Mencetak Bibit Sapi Perah Berkualitas

Mencetak Bibit Sapi Perah Berkualitas

Foto: Istimewa


Manajemen pedet dan pakan merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam menghasilkan indukan unggul
 
Menghasilkan bibit sapi perah yang berkualitas merupakan hal penting untuk terus diupayakan agar keberlangsungan usaha sapi perah dalam menghasilkan produk peternakan berupa susu mampu terus dinikmati masyarakat di Tanah Air. Tak khayal, salah satu Unit Pelaksana Terpadu Daerah (UPTD) Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jawa Barat (Jabar) yakni Balai Perbibitan dan Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak Sapi Perah (BPPIBTSP) Bunikasih Cianjur memiliki komitmen menjadi percontohan farm education pembibitan dan pembesaran sapi perah yang representatif bagi kepentingan pemangku stakeholders terkait.
 
Lukman Dwiaryanto, Kepala UPTD BPPIBTSP Bunikasih menyampaikan bahwa pihaknya memiliki beberapa program unggulan guna menghasilkan bibit sapi perah berkualitas. Salah satunya, Bunikasih Siap Pentas (Sumber Bibit Sapi Perah Berkualitas) yang kemudian dari program tersebut terdapat turunannya yakni program Masih Seputar Jabar (Bersama Bunikasih Selamatkan Pedet Untuk Tetap Berada di Jabar).
 
“Program  Masih Seputar Jabar terus kami lakukan dengan berkolaborasi bersama pihak Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jabar dan Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS). Mengingat di peternak rakyat selain permasalahan HPT (Hijauan Pakan Ternak), juga berkaitan bibit yang berkualitas. Ditambah belum ada kelompok atau perusahaan yang khusus melakukan pembibitan sapi perah,” paparnya saat mengikuti Bincang Cikole yang digagas oleh Balai Pelatihan Peternakan dan Ketahanan Pangan (BPPKP) Cikole secara daring beberapa waktu yang lalu. 
 
Penjaringan Pedet 
Di sisi lain, Dwi jelaskan program Masih Seputar Jabar merupakan antitesis terhadap adanya pedet-pedet sapi perah yang banyak keluar dari wilayah Jabar. Padahal mulai dari bunting sampai melahirkan, pedet dipelihara oleh peternak rakyat di Jabar. Namun tatkla peternak memerlukan indukan harus membeli kembali. “Dampaknya silsilah keturunannya tidak jelas, karena asal ambil dan pastinya berbeda antara pedet yang dijual dengan indukan yang dibeli kembali,” ungkapnya. 
 
Lebih lanjut, dirinya menegaskan akibat pedet lari dijual ke luar wilayah Jabar dan dibeli kembali baik pedet maupun indukan otomatis harga yang ditawarkan akan jauh lebih mahal. Selain itu, rawan terhadap penyakit hewan menular strategis (PHMS). Tentu program Masih Bersama Jabar merupakan program yang tepat guna menjaring beberapa pedet betina dengan silsilah tetua yang jelas dan terukur. “Lalu dipelihara kembali sesuai dengan SNI. Bahkan di usia 18 bulan kondisinya diharapkan telah bunting. Kemudian, didistribusikan kepada kelompok peternak dengan harga yang telah ditetapkan sesuai dengan Perda (Peraturan Daerah) Retribusi Daerah. Untuk harga indukannya dibawah harga pasar,” imbuhnya. 
 
Terkait penjaringan pedet, menurut Dwi program ini sudah mulai dari tahun kemarin namun belum masif dilakukan dan diupayakan padahal pedet yang dijaring menghasilkan pertumbuhan dan performa yang bagus. “Saat ini pedet masih dalam tahap pembesaran dan belum didisitribusikan kepada masyarakat. Sementara target tahun ini dengan didukung anggaran yang memadai akan memulai menjaring 25 ekor,” katanya. 
 
Di sisi lain, ia utarakan, bahwa manajemen pedet perlu diperhatikan karena menjadi faktor penentu kesuksesan dalam menghasilkan bibit yang berkualitas. Ruminansia yang telah lahir, sesungguhnya tidak memiliki maternal antibodi sehingga ini menjadi pembeda dengan rumpun yang lain. Maka dari itu, pemberian kolostrum yang merupakan air susu yang dikeluarkan dari ambing sapi yang baru melahirkan dan berwarna kekuning-kuningan itu sesegera mungkin harus diberikan kepada pedet guna menyediakan kekebalan tubuhnya. 
 
 
Selengkapnya baca di majalah TROBOS Livestock Edisi 273/Juni 2022
 

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain