Jakarta (TROBOSLIVESTOCK.COM). Sebuah harapan baru bagi kebangkitan peternakan babi di Indonesia Timur muncul ketika Kementerian Pertanian (Kementan) mengadakan pertemuan dengan Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Alumni Margasiswa Republik Indonesia (DPP PATRIA). Dalam forum tersebut, berbagai isu strategis mengenai pembangunan subsektor peternakan babi, khususnya di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), menjadi pokok bahasan utama.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Agung Suganda, menekankan bahwa pemerintah berkomitmen mencari solusi secara bersama melalui kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan. Ia mengatakan bahwa Kementan tidak bisa berjalan sendiri, melainkan membutuhkan sinergi semua pihak untuk mengembangkan subsektor ini.
“Kami memahami bahwa babi bukan sekadar komoditas biasa. Bagi masyarakat Indonesia Timur, babi memiliki nilai ekonomi, sosial, dan budaya yang sangat penting. Karena itu, diperlukan langkah strategis untuk memulihkan populasi, memperbaiki sistem budidaya, dan memastikan kesehatan hewan tetap terjaga,” ujar Agung saat pertemuan dengan DPP PATRIA di Kantor Pusat Kementan pada Jumat (12/9).
Agung juga menjelaskan bahwa Kementerian Pertanian tengah menyiapkan program penguatan kesehatan hewan, peningkatan kualitas genetik, serta pengembangan fasilitas inseminasi buatan khusus untuk babi. Menurutnya, langkah tersebut sejalan dengan visi pembangunan peternakan nasional yang inklusif serta berbasis kearifan lokal. Ia menambahkan, potensi ekspor produk babi Indonesia ke Timor Leste turut menjadi agenda pembahasan, termasuk peluang industri pengolahan yang mampu memberi nilai tambah dan meningkatkan kesejahteraan peternak.
Ketua DPP PATRIA, Agustinus Tamo Mbapa, menyampaikan bahwa kunjungan pihaknya dimaksudkan untuk bertukar pikiran dengan pemerintah mengenai tantangan yang kini dihadapi peternakan babi. Ia menilai dialog semacam ini penting agar ada titik temu solusi bagi persoalan yang sudah lama membebani peternak rakyat.
Menurut Agustinus, salah satu masalah utama adalah serangan virus African Swine Fever (ASF) yang sejak 2019 menurunkan populasi babi nasional hampir 50 %. “Dari penurunan populasi ini, dampaknya sangat terasa pada ekonomi masyarakat di kawasan timur Indonesia. Babi di sana bukan hanya komoditas ekonomi, tetapi juga bagian dari budaya dan kehidupan sosial,” katanya menegaskan.
Selain wabah ASF, ia juga menyoroti keterbatasan akses vaksin dan rendahnya produktivitas peternak rakyat. PATRIA mendorong adanya program pemulihan populasi babi, peningkatan akses terhadap bibit unggul, penerapan biosekuriti, serta kebijakan yang benar-benar mendukung keberlanjutan usaha peternakan babi rakyat.
Menanggapi masukan tersebut, Kementerian Pertanian menyatakan siap menindaklanjutinya dengan kajian lebih mendalam. Pemerintah juga akan mendorong forum lanjutan yang melibatkan pemerintah daerah, akademisi, asosiasi, dan pelaku usaha agar pengembangan peternakan babi di Indonesia dapat berjalan lebih terarah dan berkelanjutan.shara