Biosekuriti, Perisai Utama Beternak

Biosekuriti, Perisai Utama Beternak

Foto: bella
Penerapan biosekuriti 3 zona pada zona merah

Penerapan biosekuriti menjadi kunci utama keberhasilan budidaya ternak. Salah satu model biosekuriti yang wajib dijalankan adalah biosekuriti 3 zona. Penerapannya dapat melindungi ternak dari serangan penyakit dan meningkatkan produktivitas
 
 
Merebaknya virus corona (Covid-19) sedikit banyak  merubah polah hidup masyarakat. Penerapan protokol kesehatan, seperti mencuci tangan dan penggunaan masker dalam beraktivitas menjadi hal yang harus diterapkan. Apalagi, setelah pemerintah memutuskan untuk memberlakukan sistem tatanan baru atau new normal. 
 
 
Di sektor peternakan sendiri, khususnya ayam broiler (pedaging) dan layer (petelur), protokol pencegahan masuknya penyakit biasa dilakukan dengan penerapan biosekuriti. Sejak Covid-19 menjalar, biosekuriti semakin diperketat dan wajib dilakukan. Biosecurity Consultant, Alfred Kompudu menjelaskan bahwa prinsip biosekuriti adalah upaya peternak dalam menghalau kuman atau mikroorganisme merugikan, agar tidak bercokol dan berkembangbiak di kandang. “Yang harus kita lakukan adalah elemen-elemen penting dari biosekuriti, yakni melakukan isolasi, kontrol pergerakan atau lalu lintas, dan melakukan sanitasi. Termasuk di dalamnya adalah pembersihan dan disinfeksi,” kata Alfred pada Selasa (19/5).
 
 
Kabar baiknya, saat ini pemerintah tampak sudah melakukan 3 elemen penting tersebut. Lanjutnya, Alfred mengutarakan bahwa rekomendasi biosekuriti pada peternakan unggas yang tepat guna adalah penerapan biosekuriti 3 zona. “Dalam penerapannya, wilayah peternakan dibagi menjadi zona merah, zona kuning, dan zona hijau. Skema biosekuriti 3 zona ini dirancang oleh FAO (Food and Agriculture Organization) ECTAD,” ujar pria yang juga berprofesi sebagai National Technical Advisor FAO ECTAD Indonesia ini. 
 
 
Pentingnya pemberlakuan biosekuriti 3 zona bukan tanpa alasan. Alfred melanjutkan jika pencegahan berlapis ini mampu mencegah kuman atau mikroorganisme yang langsung menginfeksi unggas. Kemudian, mampu menyaring kuman dan mikroorganisme hingga 3 lapis perlakuan. Prinsipnya, semakin banyak perlakuan yang diberikan, maka diharapkan unggas yang ada juga akan semakin aman. 
 
 
Setelah melakukan monitoring selama 3 bulan terhadap peternakan yang konsisten menerapkan biosekuriti 3 zona, Alfred mantap mengemukakan bahwa produksi telur yang dihasilkan dapat stabil di angka 90 %. Hal ini berlangsung selama 38 minggu masa pemeliharaan. “Hitungan sederhana kami, pendapatan per hari yang berhasil dikumpulkan adalah Rp 937.500. Untuk ayam pedaging, tambahan keuntungan yang didapat adalah sebesar Rp 1.048 per ekor per siklus. Selain itu, penurunan penggunaan antibiotik ditaksir mencapai 40 %, dan terjadinya penghematan biaya OVK (obat dan vaksin kimia) hingga Rp 10 juta,” papar dia. 
 
 
Area Biosekuriti
Tahapan implementasi biosekuriti 3 zona, pada dasarnya terdiri 6 langkah. Pertama, peternak harus menggambar atau membuat lay out denah kandang. Kedua, menentukan letak zona merah, kuning,  dan hijau. Lanjutnya, peternak dianjurkan untuk membuat daftar risiko yang terdiri dari obat, benda, dan hewan. Kemudian, urutkan dengan teliti daftar risiko tersebut mulai dari paling tinggi hingga paling rendah. Kelima, pengendalian daftar risiko tersebut harus dikendalikan dengan elemen biosekuriti. Terakhir, peternak harus mampu melakukan sosialisasi dan memiliki komitmen yang kuat dalam praktiknya. 
 
 
Zona merah atau disebut juga sebagai area kotor merupakan zona terluar dari peternakan. Bagian yang ada di zona merah adalah pos keamanan dan lokasi parkir kendaraan. Selain itu, di zona ini wajib dilakukan sanitasi untuk kendaraan dan peti atau rak telur. “Pengunjung yang melewati zona merah harus mencuci tangan dan mengganti alas kaki,” ujar Alfred singkat.   
 
 
 
Selengkapnya baca di majalah TROBOS Livestock Edisi 250/Juli 2020

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain