Foto: dok. pribadi
Muhsin Al Anas
The Global Competitiveness Report atau indeks daya saing global yang dikeluarkan World Economic Forum pada 2019 menempatkan Indonesia pada posisi 50 dari 141 negara di dunia. Peringkat tersebut mengalami penurunan lima tingkat dari 2018. Bahkan pada 2013, Indonesia menempati posisi 38. Indonesia masih dibawah Malaysia dan Thailand dengan peringkat 27 dan 40. Terlebih Singapura yang menempati nomor wahid di dunia.
Terdapat dua belas parameter penilaian yang digunakan dalam menentukan indeks tersebut. Salah satu parameter adalah keterampilan (skills). Indonesia berada pada posisi 65 untuk hal keterampilan. Penilaian parameter keterampilan meliputi lama pendidikan pekerja saat ini, keterampilan pekerja saat ini, lama pendidikan pekerja masa mendatang, dan keterampilan pekerja pada masa mendatang. Rerata nilai keterampilan masih dibawah 60 dari nilai maksimum 100.
Menarik untuk dikaji secara mendalam, bagaimana keterampilan tenaga di bidang peternakan di Indonesia? Hal ini menjadi penting karena berhubungan dengan kemajuan industri peternakan. Sumber daya manusia (SDM) yang kompeten tentu akan menggerakan industri peternakan menjadi lebih baik dan efisien, sehingga berdampak terhadap peningkatan ketahanan pangan dan ekonomi nasional.
Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2018, tenaga kerja bidang peternakan masih didominasi oleh lulusan SMP atau tingkat pendidikan dibawahnya yang mencapai 88 persen, sedangkan sarjana hanya 1 persen dari total 4,8 juta tenaga kerja. Kondisi tersebut diperparah dengan tenaga kerja yang berumur 50 tahun atau lebih tua berjumlah 43 persen. Data Sakernas dapat menjadi jawaban bahwa memang tenaga ahli bidang peternakan masih sangat minim. Padahal, data Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan yang dikeluarkan Kementan pada 2019 melaporkan Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia yang memiliki program studi (prodi) peternakan mencapai 107 institusi. Apabila setiap institusi menerima 100 mahasiswa setiap tahun, berarti kurang lebih 11.700 sarjana peternakan diluluskan setiap tahun, angka yang tidak sedikit. Lalu kemana sarjana peternakan?
Kampus Merdeka
Di Indonesia, mungkin banyak institusi prodi peternakan yang tidak memiliki data secara detail dan update terkait sebaran alumninya berdasarkan bidang pekerjaan. Termasuk berapa lama masa tunggu fresh graduate untuk medapatkan pekerjaan. Data ini dapat digunakan untuk menjawab mengapa lulusan peternakan tidak bekerja sesuai bidang. Meskipun lulusan pendidikan tinggi tidak harus bekerja secara linier. Akan tetapi melihat kondisi tenaga kerja bidang peternakan saat ini, sepertinya linieritas menjadi penting.
Tantangan prodi peternakan saat ini adalah menyiapkan SDM yang mau terjun dibidang peternakan, terlebih memiliki keterampilan dan berkompeten. Banyak yang menilai bahwa lulusan pendidikan tinggi tidak menjamin siap untuk bekerja. Tentu kondisi ini akan berpengaruh terhadap ketersediaan tenaga kerja ahli dalam bidang peternakan di masa mendatang.
Kebijakan Kampus Merdeka oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim sangat relevan diterapkan pada prodi peternakan untuk menjawab tantangan permasalahan tenaga kerja. Salah satu poin dalam kebijakan tersebut adalah hak belajar tiga semester di luar program studi, satu semester pada prodi berbeda selain peternakan dan dua semester untuk menjalankan internship atau magang.
Terdapat dua alasan yang mendasari kenapa kebijakan tersebut penting untuk diterapkan. Pertama, era industry 4.0 menuntut individu harus memiliki keterampilan yang berbeda berdasarkan kebutuhan industri saat ini. Complex problem solving berada pada urutan teratas untuk keterampilan yang dibutuhkan. Individu harus mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang kompleks dan sering ditemui saat bekerja di industri. Kampus Merdeka mewajibkan mahasiswa belajar di prodi yang berbeda. Hal ini menjadi penting karena dapat melatih mahasiswa dalam menyelesaikan permasalahan dari berbagai pendekatan sudut pandang.
Sebagai gambaran, mahasiswa peternakan bisa mempelajari mata kuliah yang berhubungan dengan data di prodi statistik. Di industry 4.0, data menjadi sangat penting untuk mendukung pengambilan keputusan. Sama halnya dibidang peternakan, sering terjadi permasalahan supply chain produk peternakan yang disebabkan oleh data yang bias. Melalui pemahaman data yang lebih baik, tentu mahasiswa dapat melakukan pendekatan permasalahan secara komprehensif, tidak dari sudut pandang peternakan semata. Meskipun dibutuhkan berbagai hal lain untuk penyelesaian suatu permasalahan, paling tidak sudah melatih mahasiswa untuk memandang permasalahan dari berbagai aspek, sehingga menjadi fondasi dalam menyelesaikan permasalahan yang kompleks dalam industri.
Kedua, mahasiswa diwajibkan melakukan program magang selama 2 semester atau satu tahun. Sebenarnya sudah terdapat program Praktek Kerja Lapangan atau PKL, akan tetapi dengan waktu yang relatif singkat, program PKL dirasa belum membuat mahasiswa memahami secara menyeluruh terkait business process dalam suatu industri. Melalui program magang selama dua semester, mahasiswa akan memahami business process serta keterampilan yang dibutuhkan dalam industri dengan lebih baik. Selain itu, mahasiswa juga akan menghubungkan teori di bangku kuliah dan aplikasi dalam suatu industri.
Tugas kampus adalah membuat kompetensi standar yang harus dicapai oleh mahasiswa selama magang. Kampus juga menjadi penghubung antara mahasiswa dengan perusahaan, melakukan pemantauan dan koordinasi dengan mentor yang ada di industri terkait keterampilan yang didapatkan oleh mahasiswa. Lebih dari itu, melalui program tersebut kampus juga dapat mengetahui perkembangan industri, sehingga dapat menjadi bahan untuk pengembangan penelitian dan pembelajaran di kampus.
Disruption (perubahan) akibat industry 4.0 menuntut pendidikan tinggi untuk adaptif, menyiapkan sarjana peternakan menjadi tenaga ahli yang unggul dengan keterampilan yang dibutuhkan oleh industri. Terlebih mampu menciptakan peluang lapangan pekerjaan melalui wirausaha. Upaya ini tentu akan membantu dalam perbaikan indeks daya saing (competitiveness) Indonesia secara global.TROBOS
*Dosen Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada
Koordinator Bidang IV Pengurus Besar Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia