Resistansi Antibiotik Menjadi Perhatian Global `

Resistansi Antibiotik Menjadi Perhatian Global  `

Foto: 


Jakarta (TROBOSLIVESTOCK.COM). Resistansi terhadap antibiotik adalah salah satu mekanisme yang dikembangkan oleh bakteri untuk mempertahankan kelestariannya sejalan dengan penggunaan antibiotik yang masif di lapangan.

 

Mengupas tentang penggunaan antibiotik, Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI) menyelenggarakan dwitahunan, Konferensi Ilmiah Veteriner Nasional (KIVNAS) bertajuk ‘Keterkaitan Penggunaan Antibiotik dengan Kejadian Resistansi di Lapang’. Acara ini berlangsung secara daring di Jakarta Convention Center (JCC) beberapa waktu yang lalu. Adapun narasumber dalam kegiatan ini yakni Dosen Institute Pertanian Bogor-University (IPB-University), Prof I Wayan Teguh Wibawan.

 

Ia mengungkapkan, masalah resistansi antibiotik pada berbagai jenis bakteri menjadi perhatian global. Pada 16 April 2016 di Tokyo, Jepang, 11 negara Asia-Pasifik berkomitmen untuk memberikan perhatian yang serius terhadap Antimicrobial Resistance (AMR). Jika hal ini tidak dilakukan maka dikhawatirkan pada 2050 infeksi bakteri merupakan pembunuh nomor satu pada hewan dan manusia.

 

“Pengamatan tentang resistansi bakteri ini telah sejak lama dipantau. Di 1946, resistansi bakteri terhadap penisilin telah terpantau, yakni 3 tahun setelah penisilin banyak digunakan. Banyak penelitian selanjutnya, melaporkan kasus resistansi bakteri yang berkaitan dengan frekuensi penggunaan antibiotik di peternakan. Bakteri Escherichia coli (E. Coli) digunakan sebagai indikator untuk melihat patron resistansi di lapangan,” ujar dia yang akrab disapa I Wayan ini.

 

Prof Wayan menuturkan, makin sering dan banyak jenis antibiotik digunakan di suatu peternakan maka makin tinggi frekuensi resistansi mikroba di farm tersebut. Bakteri bukan saja menunjukkan resistan terhadap satu jenis antibiotik, tetapi cenderung menunjukkan multiple drug resistance. Penggunaan antibiotik perlu dilakukan dengan bijak dan tepat di lapangan, yaitu ketepatan diagnosis penyakit, ketepatan pemilihan jenis, dosis, dan aplikasi antibiotik.

 

“Beberapa alternatif yang bisa dilakukan untuk mengurangi intensitas penggunaan antibiotik di lapangan dalam upaya pengendalian penyakit, antara lain pertama penerapan biosekuriti yang tepat. Kedua pemanfaatan vaksin bakteri. Ketiga pemanfaatan pre-, pro- dan post-biotik. Keempat pemanfaatan nukleotida. Kelima bahan herbal. Perubahan pola pikir (mind set) perlu dilakukan tanpa harus menafikan peran antibiotik dalam pengobatan penyakit masih sulit tergantikan,” jabar Prof Wayan.roid

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain