Pemerintah telah mencanangkan target pengendalian dan penanggulangan PMK 2025 – 2029, supaya dapat memperoleh pengakuan dari Badan Kesehatan Dunia (WOAH) sebagai negara bebas PMK tanpa vaksinasi
Upaya pembebasan Indonesia dari penyakit mulut dan kuku (PMK) terus diikhtiarkan oleh stakeholder terkait, terutama pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan). Sebagai regulator, Ditjen PKH Kementan terus menggalakkan vaksinasi PMK secara serentak, di mana per Juli 2025 sudah memasuki periode vaksinasi kedua. Vaksinasi PMK periode kedua ini bertepatan dengan Bulan Bakti Peternakan dan Kesehatan Hewan pada 26 Agustus hingga 26 September.
Membuka rapat evaluasi dan persiapan pelaksanaan vaksinasi PMK, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Agung Suganda, memaparkan bahwasanya dalam rangka mengendalikan PMK tentu menjadi tugas bersama. “Seluruh profesi yang terkait termasuk para peternak, memiliki kewajiban yang sama dalam rangka pengendalian dan pemberantasan PMK,” kata Agung
Ia mengaku, tahun ini pemerintah telah mencanangkan target pengendalian dan penanggulangan PMK pada 2025 sampai 2029. Hal ini bertujuan untuk memperoleh pengakuan dari Badan Kesehatan Dunia atau World Organization for Animal Health (WOAH) sebagai negara bebas PMK tanpa vaksinasi. Ia mengimbau, supaya para kepala-kepala balai besar dan veteriner yang menjadi tanggung jawab mereka, supaya Papua, Maluku dan Nusa Tenggara Timur (NTT) tetap sebagai zona bebas PMK tanpa vaksinasi.
“Kita juga meminta agar beberapa daerah lainnya, khususnya yang memiliki batas alam yang khas seperti pulau Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB), bisa kita dorong dan pertahankan tidak ada kasus. Kemudian kita usulkan agar kedua pulau ini mendapatkan pengakuan dari WOAH sebagai zona bebas PMK dengan vaksinasi. Maka saya sangat berharap pada Provinsi Bali dan NTB, karena dua provinsi ini memiliki potensi untuk zero case,” terangnya.
Supaya program vaksinasi bisa berjalan dengan bagus, Agung akan terus mendorong untuk bisa sampai zero case, sehingga targetnya sampai dengan 2029 nanti bisa ditetapkan sebagai zona bebas. Begitu pula dengan daerah-daerah lainnya, termasuk di ujung Pulau Jawa, PMK bisa dikendalikan dan mendapat pengakuan sebagai negara yang memiliki program kontrol resmi atau official control program dari WOAH.
Guna mendapatkan pengakuan ini, ia menilai, bukanlah hal yang mudah. “Kita memiliki success story dalam menangani dan mengatasi PMK di lapangan sejak 1952 (sejak BBVF Pusvetma berdiri) dengan vaksin oleh anak bangsa. Alhamdulillah sampai dengan 1983 kita bisa mengendalikan PMK. Kita sudah bisa mendeklarasikan di 1986 sebagai negara yang bebas PMK, dan 1990 kita sudah dinyatakan sebagai negara bebas PMK tanpa vaksinasi oleh OiE (kini WOAH) pada saat itu. Dengan pengalaman tersebut, maka saat ini sebetulnya tidak ada keraguan bagi kita semua untuk bisa mengendalikan dan membebaskan Indonesia dari PMK,” ujarnya menyemangati.
Strategi Pemberantasan PMK
Pada kesempatan yang sama Kepala Balai Besar Veteriner Veteriner (BBVet) Denpasar, Imron Suandy, yang pada saat itu masih menjabat sebagai Direktur Kesehatan Hewan (Dirkeswan), menyatakan bahwa startegi pemberantasan PMK yang sudah ditetapkan menjadi Surat Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor 285/KPTS/PK.320/M/06/2023 tentang Peta Jalan Pembebasan PMK dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditargetkan di 2035. Setrategi yang sudah ditetapkan ini tetap menjadi rujukan.
Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 311/ Agustus 2025




