Jakarta (TROBOSLIVESTOCK.COM). Angka kelahiran babi di Indonesia dinilai masih rendah dibandingkan dengan target global, di mana sudah mencapai 30-40 ekor per tahun. Permasalahan ini ditambah dengan tingkat kematian (mortalitas) anak babi (piglet) yang cukup tinggi. Oleh sebab itu, fasilitas, manajemen, dan pakan memegang peranan penting dalam mengoptimalkan produksi anak babi dan menurunkan mortalitas.
Dalam rangka mengedukasi para peternak babi di seluruh Indonesia, PT Ceva Animal Health Indonesia (Ceva) menghelat webinar dengan topik “Reproductive Management through Synchronization of Gilts: A Tool for Better Farm Performance” pada Selasa (22/7) melalui aplikasi Zoom Meeting. Dalam webinar ini, terlihat ada sekitar 95 partisipan yang turut bergabung. Dalam sambutannya, Country Director PT Ceval Animal Health Indonesia, Edy Purwoko, mengatakan bahwa dalam webinar ini para stakeholder bisa belajar sedikit bagaimana ternak babinya bisa diatur sedemikian rupa, sehingga jumlah babinya bisa sama.
Memasuki sesi utama, Swine Asia Pacific Veterinary Services Manager Ceva Animal Health, Irawin Nimmansamai, mengawali materinya dengan menjelaskan ruang lingkup Ceva. “Selain poultry (unggas), Ceva juga mencakup pet animal, swine dan ruminant. Adapun Ceva adalah satu-satunya perusahaan animal health yang tidak terjun dalam kesehatan manusia, sehingga hanya fokus pada kesehatan ternak di seluruh dunia,” ujar Irawin yang dipandu oleh Private Consultant, Bintang Mas Kamdoro.
Menurut Irawin, Indonesia harus mengejar ketertinggalan, sebab di Indonesia rata-rata 1 induk baru beranak 12 atau 14 ekor. Tapi ketahananan hidupnya 10 ekor. Rata-ratanya jauh dari target dunia yang mencapai 30-40 ekor anak dalam setahun. Artinya, induk memiliki potensi untuk menghasilkan anak babi sebanyak 40 ekor.
“Saya pun sempat menemui induk yang beranak sebanyak 27 ekor, peaknya 40 ekor. Untuk di asia, farm modern 35 bekor per tahun bisa tercapai. Sayaratnya banyak, di antaranya pig weaned per sow per year atau jumlah anak per kelahiran dan interval dari farrowing. Farrowing interval 2,3 dan 2,4 litter/sow lebih bagus. Berbicara jumlah anakan yang dihasilkan, kalau 15 ekor yang bisa diatur pre-weaning motrality-nya. Kemudian still born, dia lahir tapi mati, ini harus kita evaluasi,” tegasnya.
Berikutnya, ia melanjutkan, yakni faktor induk. Irawin menyarankan, supaya kalau bisa standarnya 2 kali beranak dan sedang dalam bunting yakni 2,2-2,4. Artinya, induk dalam setahun beranak 2 kali dan dalam keadaan bunting. Kuncinya non-productive day (NPD) pada gilt, yang mana NPD tidak boleh terlalu lama. Di Indonesia sendiri 30 hari, sedangkan di dunia hanya 20 hari.
Berikutnya, ia menjelaskan, bahwa durasi dari sapih ke minta kawin juga memengaruhi, sehingga harus dilakukan sesuatu. “Kita juga harus meinimalisir kegagalan kawin. Kita menunggau 21 hari, maka kita rugi di pakan dan waktu. Farrowing rate kalau bisa 90 %, di mana yang kawin 10 ekor, dan yang bunting 9 ekor. Itu yang kita harapkan,” ungkap dia.
Pentingnya Constant Batch
Irawin menguraikan, sistem all in all out penting, yang mana setiap minggu ada indukan kelompok beranak, estrus dan kawin bersama-sama, sehingga jumlahnya stabil. Sekarang ada kecenderungan 1 minggu tiba-tiba dapat anakan banyak. Jika berbocara farm, maka juga berbicara tentang produksi, bagaimana peternak menjual dan mendapatkan suplai yang kontinu.
“Pig flow di usaha breeding menjadi penting, sebab akan mempermudah kerja dan kontinuitas. Waktunya tidak tiap hari kawin, vaksin, potong gigi dan lain sebagainya. Tapi karena sudah menggunakan model bacth, maka kerjanya lebih tertata dan perorma babi lebih baik. Kalau kita lebih teratur manajemennya, maka lebih mudah mengejar body weight-nya,” saran dia.
Ia pun menggarisbawahi pentingnya constant batch, di mana keuntungannya all in all out. Ia menilai, bahwa ini merupakan new normal setelah banyak pantangan, khususnya penyakit. Kalau bisa all in all out, maka sumbernya akan sama, satu kelompok nanti akan pindah bersama. Kalau polanya begini, maka status kesehatan, umur akan sama.
Dengan constant bacth, imbuh dia, maka produksi bisa stabil, bisa all in all out, dan penyakit bisa dikontrol. Fasilitas dan manajemen menjadi dominan, supaya performa menjadi bagus. “Tentunya, kandang-kandang kita menjadi tidak kososng. Kita harus mempersiapkan breeding kita, karena indukan akan menua. Kalau kita tidak menyiapkan calon induk yang baru, nanti akan memengaruhi reproduksi,” ia mengingatkan.
Menurutnya, calon induk baru bisa mengikuti cycling induk yang tua. Kemudian nanti yang akan di-tretament gilt-nya, karena peternak tidak tahu status produksinya. Adapun NPD harus dikelola dengan baik, agar mendapat performa yang optimal. Kalau caranya konvensional, tetapi farm-nya kecil masih oke. Tetapi kalau farm-nya sudah besar maka tidak bisa berpikir seperti itu.
“Jika farm-nya sudah besar, dan setiap hari harus mengawasi, akan merepotkan. Kita perlu sinkronisasi. Di sini intevensi hormon bisa dilakukan dengan Altresyn, yang mana ini adalah progesteron sintetis. Fungsinya yakni penjadwalan kawin menjadi akan lebih enak, karena di breeding sudah dimodel bacth, sehingga tidak setiap haris harus mengawal. Jadi dikelompokkan sehingga pig flow-nya lebih efisien,” papar Irawin.bella






