Makassar (TROBOSLIVESTOCK.COM). Kegiatan webinar bertajuk Registrasi Kuda Pacu yang diselenggarakan pada Kamis (24/7) menjadi momentum penting dalam upaya membangun tata kelola kuda pacu nasional yang lebih sistematis dan terstandarisasi. Kegiatan ini diinisiasi oleh Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin (UNHAS) dan dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan dari kalangan akademisi, praktisi, hingga pengurus pusat Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (PORDASI). Fokus utama kegiatan ini adalah membahas pentingnya registrasi kuda pacu secara menyeluruh dan digital agar dapat meningkatkan kualitas genetika, transparansi kompetisi, serta nilai ekonominya.
Dalam sambutannya, Rektor Universitas Hasanuddin, Prof. Jamaluddin Jompa, menekankan bahwa keikutsertaan UNHAS dalam kegiatan ini bukan sekadar sebagai tuan rumah, tetapi juga sebagai bentuk komitmen dalam mendukung pengembangan olahraga nasional. “Kita sadar betul bahwa registrasi kuda pacu bukan hanya syarat administratif, melainkan jantung dari pengembangan sistem olahraga berkuda yang kompetitif dan akuntabel”, ucapnya. Ia pun berharap UNHAS dapat menjadi pusat inovasi dan riset dalam bidang perkudaan nasional.
Lebih lanjut, Prof. Jamaluddin menambahkan bahwa universitas telah menyiapkan pusat layanan ternak kuda yang dilengkapi dengan fasilitas untuk penelitian, reproduksi, pakan, dan kesehatan. Ia meyakini bahwa keberadaan stable kampus dengan kapasitas hingga 20 ekor kuda akan mendukung ekosistem edukasi dan pelatihan. “Kami akan mengembangkan platform digital berbasis real-time dan user-friendly yang memungkinkan semua pemangku kepentingan untuk saling terhubung dan saling belajar,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak, Harry Suhada, menyampaikan apresiasi dari Kementerian Pertanian atas terselenggaranya webinar ini. Menurutnya, dukungan dari perguruan tinggi sangat dibutuhkan dalam pengembangan karakteristik genetik kuda serta penguatan sistem registrasi nasional. “Kami sedang menyusun sistem berbasis geopasial dengan RT-RFID yang nantinya dapat dikolaborasikan dengan aplikasi dari UNHAS,” bebernya.
Harry juga menyinggung pentingnya sinergi antara akademisi dan pemerintah dalam mendukung Equine Disease Free Zone yang tengah dikembangkan. Ia menekankan bahwa pendataan kuda, harus dimasukkan dalam sistem registrasi nasional agar data populasi menjadi akurat dan menyeluruh. Ia berharap webinar ini menjadi pijakan awal untuk menghidupkan kembali nuansa perkudaan Indonesia secara nasional.
Masa Depan Registrasi Nasional
Munawir, selaku Ketua Komisi Pacu PP PORDASI, turut menguraikan latar belakang pentingnya sertifikat registrasi. Ia menjelaskan bahwa selama bertahun-tahun proses sertifikasi sempat stagnan, namun sejak 2023 pihaknya kembali mengaktifkan sistem BRK (Biro Registrasi Kuda). “Kami ingin memastikan bahwa setiap kuda yang ikut pacuan nasional memiliki identitas yang jelas dan sah secara administratif maupun genetik,” kata Munawir.
Ia menambahkan bahwa saat ini sertifikat BRK menjadi syarat mutlak bagi kuda pacu yang ikut kejuaraan nasional. Dalam Kejurnas yang digelar di Bantul, seluruh peserta wajib teridentifikasi dengan sistem registrasi ini. “Sertifikasi penting untuk menghindari duplikasi nama, ketidakjelasan asal-usul, dan bahkan perdagangan ilegal,” jelasnya dengan tegas.
Dari sudut pandang teknis lapangan, Muhammad Danang Eko, Sekretaris Komisi Pacu sekaligus Ketua Umum Pengprov PORDASI Jawa Tengah, menyampaikan bahwa sinergi antara pusat dan daerah sangat krusial. Ia menjelaskan bahwa setiap proses registrasi harus melalui verifikasi oleh Pengprov agar potensi manipulasi bisa dicegah sejak awal. “Di Jawa Tengah, kami sudah menerapkan sistem kolektif berbasis stable yang diajukan melalui Pengprov untuk diverifikasi sebelum naik ke pusat,” jelasnya.
Danang juga menuturkan langkah-langkah teknis registrasi, mulai dari laporan kawin, dokumentasi kelahiran lengkap dengan foto anak dan induknya, hingga form marking yang menggambarkan tanda fisik kuda. Seluruh data tersebut divalidasi oleh dokter hewan yang ditunjuk sebelum sertifikat diterbitkan. “Proses ini bukan sekadar formalitas, tapi menjamin kualitas dan keabsahan setiap kuda yang akan berlaga,” tegasnya.
Sementara itu, Prof. Syahdar Baba, Dekan Fakultas Peternakan UNHAS, menjelaskan bahwa peran perguruan tinggi bukan hanya menyediakan ruang riset, tapi juga ekosistem pendukung untuk pengembangan industri kuda. Ia mencontohkan bahwa di Sulawesi Selatan, kuda tidak hanya digunakan untuk olahraga, tetapi juga sebagai sumber pangan dan simbol budaya. “Di beberapa daerah, kuda menjadi bagian dari pesta rakyat dan identitas budaya lokal,” ujarnya.
Prof. Syahdar memperkenalkan sistem informasi digital yang tengah dikembangkan UNHAS, yang tidak hanya mencatat data registrasi kuda tetapi juga menyediakan fitur riwayat kesehatan, performa pacu, hingga konsultasi dengan ahli. Ia menyebutkan bahwa sistem ini akan dilengkapi dengan teknologi AI untuk memberikan rekomendasi pakan, diagnosis awal penyakit, dan simulasi performa pacu.
Sistem ini juga akan memungkinkan pengguna umum, peternak, dokter hewan, dan verifikator dari PORDASI untuk berinteraksi dalam satu platform. Prof. Syahdar berharap bahwa dengan pendekatan digital, pengelolaan data kuda akan lebih efisien dan terbuka. “Kami ingin mempermudah akses informasi bagi seluruh pemilik kuda, baik skala kecil maupun besar,” katanya.
Sementara itu, Prof. Muladno, Ketua Komisi Peternakan PP PORDASI, menguraikan sembilan tahapan registrasi kuda pacu yang ideal. Menurutnya, proses ini harus dimulai dari laporan kelahiran yang disertai bukti dokumentasi, diverifikasi oleh pengurus daerah, lalu naik ke pengurus provinsi dan pusat. Ia menekankan bahwa pencatatan ini bukan sekadar administrasi, tetapi strategi menjaga kualitas genetik nasional.
Prof. Muladno menyebut bahwa registrasi adalah gerbang menuju penciptaan kuda berdarah biru yang bisa ditelusuri silsilahnya secara ilmiah. “Registrasi memungkinkan kita membedakan antara kuda biasa dan kuda yang memiliki potensi genetik unggul, terutama untuk kebutuhan seleksi dan perdagangan,” tekannya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa dengan sistem registrasi, risiko inbreeding bisa ditekan dan kualitas populasi kuda Indonesia dapat terus ditingkatkan. Registrasi juga penting untuk konservasi plasma nutfah lokal seperti kuda Sumbawa dan Sandelwood yang harus dilindungi dari ancaman silang tidak terkendali. “Registrasi bukan sekadar formalitas, tetapi bentuk pelestarian,” katanya.
Ia juga mengusulkan agar teknologi genetika seperti uji DNA dan integrasi microchip mulai digunakan dalam sistem registrasi nasional. Menurutnya, pendekatan modern ini tidak hanya meningkatkan akurasi data tetapi juga nilai jual kuda di pasar internasional.
Dalam sesi penutupnya, Prof. Muladno menyampaikan bahwa registrasi yang kuat akan membuka jalan bagi seleksi genetik yang lebih sistematis. Ia mengkritisi bahwa selama ini pemilihan kuda juara masih banyak berdasarkan keturunan tanpa melalui seleksi performa yang terarah. “Seleksi itu bukan hanya siapa yang tercepat, tapi siapa yang diwariskan dari darah unggul dan terbukti konsisten,” tegasnya.shara







