Anak Bangsa Cerdas Peternak Unggas “OK Gas”

Program Makan Bergizi Gratis bukan sekedar memberi makan gratis atau memberikan efek positif kepada pelaku perunggasan tapi jangka panjangnya bisa mencerdaskan anak bangsa, sehingga merupakan investasi di mana otak generasi muda nanti akan tumbuh lebih baik

 

Rencana Presiden terpilih Prabowo Subianto memberikan makan bergizi gratis kepada pelajar mendapat dukungan penuh dari berbagai pemangku kepentingan (stakeholder). Termasuk para pemangku kepentingan subsektor peternakan unggas. Sebab jika program ini terlaksana akan memberikan multi manfaat, anak bangsa pintar dan produk unggas mendapat penyerapan yang cukup besar.

 

Hal tersebut merupakan salah satu benang merah dalam seminar Indonesian Poultry Club yang bertemakan “Strategi Industri Perunggasan Mendukung Program Makan Bergizi Gratis” yang digelar di Jakarta (18/07). Seminar menampilkan keynote speaker Prof Dr Ir H Rahmat Pambudi MS, pengamat agribisnis nasional guru besar Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor yang juga Dewan Redaksi Majalah TROBOS Livestock dan empat pembicara.

 

Yakni Agung Suganda selaku Direktur Pembibitan dan Produksi Ternak Kementerian Pertanian; 

Yudi Harsatriadi Sandatma Analis Ketahanan Pangan Ahli Madia sekaligus Ketua Tim Kerja Stabilisasi Pasokan Pangan Analis Ketahanan Pangan mewakili Kepala Badan Pangan  Nasional;  I Dewa Made Agung Kertha Nugraha, Direktur Eksekutif dan Pendiri Indonesia Food Security Review dan Asrokh Nawawi, Ketua IV Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPP). Seminar dipandu moderator Suaedi Sunanto, Sekjen Perkumpulan Insinyur dan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) dan dibuka Rakhmat Ramdan, Chief Editor Majalah TROBOS Livestock.

 

Dalam sambutannya, Ramdan mengatakan, IPC adalah forum diskusi yang digagas Majalah TROBOS Livestock guna mengupas secara mendalam isu-isu terkini yang terjadi di Indonesia dengan menghadirkan narasumber kompeten pada bidangnya. Diharapkan hasil diskusi bisa menghasilkan rekomendasi guna mendorong industri perunggasan semakin maju dan berdaya saing. “IPC sendiri pertama kali diadakan pada 2013-2014. Hanya karena pandemi sehingga lama tidak kami laksanakan dan baru dua tahun terakhir baru diadakan kembali,” ujar Ramdan.

 

Dijelaskannya,  pada acara pada acara IPC kali ini akan dibahas strategi industri perunggasan mendukung program makan bergizi gratis. “Tujuannya untuk mendapatkan informasi secara mendalam terkait program tersebut yang berasal dari ayam dan telur. Lalu menggali informasi terkait regulasi yang akan dibuat pemerintah terkait program tersebut dan kebijakan bagi pelaku usaha industri perunggasan. Termasuk membedah kesiapan pelaku industri perunggasan, yaitu daging ayam dan telur serta mengupas tantangan industri perunggasan dan solusinya,” urai Ramdan. Ditambahkannya, yang terakhir mendongkrak tingkat konsumsi ayam dan telur nasional serta mengurangi stunting dan mencerdaskan anak bangsa Indonesia ke depannya.

 

Kelebihan Produksi

Keynote speaker Prof Dr Ir H Rahmat Pambudi MS mengawali pemaparannya dengan mengajak peserta seminar memperhatikan sejarah dan pertumbuhan perunggasan broiler (ayam pedaging) dan layer (ayam petelur). Disebutkannya, pada tahun 70, 71, 72, 73 ,74 dan 75 tidak ada catatannya di Badan Pusat Statistik. Lantas kemudian, sejak 1980 Indonesia mulai kelebihan telur dan ayam.

 

“Kenapa kita kelebihan? Karena Kementerian Pertanian khususnya Dirjen Peternakan bekerja baik. Dalam waktu 10 tahun tiba-tiba muncul Kepres 50 yang membatasi produksi perunggasan. Peternak hanya boleh memelihara ayam bertelur maupun broiler paling banyak 5.000. Ada pembatasan karena kelebihan suplai,” tutur guru besar Guru Besar Tetap Ilmu Kewirausahaan Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi & Manajemen IPB University.

 

“Apa yang terjadi tahun 70-an 80-an 90-an 2000 sampai hari ini di ayam layer dan broiler harus diakui kesalahan saya pada waktu diangkat menjadi tim untuk mengatasi oversupply dan penyelesaiannya,” lanjut profesor yang minta Anton Supit (Wakil Ketua Umum Kadin-red) mengingat kembali perkembangan industri unggas di Tanah Air.

 

Diakuinya,  pada waktu itu cutting adalah penyelesaian sementara karena persoalan sebenarnya bukan oversupply tapi kesalahan perhitungan. “Pada waktu merencanakan proses produksi siapa yang memastikan bahwa kita bisa double consumption pada waktu itu. Ternyata double consumption bukan hanya salah di perunggasan, juga salah bidang lain,” lanjut Prof Rahmat.

 

 

Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 299/ Agustus 2024

 

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain