Foto: ist/dok.agristreamtv
Bandung (TROBOSLIVESTOCK.COM). Daging ayam yang memenuhi kriteria aman, sehat, utuh, dan halal hanya dapat dihasilkan dari proses pemotongan yang baik dan benar menurut syariat dan ilmu kesehatan masyarakat veteriner.
“Untuk menghasilkan daging unggas (ayam) yang ASUH atau aman, sehat, utuh dan halal maka kita harus bersama-sama membina para juru sembelih halal (juleha) unggas,” kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan provinsi Jawa Barat, Jafar Ismail dalam sebuah seminar daring belum lama ini.
Adanya pembinaan mumpuni bagi para juleha unggas tersebut ditujukkan agar penerapan penyembelihan halal dapat terimplementasikan dengan tepat. Sehingga, daging ayam dapat dipastikan kehalalannya.
Lanjutnya, langkah tersebut juga menekan kekhawatiran masyarakat sebagai konsumen atas maraknya daging ayam yang tak ASUH. Pelatihan bagi para juleha unggas patutnya menjadi ujung tombak bagi sektor Kesmavet (Kesehatan Masyarakat Veteriner) dalam penjaminan keamanan produk kepada masyarakat.
Ihsan kepada Hewan
Pakar Anatomi Veteriner FKH (Fakultas Kedokteran Hewan) IPB yang juga Asesor Kompetensi Juleha, Supratikno menekankan bahwa sebelum melakukan penyembelihan juleha tetap harus berbuat ihsan atau baik kepada hewan sembelihan. Bukan hanya kepada ayam, namun terhadap jenis unggas lain dan juga ternak ruminansia besar dan kecil.
“Sebelum ayam disembelih, saya menyarankan posisi yang tepat adalah tergantung terbalik menghadap juru sembelihnya. Hal ini nantinya akan mempermudah juleha untuk melakukan penyembeliha. Karena, leher ayam akan terekspos dan tidak terpelintir,” terang dia dalam kesempatan yang sama.
Banyak praktik dalam proses penyembelihan yang dilakukan secara asal dan tidak mengedepankan ihsan kepada ayam. Salah satunya adalah dengan melempar ayam ke dalam tong atau ember sesaat setelah disembelih.
“Luka sayatan akibat sembelih tidak boleh bertemu. Kemudian ayam harus mati saat disembelih. Kalau langsung dimasukkan ke dalam tong, kita tidak tahu ayam tersebut mati karena sembelihan atau karena kehabisan darah,” kata pria yang akrab disapa Supra ini.
Terkait dengan tahapan penyembelihan secara modern dengan stunning elektrik atau pemingsanan, MUI (Majelis Ulama Indonesia) memperbolehkan hal tersebut. Dengan catatan, stunning tidak merusak sistem syaraf pusat dan ayam hanya boleh pingsan selama 45 detik saja. Jarak antara proses stunning dengan proses penyembelihan adalah 10 detik.
Selain itu, proses penyembelihan yang tepat menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah dilaksanakan secara satu per satu, tidak massal dengan menggunakan mesin penyembelihan. Supra kemudian menggarisbawahi, seorang juleha harus memiliki 13 unit kompetensi yang dibagi menjadi beberapa kelompok.
Deretan kelompok kompetensi tersebut adalah kompetensi religius, kompetensi manajemen kerja dan higienitas serta kompetensi teknis dalam melakukan penyembelihan. “Sekali lagi, penyembelihan ayam atau komoditas ternak lain tidak boleh dilakukan secara asal. Kita harus menyediakan produk yang ASUH bagi masyarakat luas,” tukas pria yang juga dosen FKH IPB ini.
Penyediaan daging ayam yang ASUH menjadi perhatian karena merupakan primadona bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim. Apalagi, saat memasuki Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dapat dipastikan, permintaannya meningkat tajam.
Badan Pusat Statistik (BPS) menghimpun data yang teramu dalam buku ‘Peternakan Dalam Angka 2020’. Di dalamnya, tercatat bahwa sepanjang tahun tersebut permintaan daging ayam cenderung fluktuatif dan diakhiri dengan permintaan yang meningkat pada penghunjung tahunnya. ed/ajeng