Cibinong (TROBOSLIVESTOCK.COM). Myostatin adalah gen pengatur negatif dalam pertumbuhan otot. Jika diekspresikan secara aktif, gen ini dapat menghambat pembentukan massa otot. Fenomena mutasi alami pada myostatin telah banyak ditemukan pada mamalia, seperti sapi Belgian Blue yang terkenal dengan karakteristik double muscling atau pertumbuhan otot ganda.
Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Zoologi Terapan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Isyana Khaerunnisa, mengungkapkan bahwa di unggas, kajian terkait myostatin masih sangat terbatas. Untuk itu, tim peneliti BRIN melakukan kajian mendalam terhadap struktur gen myostatin pada ayam. Penelitian dimulai dari analisis DNA, ekspresi gen, hingga manipulasi protein. Melalui sequencing fragmen lengkap gen myostatin menggunakan metode Sanger, ditemukan lebih dari 170 mutasi baru yang sebagian besar unik pada ayam berbobot tinggi. Namun, belum ada mutasi ekstrem yang menghasilkan double muscling seperti pada mamalia.
“Kami mencoba mengasosiasikan beberapa mutasi dengan parameter karkas dan pertumbuhan. Hasilnya, beberapa titik mutasi hanya ditemukan pada kelompok ayam berbobot tinggi, tetapi belum memunculkan efek ekstrem,” jelas Isyana. Ia menilai temuan ini membuka peluang besar untuk eksplorasi lanjutan.
Sebagai langkah inovatif, tim mengembangkan imunisasi berbasis antigen myostatin. Antigen tersebut disuntikkan pada induk ayam lokal, yakni ayam Sentul, dalam 3 tahap untuk menguji dampaknya pada keturunan. “Kami ingin melihat apakah inhibisi protein myostatin dapat meningkatkan massa otot anak ayam,” ujar Isyana.
Penelitian dilakukan dengan 3 kelompok perlakuan, termasuk kelompok kontrol dan pembanding yang hanya diberi carrier. Hasil uji lapangan menunjukkan bahwa meskipun berat badan keseluruhan tidak berubah signifikan, terdapat peningkatan bobot dan persentase otot paha atas. Analisis histologis memperlihatkan bahwa ukuran sel otot pada kelompok perlakuan lebih besar dibandingkan kelompok kontrol.
“Yang paling terlihat adalah efek pada ukuran sel otot,” terang Isyana. Menurutnya, temuan ini membuktikan bahwa protein myostatin bekerja pada level seluler. Meski demikian, optimasi lebih lanjut tetap diperlukan, seperti penyesuaian dosis antigen, periode booster, atau sistem protein carrier.
Selain untuk unggas, Isyana memaparkan potensi pemanfaatan inhibitor myostatin di bidang medis. Terapi ini dinilai berpeluang digunakan untuk menangani penyakit degeneratif seperti muscle wasting disorder, kondisi pasca kanker, hingga resistensi insulin pada penderita diabetes.
“Bayangkan jika terapi ini suatu saat dapat diterapkan pada pasien geriatri atau penderita sarcopenia. Dengan peningkatan massa otot, pasien diharapkan dapat kembali aktif dan kualitas hidup mereka meningkat,” terangnya. Akan tetapi, ia menegaskan bahwa pengembangan ini memerlukan kolaborasi lintas bidang, mulai dari biologi molekuler, kedokteran, hingga farmasi.
Isyana juga berharap kajian dasar seperti ini mendapat dukungan lebih luas dari pembuat kebijakan dan komunitas riset. Baginya, kesinambungan antara hasil laboratorium dan inovasi yang memberikan dampak sosial ekonomi sangat penting.shara