berubah, sebab ketika dilaksanakan makanan itu harus dikirim dalam tiga tahapan, yaitu PAUD, SD sampai kelas 2 itu harus dikirim jam 7.45 dan dimakan pukul 8.00. Kemudian kelas 3 SD ke atas dikirim pukul 9.00, dimakan pukul 9.30, dan SMP-SMA dikirim pukul 11.30, dimakan pukul 12.00.
“Oleh sebab itu, terminologi makan bergizi lebih cocok dibandingkan dengan makan siang. Program MBG ini adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan SDM Indonesia di masa depan. Ini adalah investasi besar-besaran Republik Indonesia terhadap SDM masa depan. Tentu saja komponen utama yang paling penting dari program MBG adalah protein. Sebagian besar protein berasal dari sumber dari hewani,” jelas Dadan.
Dadan meyakinkan, bahwasanya nanti Badan Gizi Nasional akan menjadi offtaker terdepan bagi produk-produk peternakan. “Kemudian project yang sudah kita laksanakan yakni satuan pelayanan akan melayanai 3.000 anak, ditambah dengan ibu hamil dan menyusui serta anak balita. Satu lagi, kalau kita memasak ayam, maka dibutuhkan 350 kg daging ayam atau 3.300 butir telur,” sebut dia.
Nantinya, jika program MBG ini mencakup 80,9 juta orang, maka Badan Gizi Nasional bisa membuat perencanaan makanan. Melalui makan telur bersama-sama dalam satu hari di seluruh Indonesia, maka akan membutuhkan 82,9 juta telur dalam satu hari.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementan, Agung Suganda mengutarakan, apabila berbicara produk peternakan asal hewan, misalnya ayam dan telur, maka Indonesia surplus. “Kami menyampaikan kepada Badan Gizi Nasional bahwa kami di Kementan menjamin kalau untuk daging dan telur ayam kebutuhannya berapapun maka para peternak kita baik yang besar, menengah maupun kecil, siap untuk menyediakan kebutuhan guna program MBG maupun unggulan. Kami juga telah menyampaikan surat kami kepada Badan Gizi Nasional terkait daftar peternak layer (ayam petelur) by name by address. Harapannya satuan layanan akan mengambil telurnya dari para peternak sekitar di lokasi yang sudah kami kumpulkan,” papar Agung.
Sementara untuk peternak broiler (ayam pedaging), Agung per Kamis (28/11/24) belum menerima data peternaknya by name by address. Hal ini bertujuan untuk datanya diteruskan ke Badan Gizi Nasional agar diputuskan oleh satuan layanan, sehingga mereka bisa mengambil ayamnya maupun telurnya di peternak.
“Dengan diserapnya produk-produk peternakan, khususnya di perunggasan seperti daging ayam ras maupun telur ayam ras, tentu harganya bisa di atas Harga Pokok Produksi (HPP) dan kita sudah memiliki acuan pembelian. Jangan sampai nanti harga belinya sama dengan HPP atau di bawah HPP. Itu sama saja tidak mengubah kondisi yang ada,” tekan Agung.
Ia menyebutkantujuan program MBG di samping untuk meningkatkan kualitas SDM anak bangsa, juga terpenting adalah dapat menyerap produk-produk peternak broiler dan layer yang saat ini sudah surplus. Sedangkan untuk daging sapi dan susu, ia melanjutkan, Indonesia masih defisit. Tentu ini menjadi tantangan khususnya bagi Ditjen PKH. “Dengan adanya program ini, kita semua tentu paham betul bahwa akan terjadi peningkatan kebutuhan protein hewani. Kemudian juga harapannya nanti NTP peternak kita dari yang saat ini hanya 102,3 akan meningkat seperti di sawit yaitu 150. Berikutnya komoditas peternakan yang saat ini sudah surplus, harganya tidak selalu fluktuatif di bawah HPP, namun diharapkan harganya sesuai acuan atau bahkan di atas harga acuan,” lanjutnya.
Turut memberikan tanggapan, Sekretaris Jenderal Garda Organisasi Peternak Ayam Nasional (Sekjen GOPAN),Sugeng Wahyudi kemukakan memang harus ada kesepadanan antara nilai gizi, ketercukupan dan harga jualnya. Namun sebenarnya dari sisi peternak, tidak harus mahal-mahal tapi setidaknya harus di atas HPP, sehingga “stunting ekonomi” yang dialami oleh peternak ini juga tidak berlanjut.
“Kita ingin ikut terlibat secara aktif, baik langsung maupun tidak langsung untuk menyukseskan program MBG, karena memang itu baik. Sementara itu, mekanisme untuk mengakses kesempatan tersebut masih belum dipahami betul oleh peternak. Sebeb pembudidaya final stock (FS) ini juga ingin ikut terlibat. Namun kemampuannya memang terbatas,” sesal Sugeng.
Ia pun bersikeras untuk harga ayam setidaknya di atas HPP. Tidak harus mahal atau murah, tetapi terjangkau. Kalau murah itu salah, tapi terjangkau. Kalau murah, memang negara berhasil mencegah stunting pada anak, tetapi peternaknya yang menjadi “stunting”.
Di samping itu, para peternak juga memiliki pengalaman untuk menyuplai program stunting. “Artinya, kami memiliki pengalaman bekerja dengan kantor pos, khususnya di Bogor dan Karawang untuk menyuplai pangan asal unggas. Namun sekali lagi, kemampuan kami terbatas, sehingga kami melibatkan RPA (Rumah Potong Ayam), agar produknya tersertifikasi dan layak konsumsi,” imbuhnya.
Urgensi MBG
Dadan menerangkan mengapa MBG menjadi penting dalam meingkatkan kulitas SDM bangsa di sepanjang sejarah Republik Indonesia. Menurut dia, dasarnya adalah data dari pembagian anggota rumah tangga berbasis kelompok. Dimulai dari beberapa kelas atas, menengah menuju kelas menengah, rentan miskin, dan miskin.
Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 304/ Januari 2025