Melalui pemahaman terhadap siklus hidup dan karakteristik morfologis Eimeria, langkah pengendalian dan pencegahan koksidiosis dapat dilakukan lebih efektif
Koksidia merupakan salah satu parasit protozoa yang sangat penting diperhatikan dalam dunia peternakan, khususnya unggas. Penyakit ini menimbulkan dampak signifikan terhadap performa dan produktivitas ayam, baik pedaging maupun petelur. Secara taksonomi, koksidia diklasifikasikan dalam filum Apicomplexa, kelas Sporozoasida, subkelas Coccidasina, ordo Eucoccidiorida, subordo Eimoriorina, famili Eimeriidae, dan genus Eimeria.
Dalam satu kesempatan, Dosen Divisi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University, Umi Cahyaningsih, menjelaskan bahwa anatomi khas Apicomplexa menjadi ciri utama kelompok ini. Anatomi tersebut mencakup struktur kompleks apikal yang terdiri dari polar ring, conoid, mikrotubulus, micronemes, rhoptries, serta micropore.

“Identifikasi morfologi dari Eimeria dilakukan dengan mengamati bentuk ookista, ukuran, organel di dalamnya, hingga waktu sporulasi dan masa prepatennya. Adapun setiap spesies memiliki waktu sporulasi yang berbeda, hal ini juga bisa menentukan jenis Eimeria. Selain itu, lokasi keberadaan parasit dalam usus, serta metode molekuler seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) dan sequencing DNA (Deoxyribonucleic Acid), juga digunakan untuk diagnosis,” ungkapnya.
Menurut Umi, salah satu struktur utama yang menjadi perhatian adalah ookista. Ookista memiliki dinding yang kokoh dan berisi 4 sporokista, masing-masing sporokista terdiri dari 2 sporozoit, sehingga 1 ookista mengandung 8 sporozoit. Sporozoit inilah yang bersifat infektif dan akan menginfeksi inang setelah dinding ookista pecah. Akan tetapi, ookista yang keluar melalui feses ayam dalam keadaan belum sporulasi, belum mampu menyebabkan infeksi.
Pada ayam, ia melanjutkan, terdapat 9 spesies Eimeria yang menyerang berbagai bagian saluran pencernaan. “Di sekum, ditemukan E. tenella dan E. necatrix, 2 spesies yang sangat patogen dan menyebabkan diare berdarah. Di usus halus bagian atas terdapat E. acervulina, E. praecox, E. hagani, dan E. mivati. Sementara E. maxima dan E. necatrix menyerang usus halus bagian tengah, serta E. mitis dan E. brunetti berada di usus halus belakang,” sebut dia.
Umi menerangkan, perbedaan spesies Eimeria dapat dilihat dari bentuk ookistanya, yang bisa berupa ovoid, elipsoid, hingga subpherical, serta dari indeks ukuran panjang-lebar ookista. Morfologi dan lokasi parasite, menentukan tingkat patogenitas dan dampak ekonominya. Misalnya, E. acervulina dan E. maxima, meskipun tidak menyebabkan diare berdarah, tetapi sangat merugikan karena mengganggu penyerapan nutrisi.
Siklus Hidup
Lebih lanjut, ia membahas, koksidiosis pada ayam yang disebabkan oleh parasit dari genus Eimeria, memiliki siklus hidup yang kompleks. Siklus ini melibatkan tahapan aseksual dan seksual di dalam tubuh inang, serta sporulasi di luar tubuh. Pemahaman tentang siklus ini penting dalam menentukan strategi pengobatan, pencegahan, dan vaksinasi. Umi mengatakan bahwa siklus hidup koksidia dimulai dari ookista yang dikeluarkan ayam melalui feses.
“Ookista yang keluar belum infektif. Sebelum bisa menginfeksi ayam lainnya, ookista harus melalui proses sporulasi di luar tubuh. Proses ini, yang disebut sporogoni, terjadi secara aseksual dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, oksigen, dan kelembapan. Sporogoni ini tidak melibatkan perkawinan,” ucapnya.
Ia menambahkan, bahwa setelah sporulasi, ookista yang terbentuk berisi sporokista dan sporozoit. Sporozoit inilah yang menjadi bentuk infektif bagi ayam berikutnya. Ketika ayam memakan ookista yang telah bersporulasi, infeksi dimulai. Di dalam saluran pencernaan ayam, ookista mengalami ekskistasi, yaitu keluarnya sporozoit. Proses ini terjadi melalui dua mekanisme, yaitu mekanik di mana gizzard ayam menghancurkan dinding ookista, dan enzimatis di mana enzim seperti tripsin dan garam empedu membantu membebaskan sporozoit.
Setelah keluar, Umi menambahkan, sporozoit masuk ke dalam sel epitel usus ayam dan berkembang menjadi trofozoit, yang selanjutnya berubah menjadi skizon. Skizon akan membelah secara aseksual, menghasilkan merozoit. Skizon generasi pertama bisa menghasilkan hingga 900 merozoit. “Proses pembelahan ini berulang hingga 3 generasi, yang akhirnya menyebabkan kerusakan pada usus ayam, terutama jika jumlah ookista yang tertelan sangat tinggi atau patogen yang menyerang sangat agresif,” tutur dia.
Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 310/ Juli 2025




