Susu Pasteurisasi ala Mbok Darmi

Susu Pasteurisasi ala Mbok Darmi

Foto: usman
Dhony Pratama

Omzet Rp 800 juta hinga Rp 1 miliar per bulan dari 15 cabang. Rencananya, akan melakukan ekspansi di area ibu kota dan sekitarnya



Tagline “Sehatkan Tubuhmu dengan Susuku” menjadi terkenal di kalangan mahasiswa, utamanya Fakultas Peternakan Universitas Pertanian Bogor (Fapet IPB). Bahkan sekarang ini, sudah dikenal oleh sebagian besar masyarakat Bogor.


Susu Mbok Darmi, adalah susu pasteurisasi yang diproduksi Dhony Pratama bersama rekan kampusnya. Berawal dari keinginannya untuk mendapatkan uang jajan, usahanya saat ini justru maju pesat. “Ketika itu, kita ingin mendapatkan uang  untuk biaya kuliah, terlebih sebagai orang perantau harus mencari uang tambahan agar mampu bertahan,” ujarnya. Berkat usaha yang ditekuni inilah Dhony berhasil lulus dan kini melanjutkan ke Program Magister Manajemen, Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor (SB IPB).


Dhony mengungkapkan,  Susu Mbok Darmi berdiri sejak tahun 2013. Pertama kali, produk susunya tersebut dijual sekitaran kantin Fapet IPB. Pasokan susu ia dapatkan dari kandang praktikum Fapet IPB sebanyak 10 – 20 liter per hari. Seiring perjalanan waktu, Susu Mbok Darmi tidak hanya dinikmati mahasiswa di kampus saja, namun di pinggiran kota bahkan mal di wilayah Bogor. “Dari kampus, kita beranikan diri melebarkan sayap dengan menjual di pinggir jalan. Ternyata banyak yang suka. Lalu kemudian merambah ke mall,” ujar Dhony. Susu Mbok Darmi dipasarkan dengan gerobak yang kini sudah berkembang menjadi 16 gerobak. Ia merinci, 5 gerobak di Darmaga Kampus IPB, 2 gerobak di Kampus Pakuan, 6 gerobak di Bogor Kota termasuk 2 gerobak di Bogor Trade Mall (BTM), 2 gerobak di Cibinong (1 di Cibinong City Mall), dan 1 gerobak di Metropolitan Mall (MM) Cileungsi.


Dhony menuturkan, susu dijual dengan harga yang relatif murah yaitu berkisar antara Rp 6.000 -  Rp 14.000 per cup sesuai ukuran. Susu yang diproduksi ini pun disukai semua khalayak, dari anak-anak, dewasa hingga orang tua. Tak heran, gerobaknya selalu dibanjiri pembeli.



Omset yang Besar
Dari usahanya yang sudah berjalan 5 tahun ini, Dhony meraup omset sekitar Rp 800 juta hingga Rp 1 miliar per bulan. Tentu ini disambut suka cita olehnya. “Meski omset besar, keuntungan hanya kita terima sebesar 30 %, sedangkan sisanya 70 % digunakan untuk biaya produksi,” terangnya.


Biaya operasional dan gaji karyawan, ujar Dhony, memang cukup tinggi yaitu sekitar Rp 2 juta hingga Rp 3,5 juta. Namun, di umurnya yang masih sangat muda, ia sangat senang bisa memberikan pekerjaan kepada orang. “Ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi saya,” ucapnya bersyukur.


Dhony juga menyampaikan, untuk investasi 1 gerobak membutuhkan biaya Rp 10 juta – Rp 30 juta tergantung lokasinya. Alasan menjaga kualitas, membuat konsep usahanya berbeda dengan yang lain alias bukan franchise (waralaba). “Sangat disayangkan kalau dilepas ke orang lain, apalagi belum kita kenal. Dikhawatirkan merusak sistem dan kualitas produk. Meski begitu, masih banyak yang menginginkan untuk bekerjasama,”aku pria asal Pontianak Kalimantan Barat ini.


Lebih lanjut Dhony mengatakan, sekarang ini total karyawan yang ia pekerjakan sebanyak 40 orang. Bagian kantor dan produksi sebanayk 10 orang, terdiri dari; 6 orang memasak susu, 2 orang pengendalian mutu susu, dan 2 sopir. Sedangkan sisanya sebagai penjaga gerobak, rata-rata 1 gerobak 2 orang tergantung ramainya pembeli.  “Pembeli sering antri, kalau karyawanya sedikit dan pelayanan lama dikhawatirkan mereka akan kabur. Maka kita sesuaikan dengan lokasi,” imbuhnya.


           
Proses Pembuatan Susu
Untuk memenuhi kebutuhannya setiap hari, Dhony membutuhkan susu sebanyak 800 – 1.000 liter. Oleh karenanya, ia bekerjasama dengan peternak sapi perah di wilayah Sentul, Gunung Sindur, Puncak dan Gunung Salak Bogor.


Ia menerangkan, susu dari peternak dihargai Rp 6.000 – Rp 7.000 per liter. Susu diterima di tempat langsung diperiksa oleh bagian pengendalian mutu. Jika susu tidak rusak atau sesuai dengan standar yang ditentukan, maka susu akan dibawa ke rumah produksi di Jalan Bangbarung, Bogor.

 

Keesokan harinya, susu langsung dipasteurisasi secara manual untuk mempertahankan aroma ambing. Sementara jika menggunakan mesin, aroma bau ambing akan hilang. Kemudian susu dibungkus plastik per satu liter, lalu dimasukkan ke mesin pendingin agar tahan lama. “Sore harinya, susu dikirim ke masing-masing gerobak. Di sana sudah lengkap dengan boks pendingin untuk menjaga kualitas susu,” pungkasnya.

 

 

Selengkapnya baca di majalah TROBOS Livestock Edisi 227/Agustus 2018
 

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain